Apa yang Ditawarkan PAN ke Jokowi dan Gibran untuk Bergabung?
Terbaru, Partai Amanat Nasional (PAN) juga menegaskan Jokowi dan Gibran kini adalah keuarga PAN.
"Jadi Pak Jokowi, Mas Gibran enggak usah repot-repot lah. Kan sudah berkali-kali (disampaikan), keluarga Pak Jokowi keluarga PAN, PAN keluarganya Pak Jokowi. Jadi sudah jelas," ujar Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan di Kantor DPP PAN, Jakarta Selatan, Selasa (23/4/2024).
"Enggak usah kesana-kemari. Ngapain. Sudah ada rumahnya, namanya Partai Amanat Nasional," tegasnya.
Apa yang Ditawarkan PAN?
Pengamat Politik Ray Rangkuti mengatakan kalau sekadar masuk dan bergabung dengan PAN tentu saja tidak ada ganjalan apapun.
"Jangankan Jokowi, seluruh warga negara juga dapat masuk ke PAN selama tidak ada aturan yang dilanggar," ujar Ray ketika dikonfirmasi.
Masalahnya, kata dia, bukan masuknya tapi posisi apa kiranya yang akan ditawarkan oleh PAN kepada Jokowi dan Gibran?
"Kalau anggota biasa, tentu semua partai juga terbuka untuk menerima Jokowi dan anaknya," katanya.
Artinya, menurut dia, Jokowi dan keluarganya tentu akan memilih partai yang memberikan posisi penting bagi mereka.
"Jika PAN tidak menjanjikan posisi strategis, jelas Jokowi dan keluarganya akan menolak tawaran itu," ujarnya.
Kritik Koalisi Perubahan
Ray Rangkuti jua menyoroti suasana perpolitikan setelah penetapan hasil Pilpres oleh KPU (24 April 2024) kemarin dimana banyak pesan bersileweran agar ada penghormatan kepada pemenang.
"Iimbauan seperti ini sudah jamak kita dengar. Tentu saja, hal ini baik saja," ujarnya.
Hanya saja, menurut dia, seiring dengan himbauan untuk menghormati pemenang itu, maka sikap kritis seperti ditepikan.
"Ada pencuatan nuansa sikap bahwa penghormatan itu salah satunya ditunjukan dengan tidak bersikap kritis pada laku atau tindakan sang pemenang. Padahal, ada langkah-langkah yang dilakukan sang pemenang yang justru mengabaikan keadaban demokrasi," ujarnya.
Maka dalam hal ini, Ray mengatakan imbauan juga semestinya kita sampaikan kepada pemenang agar menghormati mereka yang tidak memilih sang pemenang.
Penghormatan itu ditunjukan dengan dua cara :
1. Menghormati pilihan masyarakat yang tidak memilihnya dengan berada di luar kekuasaan koalisinya. Senyatanya, yang memilih pasangan Prabowo-Gibran adalah 58 persen. Selaiannya yakni 42% menyatakan tidak memilihnya.
Artinya, mereka memilih untuk berseberangah dengan pemerintahan Prabowo-Gibran.
Alias berada di posisi oposisi. Di sinilah pentingnya sang pemenang menghormati pilihan 42% rakyat itu. Jangan menarik-nariknya ke dalam koalisi dalam bentuk penjatahan kabinet dan sebagainya.
2. Seturut dengan itu, sebaiknya Prabowo-Gibran tidak lagi mengajak atau merayu partai-partai yang di luar koalisinya. Sebab jelas mandat yang diberikan oleh rakyat kepada mereka tidak untuk ditawar-tawarkan dengan kursi kabinet atau tawaran kekuasaan lainnya.
Atas nama apapun. Sebab membiarkan partai-partai ini berada di luar pemerintahan adalah sumbangan besar bagi membangun dan mengelola tradisi demokrasi yang sehat.
Pun juga begitu, partai-partai yang tidak mengusung Prabowo-Gibran sudah semestinya menjaga amanah pemilihnya dengan tidak bergabung dengan koalisi Prabowo-Gibran.
Jika akhirnya mereka bergabung juga, sebaiknya disampaikan hal ini sebelum pilpres berlangsung. Khususnya 3 partai politik yang mengusung perubahan.
Partai-partai ini sama sekali tidak memiliki dasar moral dan lainnya untuk bergabung ke koalisi Prabowo-Gibran. Mereka juga harus menghormati suara rakyat yang memilih mereka. Bukan hanya menghormati pemenang saja.
Menurut Ray lagipula apa lagi yang dikhawatirkan oleh pasangan Prabowo-Gibran.
"Dengan kemenangan 58%, berlangsung dalam satu putaran seperti tidak memiliki kekuatan bagi pengelolaan kekuasaan. Padahal, di segi lain, pencapaian angka ini dibanggakan sebagai kepercayaan penuh rakyat pada mereka. Jika begitu, dengan kekuatan besar rakyat pemilih, apa yang membuat mereka gamang dalam mengelola pemerintahan," ujarnya.
Dengan kemenangan 58%, Ray mengatakan apa yang membuat pasangan Prabowo-Gibran tidak percaya diri mengelola kekuasaan.
"Dalam hal ini, pemenang juga sudah semestinya move on. Move on dari rasa masih bersaing. Pemilu sudah selesai. Prabowo-Gibran sudah mendapat 58% suara. Saatnya move on: yang memang berkuasa, yang kalah beroposisi," ujarnya.