Bencana Sumatera Jadi Ujian Akhir Pertumbuhan Ekonomi RI 2025?
IMF memproyeksikan ekonomi Indonesia 2025 akan tumbuh di bawah 5 persen. Sementara per kuartal II-2025, BPS mengumumkan pertumbuhan ekonomi RI 5,12 persen. (SHUTTERSTOCK/NUMBER1411)
13:16
20 Desember 2025

Bencana Sumatera Jadi Ujian Akhir Pertumbuhan Ekonomi RI 2025?

Ekonomi Indonesia menunjukkan perbaikan pada kuartal I, II, dan III 2025.

Meski demikian, prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia pada akhir tahun 2025 dipengaruhi oleh kombinasi faktor domestik, seperti konsumsi rumah tangga dan realisasi investasi, serta guncangan berupa bencana banjir dan longsor di wilayah Sumatera.

Kinerja ekonomi Indonesia pada tiga kuartal 2025 versi BPS

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan tahunan (year on year/yoy) pada tiga kuartal 2025 sebagai berikut.

Ilustrasi pertumbuhan ekonomi. Freepik Ilustrasi pertumbuhan ekonomi.

Pada kuartal I 2025, pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat sebesar 4,87 persen (yoy). BPS mencatat kontribusi terbesar datang dari sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan yang tumbuh 10,52 persen pada periode ini.

Kemudian, pada kuartal II 2025, pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 5,12 persen (yoy),
secara kuartalan (quarter to quarter/qtq) tercatat pemulihan signifikan sebesar 4,04 persen.

BPS menyebut penguatan didorong oleh konsumsi domestik dan investasi.

Selanjutnya, pada kuartal III 2025, ekonomi Indonesia tumbuh 5,04 persen (yoy), dengan pertumbuhan secara kuartalan sebesar 1,43 persen. Sampai kuartal III 2025, pertumbuhan kumulatif (c to c) tercatat sekitar 5,01 persen.

Data BPS menunjukkan pola pemulihan yang didorong oleh konsumsi rumah tangga dan layanan, termasuk jasa pendidikan dan ekspor jasa, tetapi juga menegaskan keragaman spasial di mana Pulau Jawa tetap menyumbang lebih dari separuh PDB nasional.

Ilustrasi pertumbuhan ekonomi. Media asing soroti pertumbuhan ekonomi Indonesia.PIXABAY Ilustrasi pertumbuhan ekonomi. Media asing soroti pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Proyeksi resmi dari beragam lembaga: kisaran 4,7 sampai 5,5 persen untuk 2025

Bank Indonesia (BI) menilai pertumbuhan ekonomi Indonesia 2025 berada dalam kisaran 4,7 sampai 5,5 persen, dengan prospek perbaikan menuju akhir tahun (kuartal IV 2025) didorong oleh realisasi belanja sosial pemerintah, perbaikan konsumsi, dan realisasi investasi.

Dalam pernyataannya BI menyatakan prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia 2026 sedikit lebih baik, di kisaran 4,9 sampai 5,7 persen.

Beberapa lembaga internasional dan bank komersial memberikan proyeksi yang bervariasi namun berkisar dekat angka 5 persen.

  • Bank Pembangunan Asia (ADB) merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia 2025 menjadi 5,0 persen.
  • Bank Dunia memproyeksikan pertumbuhan 5,0 persen untuk 2025–2026.
  • Dana Moneter Internasional (IMF) merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi sekitar 4,9 persen pada 2025.

Secara ringkas, konsensus sejumlah lembaga menunjukkan bahwa tahun 2025 kemungkinan akan ditutup dengan pertumbuhan ekonomi di sekitar 5 persen, dengan selisih bergantung pada seberapa kuat pertumbuhan kuartal IV mampu menambal perlambatan yang terlihat pada semester I.

Dunia usaha: harapan dan catatan

Dunia usaha, seperti Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia dan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menekankan pentingnya perluasan lapangan kerja dan stabilitas kebijakan sebagai kunci mendorong pertumbuhan ekonomi.

Kadin menyorot agenda penciptaan lapangan kerja sebagai faktor penting agar pertumbuhan ekonomi dapat meningkat.

Ilustrasi pertumbuhan ekonomi. FREEPIK/PIKISUPERSTAR Ilustrasi pertumbuhan ekonomi.

Sementara itu, Apindo menyorot perlunya konsistensi kebijakan untuk mendukung investasi sektor manufaktur, perdagangan, dan konstruksi.

Pernyataan-pernyataan ini menegaskan kebutuhan agar stimulus fiskal dan kebijakan pro-investasi cepat diterjemahkan menjadi realisasi proyek dan penyerapan tenaga kerja.

Dampak bencana Sumatera: skala kerusakan dan proyeksi langsung terhadap pertumbuhan ekonomi

Banjir bandang dan longsor yang melanda Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat pada akhir November–Desember 2025 menimbulkan krisis kemanusiaan dan infrastruktur.

Kepala BNPB Suharyanto melaporkan estimasi awal kebutuhan anggaran pemulihan mencapai Rp 51,82 triliun. Rinciannya, Aceh Rp 25,41 triliun, Sumatera Utara Rp 12,88 triliun, dan Sumatera Barat Rp 13,52 triliun.

BNPB juga mengingatkan angka itu bersifat awal dan dapat berubah seiring pendataan yang terus berlangsung.

Presiden Prabowo Subianto menyatakan upaya pemulihan akan dipercepat, dengan harapan normalitas dapat kembali dalam dua sampai tiga bulan untuk wilayah tertentu. Ini adalah pernyataan yang memberi indikasi skala intervensi fiskal dan logistik yang diperlukan.

Sementara itu, Center of Economic and Law Studies (Celios) memperkirakan kerugian ekonomi akibat banjir dan longsor yang melanda Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat mencapai Rp 68,67 triliun.

Direktur Eksekutif Celios, Bhima Yudhistira Adhinegara, menjelaskan estimasi ini diperoleh dari hasil pemodelan tim Celios menggunakan data per 30 November 2025.

Petugas Kementerian Kehutanan dan Dinas Kehutanan Provinsi Aceh mengambil sampel kayu gelondongan yang terbawa arus luapan Sungai Tamiang, di area pasantren Islam Terpadu Darul Mukhlishin, Desa Tanjung Karang, Aceh Tamiang, Aceh, Jumat (19/12/2025). Kemenhut telah mengirim tim verifikasi dan membentuk tim investigasi gabungan bersama Polri untuk menelusuri asal-usul kayu gelondongan yang ditemukan pascabencana banjir di Sumatera Barat, Sumatera Utara dan Provinsi Aceh. ANTARA FOTO/Irwansyah Putra Petugas Kementerian Kehutanan dan Dinas Kehutanan Provinsi Aceh mengambil sampel kayu gelondongan yang terbawa arus luapan Sungai Tamiang, di area pasantren Islam Terpadu Darul Mukhlishin, Desa Tanjung Karang, Aceh Tamiang, Aceh, Jumat (19/12/2025). Kemenhut telah mengirim tim verifikasi dan membentuk tim investigasi gabungan bersama Polri untuk menelusuri asal-usul kayu gelondongan yang ditemukan pascabencana banjir di Sumatera Barat, Sumatera Utara dan Provinsi Aceh.

Kerugian tersebut mencakup kerusakan rumah penduduk, penurunan pendapatan rumah tangga, kerusakan infrastruktur seperti jalan dan jembatan, serta kehilangan produksi lahan pertanian yang terendam banjir dan longsor.

Secara spesifik, Celios mencatat provinsi yang mengalami kerugian terbesar adalah Aceh dengan Rp 2,2 triliun, kemudian Sumatera Utara sebesar Rp 2,07 triliun, dan Sumatera Barat sebesar Rp 2,01 triliun.

Bhima menyebut, bencana ekologis tersebut dipicu oleh alih fungsi lahan, terutama akibat deforestasi untuk perkebunan sawit dan aktivitas pertambangan.

“Sementara sumbangan dari tambang dan sawit bagi provinsi Aceh, misalnya, tak sebanding dengan kerugian akibat bencana yang ditimbulkan,” ujarnya saat dihubungi Kompas.com, Kamis (11/12/2025).

Celios menghitung 5 jenis kerugian di tiga provinsi tersebut, di antaranya sebagai berikut.

  • Kerusakan rumah: Rp 30 juta per unit
  • Kerusakan jembatan: Rp 1 miliar per jembatan
  • Kehilangan pendapatan keluarga, dihitung dari pendapatan harian rata-rata dikali 20 hari kerja
  • Kehilangan produksi sawah, Rp 6.500 per kg dengan hasil 7 ton per hektare
  • Perbaikan jalan sebesar Rp 100 juta per 1.000 meter

Selain itu, kerugian ekonomi akibat banjir dan longsor di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat tidak hanya merusak infrastruktur dan aktivitas masyarakat, tetapi juga memberikan tekanan signifikan pada beberapa subsektor utama perekonomian.

Total kerugian materi mencapai sekitar Rp 2,2 triliun, yang berasal dari tiga subsektor paling terdampak di tiga provinsi tersebut.

Di Provinsi Aceh, sektor yang menanggung beban terbesar adalah konstruksi, dengan kerugian hampir Rp 1 triliun, diikuti sektor perdagangan besar dan eceran serta pertanian tanaman pangan.

Anggota tim SAR melakukan pencarian korban tanah longsor di Perumahan Matauli, Pandan, Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, Sabtu (6/12/2025).ANTARA FOTO/MUHAMMAD ADIMAJA via BBC INDONESIA Anggota tim SAR melakukan pencarian korban tanah longsor di Perumahan Matauli, Pandan, Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, Sabtu (6/12/2025).

Kondisi serupa juga terjadi di Sumatera Utara, di mana kerusakan konstruksi dan terhentinya aktivitas perdagangan menjadi penyumbang kerugian terbesar.

Sementara di Sumatera Barat, sektor konstruksi kembali menjadi sektor yang paling terpukul, disusul pertanian dan perdagangan.

Bagaimana bencana bisa menekan pertumbuhan ekonomi Indonesia?

Secara mekanis, dampak bencana terhadap pertumbuhan nasional muncul melalui beberapa kanal.

1. Gangguan produksi daerah

Rusaknya infrastruktur transportasi, listrik, dan fasilitas produksi akan menurunkan output sektor pertanian, industri kecil, dan jasa di provinsi terdampak, setidaknya sementara.

Hal ini menekan kontribusi PDB regional yang, jika besar, bisa menurunkan agregat nasional. BNPB mencatat, diestimasikan ribuan rumah dan infrastruktur rusak.

2. Penurunan konsumsi dan investasi setempat

Hilangnya pendapatan rumah tangga (kerusakan aset, kehilangan pekerjaan sementara) akan menekan konsumsi domestik di regional terdampak.

Investasi swasta di kawasan yang terdampak cenderung ditunda sampai kondisi stabil.

3. Beban fiskal tambahan

Kebutuhan rehabilitasi dan rekonstruksi akan menambah tekanan belanja negara/daerah. Jika pembiayaan dipenuhi lewat realokasi anggaran atau pembiayaan non-produk (utang/jaminan), maka ada implikasi terhadap ruang fiskal untuk pengeluaran produktif lain.

BNPB dan pemerintah telah mengajukan kebutuhan awal Rp 51,82 triliun.

Puluhan warga menunggu keluarganya yang diselamatkan tim Search and Rescue (SAR) saat rumah mereka terendam banjir di Lingkungan XVIII, Kelurahan Kampung Baru, Kecamatan Medan Maimun, Kota Medan, Sumatera Utara, Kamis (27/11/2025).KOMPAS.com/CRISTISON SONDANG PANE Puluhan warga menunggu keluarganya yang diselamatkan tim Search and Rescue (SAR) saat rumah mereka terendam banjir di Lingkungan XVIII, Kelurahan Kampung Baru, Kecamatan Medan Maimun, Kota Medan, Sumatera Utara, Kamis (27/11/2025).

4. Gangguan rantai pasok dan ekspor

Apabila sektor primer (pertanian, perkebunan) terganggu, ekspor komoditas tertentu dapat melemah sementara, menekan kontribusi ekspor barang dan jasa yang sempat menjadi pendorong di kuartal II dan III 2025.

Berapa besar dampak bencana di Sumatera terhadap angka pertumbuhan ekonomi 2025?

Estimasi kuantitatif bergantung pada seberapa cepat pemulihan infrastruktur, besaran belanja pemulihan yang efektif, dan apakah stimulus pemulihan akan menggantikan atau menambah aktivitas ekonomi yang hilang.

Lembaga internasional dan ekonom memperkirakan bahwa bencana ini berpotensi menurunkan pertumbuhan agregat kuartal IV 2025 dibandingkan skenario tanpa bencana.

Namun, sebagian dampak dapat diimbangi oleh realisasi belanja sosial, program rekonstruksi yang cepat, dan stimulus fiskal untuk pemulihan.

Untuk angka akhir 2025, konsensus prakiraan lembaga internasional (ADB, Bank Dunia, dan IMF) yang direvisi pada Desember 2025 masih menempatkan proyeksi di sekitar 4,9 sampai 5,0 persen, dengan risiko ke bawah jika pemulihan lebih lambat dari perkiraan.

BI memperkirakan dampak dari bencana banjir dan tanah longsor di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat dapat menurunkan pertumbuhan ekonomi 2025 sebesar 0,017 persen.

Deputi Gubernur BI Aida S Budiman mengatakan, perkiraan tersebut berdasarkan asesmen sementara BI dengan melihat aktivitas ekonomi yang hilang selama 32 hari terakhir akibat bencana tersebut.

"Karena tadi masih perhitungan sementara, (dampak bencana Sumatera) dalam PDB setahun ini perkiraannya baru minus 0,017 persen," ujarnya saat konferensi pers virtual, Rabu (17/12/2025).

Suasana kampung Arman Zebua (25), di Lorong 4, Desa Hutanabolon, Kecamatan Tukka, Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara usai diterjang banjir dan longsor. Dok warga Suasana kampung Arman Zebua (25), di Lorong 4, Desa Hutanabolon, Kecamatan Tukka, Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara usai diterjang banjir dan longsor. 

Namun, dia menjelaskan, untuk menghitung dampak bencana pada perekonomian cukup kompleks karena tidak hanya menghitung dampaknya ke perekonomian tetapi juga ke aspek sosial.

Bahkan dalam menghitung dampak ekonomi pun ada banyak dimensi yang harus diperhatikan, mulai dari nilai aset yang hilang, penurunan produktivitas, tutupnya aktivitas ekonomi, hingga upaya rekonstruksi bencana.

"Dengan memperhatikan hal tersebut, saat ini kami masih dalam tahap berkoordinasi untuk melihat data-data dengan lebih lengkap," ucap Aida.

Sementara itu, Celios menyatakan, secara keseluruhan, bencana alam di Sumatera memutus jalur distribusi, menghambat pergerakan barang, dan menyebabkan aktivitas perdagangan melemah secara drastis.

Tidak hanya itu, masyarakat di wilayah terdampak juga mengalami penurunan konsumsi karena banyak yang kehilangan penghasilan selama periode bencana, sehingga daya beli ikut merosot.

Dampak berantai ini menunjukkan bahwa bencana alam bukan hanya soal kerusakan fisik, tetapi juga memiliki efek domino terhadap stabilitas ekonomi regional.

Bhima menjelaskan, ketika satu daerah terjadi bencana hingga memutuskan transportasi, dampak bukan hanya di provinsi tersebut, namun secara nasional juga mengalami dampak negatif.

Secara nasional, kata dia, terjadi dampak penurunan PDB mencapai Rp 68,67 triliun atau setara dengan 0,29 persen.

Dampak kepada provinsi lainnya terdapat pada arus barang konsumsi maupun kebutuhan industri yang juga melemah, terlebih Sumatera Utara merupakan salah satu simpul industri nasional di Sumatera

Adapun secara regional, ekonomi Aceh akan menyusut sekitar 0,88 persen atau setara Rp 2,04 triliun.

Tag:  #bencana #sumatera #jadi #ujian #akhir #pertumbuhan #ekonomi #2025

KOMENTAR