Gereja Ayam di Bukit Rhema: Dari Doa Sunyi hingga Simbol Toleransi
Gereja Ayam di Bukit Rhema(KOMPAS.COM /KIKI SAFITRI)
11:26
21 Desember 2025

Gereja Ayam di Bukit Rhema: Dari Doa Sunyi hingga Simbol Toleransi

- Udara sejuk Bukit Rhema menyambut setiap langkah pengunjung yang menapaki jalur menanjak menuju bangunan unik berbentuk burung raksasa.

Dari kejauhan, siluetnya tampak mencolok di tengah perbukitan hijau Magelang. Masyarakat mengenalnya sebagai Gereja Ayam, meski sejatinya tempat ini bukan gereja.

Kisah bangunan ikonik ini bermula pada tahun 1988. Saat itu, kawasan Bukit Rhema masih berupa hutan lebat. Seorang pria bernama Daniel Alamsyah, warga Jakarta berdarah Cirebon-Selapung, datang ke Borobudur dalam rangka kunjungan kerja.

Tanpa rencana, ia bertemu Wardito, bocah lokal berusia 14 tahun yang sedang mencari rumput di perbukitan.

Daniel mengikuti langkah Wardito menaiki bukit. Setibanya di puncak, ia terdiam. Bukit itu terasa begitu familiar.

“Bapak Daniel terkejut karena tempat ini mirip dengan yang ia lihat dalam mimpinya saat masih di Jakarta,” tutur Aries, seorang pemandu wisata setempat.

Aries bercerita, pada suatu malam, Daniel melakukan doa semalaman di atas bukit sunyi tersebut. Dari doa itulah, menurut Daniel, lahir ilham untuk membangun sebuah rumah doa.

Pembangunan dimulai pada 1992, ditandai dengan peletakan batu pertama bersama warga sekitar.

Foto-foto lama masih tersimpan rapi, Daniel muda berdiri berdampingan dengan masyarakat desa, termasuk Wardito yang kini telah berusia lebih dari 40 tahun.

Pembangunan dilakukan secara gotong royong dan manual. Jalan setapak yang kini dilalui pengunjung dulunya hanyalah jalur tanah menanjak.

Namun krisis moneter 1998 memaksa pembangunan terhenti. Bangunan belum rampung sepenuhnya. Di masa inilah muncul salah paham yang melahirkan nama “Gereja Ayam”.

“Karena bentuknya belum jadi dan terlihat seperti jengger ayam, masyarakat mengira ini gereja berbentuk ayam,” ujar Aries.

Padahal, Daniel sejak awal menegaskan bahwa bangunan ini adalah Rumah Doa untuk Semua Bangsa.

Bentuk burung yang dimaksud adalah burung merpati putih berkepala merah, simbol ketulusan, kasih, dan perdamaian.

Meski demikian, nama Gereja Ayam terlanjur melekat. Hingga kini, nama itu tetap digunakan sebagai identitas wisata, termasuk di peta digital.

Branding-nya sudah kuat. Tapi maknanya tetap rumah doa lintas iman,” kata Aries.

Suasana di Gereja Ayam

Bangunan ini berdiri di atas Bukit Rhema, rhema berarti firman Tuhan yang hidup.

Di dalamnya terdapat ruang-ruang doa untuk berbagai agama. Ruang doa Muslim, Kristen, serta ruang doa Hindu dan Buddha yang masih dalam tahap penyempurnaan.

Pengunjung juga bisa menuliskan doa dan harapan di dinding harapan. Setiap minggu, tulisan-tulisan itu dikumpulkan dan didoakan oleh tim khusus.

Gereja Ayam kembali mendapat perhatian luas pada 2014, ketika dijadikan lokasi syuting film Ada Apa Dengan Cinta 2.

Adegan Dian Sastro dan Nicholas Saputra di mahkota burung menjadikan tempat ini viral.

Dari puncaknya, pengunjung dapat melihat Candi Borobudur, serta siluet Gunung Merapi, Merbabu, Sumbing, dan Sindoro jika cuaca cerah.

Sejak itu, warga sekitar ikut merasakan dampaknya. Ibu-ibu desa diberdayakan untuk mengolah singkong goreng khas yang kini menjadi bagian dari tiket masuk.

“Setiap tiket sudah termasuk singkong goreng buatan warga,” ujar Aries.


Kini, Gereja Ayam dikelola secara pribadi oleh Daniel Alamsyah, yang berusia 84 tahun dan menetap sekitar 1,5 kilometer dari lokasi.

Ia masih aktif dan fokus pada kegiatan rehabilitasi serta pemberdayaan masyarakat. Bangunan ini juga kerap menjadi lokasi acara internasional dan pentas seni, meski sejak pandemi aktivitas tersebut berkurang.

Pada hari biasa, jumlah pengunjung berkisar 200–300 orang. Saat musim liburan, Natal, Tahun Baru, atau Lebaran, angka itu bisa melonjak hingga ribuan.

Namun demikian, di tahun ini jumlah pengunjung belum menunjukkan kenaikan seperti tahun lalu. Ia juga tidak tau mengapa hal itu bisa terjadi.

“Per hari ini belum ada kenaikan yang signifikan seperti tahun kemarin, faktornya saya kurang tahu. Belum yang seramai tahun kemarin,” jelasnya.

“Tanggal-tanggal segini harusnya sudah ramai dan sudah banyak antrean di sini,” lanjut dia.

Pengunjung datang dari berbagai latar belakang, Muslim, Kristen, hingga wisatawan mancanegara dari China dan negara lain.

Gereja Ayam bukan sekadar destinasi wisata. Ia adalah penanda perjalanan spiritual, toleransi, dan gotong royong.

Dari doa sunyi di tengah hutan, bangunan ini tumbuh menjadi ruang perjumpaan lintas iman, tempat orang datang bukan hanya untuk berfoto, tetapi juga menuliskan doa dan harapan di tembok yang dipercaya memberikan berkah.

“Itu (tulisan-tulisan doa) kita tidak dibuang, ada tim doanya dari kita juga per minggu. Jadi pengunjung disini mereka menulis doa dan harapan,” tegas dia.

Tag:  #gereja #ayam #bukit #rhema #dari #sunyi #hingga #simbol #toleransi

KOMENTAR