Calon PM Jepang Ucap Slogan 'Kerja Kerja Kerja', Kini Dituntut Minta Maaf
Sanae Takaichi, calon PM Jepang yang baru. (Instagram)
15:56
9 Oktober 2025

Calon PM Jepang Ucap Slogan 'Kerja Kerja Kerja', Kini Dituntut Minta Maaf

Baca 10 detik
  • Sanae Takaichi menuai kritik karena slogan "kerja, kerja, kerja" dianggap menyinggung korban budaya kerja berlebihan di Jepang.

  • Ia menjadi sorotan publik setelah terpilih sebagai presiden Partai Demokrat Liberal.

  • Keluarga korban "Karoshi" menuntut Takaichi meminta maaf.

Calon Perdana Menteri Jepang Sanae Takaichi menarik perhatian mengingat ia merupakan kandidat kuat PM wanita pertama di Negeri Sakura. Sebelum menjabat sebagai kepala pemerintahan, Sanae Takaichi menuai kontroversi akibat ucapan "kerja kerja kerja" pada pidatonya.

Sekelompok pengacara yang mewakili korban "Karoshi," atau kematian akibat terlalu banyak bekerja mengkritik keras pernyataan Sanae Takaichi.

Sebagai informasi, Sanae Takaichi berada di jalur yang tepat untuk mengukir sejarah sebagai perdana menteri wanita pertama Jepang, setelah memenangkan pemilihan presiden Partai Demokrat Liberal yang berkuasa pada upaya ketiganya.

Ia memperluas dukungannya di kalangan konservatif dengan mengadopsi arah kebijakan mendiang Perdana Menteri Shinzo Abe.

Namun, sikapnya yang agresif terkadang menimbulkan kontroversi.

Meski ramai mendapat pencitraan positif, namun kabar mengenai Sanae Takaichi sempat viral dan menjadi bahan candaan netizen Indonesia.

Sanae Takaichi diketahui menyukai musik metal, hobi motoran, dan terekam berpidato "kerja, kerja, kerja".

Ketiga hal tersebut membuat Sanae Takaichi dinilai mirip mantan Presiden RI Jokowi.

Pernyataan "kerja, kerja, kerja" turut memancing berbagai kritikan publik.

"Saya meninggalkan istilah 'keseimbangan kerja-hidup'. Saya akan bekerja, bekerja, bekerja, bekerja, dan terus bekerja," teriak Sanae Takaichi dalam pidatonya yang berapi-api.

Sekelompok pengacara mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa komentarnya tidak membantu bagi negara yang memiliki budaya jam kerja yang panjang dan berlebihan.

Mengutip Mainichi Japan dan Nippon, pernyataan kontroversial Takaichi muncul tak lama setelah ia terpilih sebagai presiden Partai Demokrat Liberal pada Sabtu (4/10/2025), mengalahkan Menteri Pertanian Shinjiro Koizumi dalam pemilihan putaran kedua.

Jepang telah berjuang melawan kekurangan tenaga kerja di berbagai sektor, terutama karena menurunnya angka kelahiran.

Takaichi, seorang anggota parlemen konservatif yang gigih, menggarisbawahi perlunya pembaruan partai, karena dukungan pemilih untuk LDP belum pulih dari berbagai skandal dan faktor lain.

Ia berkata kepada sesama anggota parlemen, "Saya akan meminta semua orang bekerja keras."

Dalam mendesak Takaichi untuk mencabut komentar "mengerikan" tersebut, publik mengkritiknya karena mencoba menggagalkan upaya pemerintah baru-baru ini untuk menciptakan lingkungan kerja sehat dan menghidupkan kembali mentalitas yang sudah ketinggalan zaman.

Sekelompok pengacara lokal dan perwakilan keluarga korban "Karoshi" di Jepang sekarang menuntut permintaan maaf Sanae Takaichi.

Keluarga yang ditinggalkan seorang mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri dan Komunikasi yang meninggal pada tahun 2014 dan kemudian diketahui sebagai korban kerja berlebihan menyatakan kemarahan dan menuntut permintaan maaf dari Takaichi.

"Kami sangat marah. Dia tidak mengerti perasaan orang-orang yang kehilangan anggota keluarga karena terlalu banyak bekerja. Dia seharusnya meminta maaf," kata keluarga dalam pernyataan terpisah.

Sebagai referensi, Karoshi muncul dari budaya kerja di Jepang yang sangat menghargai etos kerja tinggi, loyalitas terhadap perusahaan, dan jam kerja yang panjang.

Karoshi paling sering mengakibatkan kematian atau kecacatan akibat penyakit yang berhubungan dengan sistem peredaran darah, seperti serangan jantung, stroke, dan hipertensi kronis.

Kurang tidur, stres berat, dan kurangnya istirahat berkontribusi besar pada komplikasi ini.

Editor: Yasinta Rahmawati

Tag:  #calon #jepang #ucap #slogan #kerja #kerja #kerja #kini #dituntut #minta #maaf

KOMENTAR