Jadi Topik Panas di Debat Cawapres, Seberapa Besar Peranan Nikel di Komponen Baterai EV?
Ilustrasi: Sel baterai kendaraan listrik. (RianAlfianto/JawaPos.com).
14:24
22 Januari 2024

Jadi Topik Panas di Debat Cawapres, Seberapa Besar Peranan Nikel di Komponen Baterai EV?

Debat Calon Wakil Presiden (Cawapres) yang digelar pada Minggu (21/1) memunculkan bahasan seru terkait nikel dan LFP atau lithium ferro-phosphate. Kedua istilah tersebut mengemuka dari panggung debat cawapres tadi malam.

Dalam debat tersebut, Cawapres nomor urut 2 Gibran Rakabuming Raka sempat bertanya kepada Cak Imin tentang lithium ferro-phosphate (LFP) yang sering disinggung oleh Co-Captain Timnas Amin Thomas Lembong. Pertanyaan tersebut menyusul sikap Timnas Amin yang sebelumnya pernah menyampaikan kritik terkait kebijakan hilirisasi nikel yang dinilai membuat pasar justru mencari bahan baku lain.   "Gus Muhaimin, paslon nomor 1 dan tim suksesnya ini sering menggaungkan lithium ferro-phosphate, LFP, saya enggak tahu pasangan nomor 1 ini anti nikel atau bagimana?" kata Gibran.  

  Lalu, apa itu nikel dan mengapa menjadi penting untuk baterai kendaraan listrik atau Electric Vehicle (EV)?   Bahasan terkait nikel sendiri muncul manakala EV mulai jadi tren. Inti dari perjalanan ini adalah baterai lithium-ion, sumber kehidupan yang menjadi bahan bakar alternatif transportasi yang digadang-gadang ramah lingkungan itu.    Baterai ini memberi daya pada kendaraan listrik dan merupakan komponen penting dalam berbagai teknologi modern. Di antara bahan utama baterai lithium-ion, nikel menonjol karena sifatnya yang unik. Kepadatan energi dan retensi kapasitasnya menjadikannya penting dalam pembuatan baterai kendaraan listrik.  

  Hal ini membuat permintaan nikel dalam pembuatan baterai kendaraan listrik mengalami peningkatan, mengingat lonjakan produksi kendaraan listrik di seluruh dunia, sehingga memperjelas peran nikel yang sangat diperlukan dalam industri ini. Termasuk juga di Indonesia dan upaya hilirisasi yang terus digaungkan pemerintah.   Dilansir dari Innovation News Network, nikel memegang peranan penting dalam proses menentukan efektivitas baterai yang digunakan untuk kendaraan listrik. Nikel, jika dimurnikan dan dicampur dengan tepat, akan meningkatkan sifat komponen baterai dengan meningkatkan kepadatan energinya.   Dalam bidang teknologi baterai, terdapat korelasi langsung antara konsentrasi logam transisi ini dan kepadatan energi, dengan peningkatan jumlah yang akan meningkatkan kinerja.  

  Kepadatan energi yang unggul ini secara langsung diterjemahkan ke dalam peningkatan parameter kinerja seperti jangkauan berkendara yang lebih luas dan masa pakai baterai yang lebih lama untuk kendaraan listrik.   Baterai lithium-ion, dengan kepadatan energinya yang tinggi dan masa pakai yang panjang, telah merevolusi teknologi modern, memainkan peran yang sangat diperlukan dalam perkembangan kendaraan listrik dan perangkat elektronik portabel.   Fitur mendasar seperti daya tahan baterai dan efisiensi pengisian daya mendorong kemajuan ini. Umur panjang baterai mengacu pada kemampuan baterai untuk mempertahankan kinerjanya sepanjang waktu tanpa penurunan signifikan atau perlu penggantian. Disitulah nikel memegang peranan penting, menentukan kepadatan pada komponen baterai.  

  Sayangnya, nikel bukan material logam yang ramah lingkungan dari mulai pencariannya, pengolahannya, penggunaannya sampai habis massa pakainya. Untuk mengatasi tantangan terkait pengadaan nikel, inisiatif daur ulang yang ekstensif telah dilakukan untuk memulihkan nikel dari baterai bekas secara efisien sekaligus meminimalkan dampak buruk terhadap lingkungan.   Meskipun ada upaya-upaya ini, permintaan akan logam berharga ini terus melebihi pasokan karena pesatnya pertumbuhan produksi kendaraan listrik. Penelitian sedang dilakukan mengenai potensi pengganti nikel yang dapat mempertahankan kepadatan energi yang tinggi tanpa mengurangi efisiensi atau keterjangkauan.   Lalu, bisakah peranan nikel digantikan? Mungkinkah baterai kendaraan listrik dibuat tanpa nikel? Jawabannya mungkin. Saat ini sudah ada alternatif lain yang bisa menggantikan nikel yakni LFP seperti sudah disinggung di atas.   

  Mengutip laman resmi MIT, saat ini para peneliti, ilmuwan juga sedang mengembangkan bahan baku baterai yang lebih ramah lingkungan lagi, bebas material kobalt, nikel dan logam berat lainnya. Para ahli kimia di MIT sedang mengembangkan katoda baterai berdasarkan bahan organik, yang dapat mengurangi ketergantungan industri kendaraan listrik pada logam langka.   Peneliti MIT kini telah merancang bahan baterai yang dapat menawarkan cara yang lebih berkelanjutan untuk menggerakkan mobil listrik. Baterai litium-ion baru dilengkapi katoda yang berbahan dasar bahan organik, bukan kobalt atau nikel (logam lain yang sering digunakan dalam baterai litium-ion).   Dalam sebuah studi baru, para peneliti menunjukkan bahwa bahan ini, yang dapat diproduksi dengan biaya jauh lebih rendah dibandingkan baterai yang mengandung kobalt, dapat menghantarkan listrik dengan kecepatan yang sama seperti baterai kobalt. Baterai baru ini juga memiliki kapasitas penyimpanan yang sebanding dan dapat diisi lebih cepat dibandingkan baterai kobalt, para peneliti melaporkan.  

  “Saya pikir bahan ini dapat memberikan dampak besar karena bekerja dengan sangat baik. Hal ini sudah kompetitif dengan teknologi yang sudah ada, dan dapat menghemat banyak biaya serta masalah lingkungan yang terkait dengan penambangan logam yang saat ini digunakan untuk membuat baterai," kata Mircea Dinca, Profesor Energi WM Keck di MIT.   Sebagian besar mobil listrik ditenagai oleh baterai litium-ion, sejenis baterai yang diisi ulang ketika ion litium mengalir dari elektroda bermuatan positif, yang disebut katoda, ke elektroda negatif, yang disebut anoda. Pada sebagian besar baterai litium-ion, katodanya mengandung kobalt, logam yang menawarkan stabilitas dan kepadatan energi tinggi.   Namun, kobalt mempunyai kelemahan yang signifikan. Logam ini tergolong langka, harganya dapat berfluktuasi secara dramatis, dan sebagian besar cadangan kobalt dunia berlokasi di negara-negara yang secara politik tidak stabil. Ekstraksi kobalt menciptakan kondisi kerja yang berbahaya dan menghasilkan limbah beracun yang mencemari tanah, udara, dan air di sekitar tambang.

Editor: Banu Adikara

Tag:  #jadi #topik #panas #debat #cawapres #seberapa #besar #peranan #nikel #komponen #baterai

KOMENTAR