



Sajak: Sotabar
Sotabar
Di Sotabar seakan tak ada getar
Yang membuat aku kembali remaja
Hujan tempias, ojhan tampes, tahun 1062 menjulang
Menjadi ingatan sejarah
Puisi-puisi berhamburan ditabur awan
Untaian kalimat segar
Bagai madu di balik bibir perawan
Kesimpulan,
Yang tidak mencari tidak akan menemu harumnya bulan
Ternyata segenggam pasir di pantai Sotabar
Menjadi bahan renungan di hotel berbintang
Membaca Pantai
Di Talangsiring bulan muncul
Masih separuh wajah
Kita menunggu bisik ombak
Yang diterjemahkan para nelayan
Untuk menyempurnakan purnama
Bintang Kejora
Kedipan bintang itu
Yang membuat puisi
Tersesat ke jalan yang benar
Soto
Tambahkan sedikit sambal,
kata orang bijak itu,
Agar kamu menemukan hati seorang tua
Yang jemarinya handal
Menyulap daging ayam
Menjadi puisi tanpa bahasa
Keppo, nama yang tak kucatat
Tapi ada yang senantiasa
Sinar
Ada orang mencoba percaya kepada sinar
Tapi sinar sendiri tak mau jadi sumber pedoman
Sinar sendiri hanya berbisik, terus berbisik
Tapi sedikit yang mau mendengar
Daun kelor bertangkai-tangkai
Menghadapi kemarau panjang
Mereka tak punya persiapan
Kecuali merasa dirinya bagian dari kasih alam
Karena itu ia tidak khawatir
Menghadapi gagahnya takdir
Sesekali cahaya tampak sejalin meniti nasib
Menguji kita tanpa kelindan
Sesekali yang tampak di mata
Tak selalu bisa diukir
Tak selalu bisa mengalir seperti air
Semua bisa jelas dalam desiran zikir
---
D. ZAWAWI IMRON, Penyair dan budayawan Madura