Mendagri Tito Ungkap Penyebab Perbedaan Data Dana Pemda antara BI dan Kemendagri
- Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian memberikan penjelasan terkait perbedaan data dana mengendap pemerintah daerah (pemda) yang tercatat di Bank Indonesia (BI) dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Berdasarkan data BI, dana pemda yang mengendap di perbankan mencapai Rp 233 triliun per Agustus-September 2025.
Sedangkan Kemendagri mencatatkan jumlah yang lebih kecil, yakni Rp 215 triliun atau lebih rendah Rp 18 triliun dari data bank sentral.
Menurutnya, perbedaan data terjadi bukan karena uang mengendap terlalu lama di perbankan, tetapi karena perbedaan waktu pencatatan.
Sementara dana pemda bersifat dinamis alias bisa berubah sewaktu-waktu seusai pemakaian masing-masing pemda.
"Rp 18 triliunnya sudah terpakai oleh daerah-daerah ini. Jangan salah ya, jumlah daerah itu kan 512 daerah. Ada 38 provinsi, 98 kota, dan 416 kabupaten. Jadi Rp 18 triliun dalam waktu 1 bulan berbeda itu sangat mungkin sekali," ujar Tito saat ditemui di JCC Senayan, Jakarta, Jumat (31/10/2025).
Dia mencontohkan, di Provinsi Jawa Barat, data BI menunjukkan simpanan pemda mencapai Rp 4,1 triliun.
Sementara data Kemendagri hanya sebesar Rp 2,7 triliun. Namun setelah diverifikasi, ternyata Rp 3,8 triliun merupakan milik Pemprov Jawa Barat dan Rp 300 miliar milik Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) seperti rumah sakit dan layanan umum lainnya.
"Jadi otomatis beda karena waktunya berbeda, uangnya sudah terbelanjakan sebagian," kata Tito.
Selain perbedaan waktu pencatatan, Tito juga menyoroti adanya kesalahan input data oleh sejumlah Bank Pembangunan Daerah (BPD).
Akibatnya, beberapa daerah tercatat memiliki saldo kas yang jauh lebih besar dari kenyataan.
Misalnya di Kota Banjarbaru, Kalimantan Selatan, laporan BI mencatat saldo Rp 5,1 triliun.
Padahal, kata Tito, APBD Banjarbaru hanya sekitar Rp 1,6 triliun, dengan sisa kas Rp 800 miliar.
Setelah ditelusuri, ternyata BPD Kalimantan Selatan (Kalsel) keliru mencatatkan dana milik Provinsi Kalimantan Selatan sebagai milik Kota Banjarbaru.
Kesalahan serupa juga dialami pada pencatatan dana Kabupaten Telawut, Sulawesi Utara.
BI mencatat saldo Rp 2,6 triliun, padahal APBD daerah tersebut hanya Rp 800 miliar dengan sisa kas Rp 62 miliar.
Setelah diperiksa, BPD Kalimantan Tengah (Kalteng) ternyata salah mencatat sehingga dana milik Kabupaten Barito Utara masuk sebagai saldo milik Telawut.
"Kenapa bisa terjadi perbedaan ini? Setelah kita cek, rupanya kesalahan dari BPD Kalteng. Kenapa? Karena Kalteng ini meng-input kode daerah Telawut ke dalam pelaporan rekening BI yang punya kode daerah sendiri juga. BI ini punya kode rekening 4 angka. Di daerah punya kode daerah dari Kemendagri, 4 angka juga. Ini salah input," jelasnya.
Sebelumnya diberitakan, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mempertanyakan soal beda jumlah anggaran daerah yang tersimpan di perbankan berdasarkan data daerah dan data dari BI.
Pasalnya, terdapat selisih dana sebesar Rp 18 triliun pada dua sumber catatan tersebut.
Purbaya bilang, jika ada selisih Rp 18 triliun, mengapa hal itu tidak terdokumentasikan. Dia pun menduga ada pencatatan yang kurang teliti dalam sistem administrasi keuangan daerah.
"Tadi Pak Tito bilang bedanya dengan catatan Rp 18 triliun ya Pak ya, kalau dari kas daerah. Itu saya jadi bertanya-tanya, Rp 18 triliun itu kemana? Karena kalau bank sentral pasti ngikut, itu dari bank-bank di seluruh Indonesia termasuk di BI, segitu tercatat," jelas Purbaya dalam rapat pengendalian inflasi daerah di Jakarta, dilansir YouTube Kemendagri, Selasa (21/10/2025).
"Kalau di pemerintah kurang Rp 18 triliun, mungkin pemerintahnya kurang teliti itu yang penulisnya. Kalau BI itu pasti sudah di sistem semuanya, jadi itu mesti diinvestigasi itu kemana, yang selisih Rp 18 triliun itu," tegasnya.
Tag: #mendagri #tito #ungkap #penyebab #perbedaan #data #dana #pemda #antara #kemendagri