Pagi Jadi Guru Anak Pemulung di Bekasi, Siang Jadi ART, Kisah Inspiratif Lia Sri Mulyani Sebagai Guru TK Inspirasi
–Setiap tanggal 25 November, seluruh rakyat Indonesia merayakan Hari Guru Nasional. Peringatan ini menjadi cerminan tentang betapa pentingnya peran guru, bahkan bagi mereka yang berada di pinggiran.
Di tengah hiruk pikuk Kota Bekasi, kepedulian tulus itu menjelma pada sosok Lia Sri Mulyani. Perempuan kelahiran Garut, 7 November 1986 ini, membulatkan tekadnya untuk mendedikasikan diri pada pendidikan anak-anak yang sering terabaikan. Anak pemulung dan masyarakat kurang mampu.
Lia adalah guru inspiratif di TK Inspirasi Indonesia sebuah sekolah yang didirikan khusus untuk anak-anak pemulung di Bintara Jaya, Bekasi Barat. Tentu saja sudah jadi rahasia umum, kesejahteraan guru di sekolah formal masih jauh dari kata cukup.
Apalagi Lia, yang mengajar disekolah non formal. Tentu saja pendapatannya jauh dari kata cukup. Untuk menafkahi kelima anaknya sebagai single mom, Lia harus menjalani peran ganda yang kontras. Pagi dia mengajar dengan tulus, dan siangnya bekerja keras sebagai asisten rumah tangga (ART).
”Jadi pagi saya mengajar di TK Inspirasi. Setelah sholat Dzuhur baru saya bekerja sebagai ART,” ujar Lia kepada JawaPos.com, Selasa (25/11).
Jadwal hariannya sangat padat. Lia mulai mengajar dari pukul 8 pagi hingga 10 atau 11 siang di TK Inspirasi. Selesai mengajar, setelah menunaikan sholat Duhur, dia langsung berangkat bekerja sebagai ART, dan baru bisa pulang ke rumah sekitar pukul 20.00 WIB jika pekerjaannya menumpuk.
”Saya jadi ART di tiga rumah. Karena kalau hanya pegang satu rumah buat bayar kontrakan saja kan nggak cukup ya,” tutur Lia.
Berjuang untuk Anak-anak Marginal: Sempat Mengajar Tanpa Gaji
Lia memulai perjalanan mengajar di TK Inspirasi sejak 2017. Awalnya, ditawari pendiri sekolah, Firda Febrianti. Meski sempat ragu karena tidak memiliki latar belakang guru, dia melihat kondisi anak-anak di sana.
”Pertama sih sempat ragu, aduh bisa apa enggak ya. Soalnya kan saya memang bukan guru TK ya kan,” kenang Lia.
Namun, usai melihat semangat anak-anak yang ingin sekolah tapi terkendala biaya membulatkan tekadnya. Dia memantapkan diri bahwa dirinya juga harus terus belajar.
”Kalau untuk mengajar itu, ya jadi sekalian saya belajar juga kan. Dan saya juga ada kepuasan batin melihat anak-anak di sana semangat belajar dari pada mulung,” ucap Lia.
Yang paling mengharukan, Lia sempat mengajar beberapa bulan tanpa dibayar. Sebagai sekolah yang mengandalkan donasi, tentu saja ada massa dimana tidak ada donatur sama sekali.
Dia menolak saat pendiri sekolah ingin memberhentikan kegiatan sekolah sementara karena ketiadaan donatur.
”Tapi kata saya enggak apa-apa, Bu. Saya enggak dibayar. Saya sangat sayang sekali kalau untuk diberhentiin dulu ya untuk anak-anak yang rajin sekolah. Kan kasihan ya kan,” kata Lia.
Saat ini, dia menerima gaji sukarela Rp 300 ribu per bulan. Itu tidak cukup, namun tetap disyukuri sebagai rezeki.
Lulusan TK Inspirasi Berhasil Masuk Sekolah Negeri dan Menjadi Ranking Pertama
Saat ini, TK Inspirasi memiliki sekitar 30-an murid, mayoritas adalah anak pemulung dan dari keluarga dengan pekerjaan serabutan seperti ART atau sopir. Meski menghadapi suka dan duka, terutama saat melihat muridnya kembali ikut orang tua menjadi pemulung, Lia memiliki kebanggaan tersendiri.
Kebanggaan terbesarnya adalah melihat anak didiknya berhasil. Lulusan TK Inspirasi kini banyak yang melanjutkan ke Sekolah Dasar (SD) negeri.
”Kebanyakan sih masuk negeri Alhamdulillah soalnya begitu lulus dari TK tinggal lanjutkan saja,” ungkap Lia bangga.
Dia juga bercerita tentang orang tua murid yang melaporkan keberhasilan anaknya.
”Ibu Alhamdulillah anak saya ranking 1. Ibu Alhamdulillah anak saya ranking 2. Katanya berkat ibu, kan ibu yang ngajarin,” ungkap Lia.
Dia juga senang melihat pola pikir orang tua yang mulai berubah. Kini anak-anak di lingkungan tersebut lebih prioritaskan sekolah, ketimbang ikut orang tua bekerja.
Harapan Guru untuk Pemerintah
Lia Sri Mulyani, yang berpendidikan terakhir SD, berharap pemerintah bisa lebih memperhatikan guru-guru sukarela seperti dirinya, yang mengajar di luar sistem formal. Dia menyadari tantangan yang dihadapi guru non gelar sangat berat, ketimbang guru dengan gelar sarjana.
”Saya berharap pemerintah juga memperhatikan guru-guru non formal. Yang mungkin tidak memiliki jenjang pendidikan tinggi sebagau guru tapi pengabdian kita sama tulusnya,” ucap Lia.
Tag: #pagi #jadi #guru #anak #pemulung #bekasi #siang #jadi #kisah #inspiratif #mulyani #sebagai #guru #inspirasi