Bos AWS: Tak Ada AI Bubble di Indonesia, Malah Harus Tambah Investasi
Ringkasan berita:
- Country Manager AWS Indonesia, Anthony Amni menyebut belum ada tanda-tanda adanya ancaman AI bubble di Indonesia untuk saat ini.
- AWS justru mendorong investasi AI Indonesia lebih besar, termasuk pengembangan frontier model lokal lewat Nova Forge agar lebih relevan secara budaya dan bahasa.
- Anthony Amni mengatakan kekhawatiran soal AI bubble belum relevan di Indonesia karena pemanfaatan AI masih bertumbuh sehat dan tidak bersifat gimmick.
- Belakangan, analis global mulai memperingatkan tanda-tanda gelembung ekonomi di industri AI alias “AI bubble”. Namun, perusahaan cloud Amazon Web Services (AWS) justru melihat kondisi yang berbeda di Indonesia.
Country Manager AWS Indonesia, Anthony Amni, menegaskan bahwa pasar Indonesia masih jauh dari kategori gelembung ekonomi AI, setidaknya untuk saat ini.
Sebaliknya, ia menilai Indonesia justru masih bisa menambah investasinya di bidang AI dan perlu mendorong kemampuan membangun model AI kelas dunia.
“Saya tidak melihat ada AI bubble di Indonesia. Karena semua use case yang dibangun menyentuh masalah nyata dan dampaknya jelas bagi bisnis, bukan sekadar gimmick,” kata Anthony.
Pernyataan itu Anthony sampaikan dalam wawancara eksklusif bersama jurnalis KOMPAS.com Galuh Putri Riyanto di sela-sela gelaran AWS re:Invent 2025 di Las Vegas, Nevada, AS pada 1-5 Desember.
AI bubble di sini bisa diartikan sebagai istilah di mana tren AI lagi sedang berada di puncak, semua orang bicara soal AI, perusahaan berlomba pakai AI, investor menggelontorkan uang besar, tapi perkembangan atau profitnya belum tentu secepat atau sebesar yang dibayangkan.
Use case di Indonesia nyata
Anthony Amni, Country Manager AWS Indonesia, berbicara soal adopsi AI di Indonesia yang ebrgerak cepat karena harganya sudah kayak kacang goreng alias murah.Menurut Anthony, perusahaan-perusahaan Indonesia menggunakan AI untuk kebutuhan yang konkret, mulai dari efisiensi operasional, pemrosesan dokumen, analisis insiden, sampai meningkatkan layanan pelanggan.
“Use case yang dibangun itu membumi dan langsung berhubungan dengan real business impact,” ujar Anthony.
Beberapa contohnya, misalnya, di Jawa Barat, misalnya, Diskominfo dan Jabar Digital Service menjalankan aplikasi Sapawarga dan Pikobar di atas AWS. Dengan layanan seperti Amazon EKS, SQS, dan CloudFront, sistem ini mampu menangani kebutuhan publik secara real time dan tetap stabil saat trafik melonjak.
Di Bali, Diskominfo mengadopsi Amazon Rekognition dan DynamoDB untuk sistem absensi dan evaluasi kinerja lebih dari 19.000 ASN, sekaligus menjalankan sejumlah layanan penting, seperti sensus digital.
Contoh lain, aplikasi kesehatan digital populer Halodoc mengadopsi Amazon Bedrock dan model Nova Pro untuk mengotomatisasi proses klaim asuransi, mulai dari ekstraksi data hingga validasi fraud. Langkah ini diklaim memangkas waktu proses klaim hingga 50 persen dan meningkatkan produktivitas staf lebih dari 40 persen.
Telkomsel juga memanfaatkan GenAI untuk analisis insiden lewat "Celyna". Sistem ini dibangun di atas Amazon Bedrock ini dirancang untuk meningkatkan efisiensi operasional dan mengurangi waktu respons insiden. Menurut AWS, Celyna menghasilkan percepatan analisis dan penyelesaian insiden hingga 83 persen.
Tambah investasi AI
AWS juga memperkenalkan layanan baru bernama Nova Forge. Layanan ini memungkinkan perusahaan membangun model frontier mereka sendiri berbasis model Nova milik AWS.
Yang menarik, Anthony menilai kondisi di Indonesia saat ini berada di arah sebaliknya dari bubble. Ia mengatakan bahwa Indonesia justru perlu memperbanyak investasi di sektor riset dan pengembangan model-model AI lokal.
“Saya pikir dengan hadirnya Nova Forge hari ini, sekarang membangun frontier model itu tidak pernah semudah ini. Mungkin sudah saatnya Indonesia mulai membuat frontier model kita sendiri,” kata Anthony.
Ia merujuk pada upaya Singapura dengan model SeaLion dan Thailand dengan model Typhoon, dua model regional yang dibangun di atas AWS dan kini menjadi rujukan nasional masing-masing negara.
Dengan punya frontier model sendiri (model AI kelas dunia yang paling maju di satu era dan jadi “otak inti” AI generasi berikutnya), AI bisa jauh lebih akurat dan relevan bagi masyarakat.
Contohnya, model SeaLion di Singapura paham Singlish sekaligus konteks budaya Singapura. Sementara model Typhoon di Thailand paham bahasa Thailand dan idiom lokal secara mendalam.
Harga AI makin “kayak kacang goreng”
CEO AWS Matt Garman mengumumkan pembaruan untuk Amazon Nova dalam sesi acara opening keynote ajang tahunan AWS re:Invent 2025 di Las Vegas, Nevada, AS, Selasa (2/12/2025) waktu setempat.
Dalam kesempatan yan sama, Anthony juga menyinggung soal Indoonesia yang mengadopsi AI dengan cepat. Salah satu pendorong utamanya adalah biaya penggunaan model AI yang kini makin murah berkat teknologi komputasi baru yang lebih efisien, setidaknya milik AWS.
Anthony menjelaskan, kemampuan menekan biaya ini datang dari kombinasi chip yang lebih efisien, banyaknya model open-source di Amazon Bedrock, serta fleksibilitas perusahaan untuk “mix and match” model sesuai kebutuhan.
“Dengan teknologi seperti Trainium 3 dan pilihan model yang semakin banyak, harga AI sekarang kayak "kacang goreng". Artinya, semua orang bisa pakai, bukan cuma perusahaan besar,” kata Anthony.
Bos AWS Indonesia ini melanjutkan, penurunan biaya ini tidak lepas dari kehadiran AWS Trainium 3, chip AI generasi baru yang dirancang khusus untuk melatih model AI (training) dengan biaya jauh lebih rendah dan efisiensi energi lebih tinggi.
Dengan chip ini, perusahaan AI, termasuk startup, bisa melatih model jauh lebih cepat dengan biaya relatif lebih rendah.
Menurut Anthony, turunnya biaya membuat penggunaan AI tidak lagi terbatas di level perusahaan besar. AWS melihat adopsi awal AI banyak digunakan oleh developer, tim IT operations, serta sektor dengan beban operasional besar seperti telko, banking, dan retail. Namun, adopsi juga mulai merambah UMKM dan pelajar.
Terakhir, pria lulusan Purdue University dengan gelar sarjana Manajemen Industri dan MBA ini juga mengungkap fokus perusahaan di Indonesia untuk tahun depan.
Anthony menyebut, pelatihan talenta digital akan menjadi prioritas, mulai dari kurikulum berbasis cloud dan AI di sekolah hingga sertifikasi bagi tenaga profesional.
AWS menargetkan lebih banyak konten pelatihan lokal agar talenta Indonesia tidak tertinggal perkembangan teknologi global.
"Sejauh ini sejak 2017 hingga sekarang, kami sudah melatih lebih dari 1 juta talenta. Jadi enggak cuman jualan, kami juga mau berkontribusi untuk Indnesia," lanjut Anthony.