Nvidia Catat Rekor Pendapatan meski Tak Bisa Jual Chip AI ke China
– Nvidia mencetak pendapatan kuartal ketiga yang memecahkan rekor, yakni sebesar 57 miliar dollar AS (sekitar Rp 889,2 triliun), naik sekitar 62 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Di saat yang sama, perusahaan ini menghadapi pembatasan ekspor ke pasar China yang signifikan.
Hasil tersebut menunjukkan bahwa meskipun akses Nvidia ke pasar China dibatasi, termasuk larangan penjualan chip seri Blackwell dan B30A ke China akibat pembatasan ekspor AS, perusahaan tetap mampu menumbuhkan bisnisnya secara global melalui segmen pusat data (data center) dan server AI.
Dalam panggilan pendapatan kuartal-III 2025, Nvidia melaporkan bahwa pendapatan dari segmen pusat data mencapai 51,2 miliar dollar AS (sekitar Rp 798,72 triliun), melampaui ekspektasi pasar dan menjadi pendorong utama pertumbuhan.
Sementara itu, faktor yang menghambat adalah pasar China, di mana penjualan Nvidia di China dan Hong Kong dilaporkan turun hingga 63 persen menjadi hanya sekitar 3 miliar dollar AS saja dalam periode yang sama.
Ekspor chip Nvidia ke China telah dibatasi oleh regulasi AS yang melarang sebagian besar chip AI maju dibeli oleh perusahaan China.
Meskipun demikian, Nvidia menyatakan tetap berkomitmen menjalin hubungan dengan pemerintah AS dan China, serta terus mencari celah regulasi agar tetap bisa masuk ke pasar China dengan produk yang sesuai aturan.
CEO Nvidia Jensen Huang mengaku akan memilih jurusan ilmu fisika jika kembali menjadi mahasiswa di era sekarang. Apa alasannya?
Strategi penggerak pendapatan
Chief Executive Officer Nvidia, Jensen Huang, mengatakan bahwa tumbuhnya bisnis AI, percepatan adopsi “accelerated computing”, serta model-model AI generatif membuat demand chip Nvidia tetap sangat tinggi.
“Penjualan (chip) Blackwell melonjak tajam, dan GPU cloud habis terjual,” kata Huang dalam laporan keuangan kuartal ketiga perusahaan.
"Permintaan komputasi terus meningkat dan berlipat ganda di bidang pelatihan dan inferensi. Kami telah memasuki siklus positif AI. Ekosistem AI berkembang dengan cepat, dengan lebih banyak pembuat model dasar baru, lebih banyak startup AI, di lebih banyak industri, dan di lebih banyak negara. AI ada di mana-mana, melakukan segala hal, sekaligus,” imbuhnya.
Sementara CFO Nvidia, Colette Kress yang menyatakan bahwa bisnis pusat data perusahaan didorong oleh percepatan komputasi, model AI yang kuat, dan aplikasi berbasis agen.
“Permintaan ini mencakup semua pasar, penyedia layanan cloud (CSP), entitas pemerintah, perusahaan modern, dan pusat komputasi super, serta mencakup beberapa proyek pembangunan berskala besar,” kata Kress.
Analis memandang hasil ini sebagai bukti bahwa bonanza AI belum usai, meski ada kekhawatiran gelembung valuasi di sektor teknologi.
Meskipun kinerja global kuat, Nvidia tidak menutup mata terhadap risiko yang muncul dari China. Karena pembatasan ekspor, perusahaan diperkirakan kehilangan potensi pasar yang sangat besar, dengan estimasi peluang pasar China hingga 50 miliar dollar AS (sekitar Rp 780 triliun) jika pembatasan dicabut.
Selain itu, muncul tekanan kompetitif dari pembuat chip domestik China yang bangkit semakin cepat karena dorongan pemerintah lokal.
Tag: #nvidia #catat #rekor #pendapatan #meski #bisa #jual #chip #china