Mabes TNI Belum Terima Permintaan Resmi KPK Bahas Putusan MK Soal Kewenangan Usut Korupsi di Militer
Namun, Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Mayjen Hariyanto mengatakan TNI siap mendukung sesuai tugas pokok dan fungsi TNI dalam mendukung penegakan hukum yang adil dan transparan.
"Mabes TNI belum menerima permintaan resmi dari pihak KPK terkait rencana pertemuan atau pembahasan lebih lanjut mengenai putusan MK," kata Hariyanto saat dihubungi Tribunnews.com pada Minggu (1/12/2024).
"Jika memang ada komunikasi atau koordinasi yang diperlukan, TNI siap mendukung sesuai dengan tugas pokok dan fungsi TNI dalam mendukung penegakan hukum yang adil dan transparan," sambungnya.
Hariyanto juga menegaskan TNI selalu mengikuti arahan pemerintah termasuk Menteri Pertahanan jika pembahasan soal putusan MK terbaru itu diperlukan secara terkoordinasi.
TNI, tegasnya, siap melaksanakan sesuai mekanisme yang ditetapkan.
"Prinsipnya, TNI berkomitmen untuk mendukung setiap langkah yang bertujuan menjaga stabilitas dan kedaulatan negara," ungkapnya.
Diberitakan sebelumnya, KPK menyatakan segera berkoordinasi dengan Menteri Pertahanan Letjen TNI (Purn) Sjafrie Sjamsoeddin serta Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto pasca-putusan MK yang menyatakan KPK berwenang mengusut kasus korupsi di ranah militer sepanjang perkara tersebut dimulai pertama kali oleh KPK.
Ia mengatakan hal yang akan dibahas di antaranya adalah soal tindaklanjut putusan MK tersebut secara teknis.
"KPK dengan adanya putusan MK akan melakukan koordinasi dengan Menhan juga Panglima TNI untuk menindaklanjuti secara lebih teknis pengaturan pelaksanaannya," kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dalam keterangannya pada Jumat (29/11/2024).
Ia mengatakan putusan MK tersebut telah menguatkan dan menegaskan kewenangan KPK untuk melakukan proses hukum terhadap perkara koneksitas yang dari awal pengungkapannya dilakukan oleh KPK.
Dia juga menyatakan KPK mengapresiasi pemaknaan baru MK terhadap Pasal 42 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK (UU 30/2002) dimaksud.
Pasal 42 UU 30/2002 semula hanya berbunyi, “KPK berwenang mengoordinasikan dan mengendalikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang dilakukan bersama-sama oleh orang yang tunduk pada peradilan militer dan peradilan umum.”
MK dalam putusannya menyatakan pasal tersebut bertentangan secara bersyarat dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 sehingga ditambahkan frasa penegasan pada bagian akhir yang berbunyi, “Sepanjang perkara dimaksud proses penegakan hukumnya ditangani sejak awal atau dimulai/ditemukan oleh KPK.”
"KPK dalam uji materi tersebut bertindak dan menjadi pihak Terkait, yang mendukung dan memberikan fakta kendala penegakan hukum terhadap perkara korupsi yang melibatkan subjek hukum sipil bersama subjek hukum anggota TNI," kata Ghufron.
Selama ini, kata Ghufron, walaupun telah ada Pasal 42 UU KPK tersebut, tetapi dalam pelaksanaannya jika subjek hukum terdiri dari sipil dan TNI, maka perkaranya dipisah di mana pihak sipil ditangani KPK, dan pihak TNI disidang dalam peradilan militer.
"Kondisi ini mengakibatkan potensi disparitas bisa terjadi. Juga peradilan tidak efektif dan efisien," kata dia.
Tag: #mabes #belum #terima #permintaan #resmi #bahas #putusan #soal #kewenangan #usut #korupsi #militer