Delapan Catatan Bidang Pertahanan di Akhir Sepuluh Tahun Pemerintah Presiden Jokowi
- Presiden Joko Widodo (Jokowi) bakal mengakhiri masa kepemimpinannya selama sepuluh tahun pada 20 Oktober 2024. Khusus di bidang pertahanan, pemerhati isu-isu militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi mencatat delapan capaian yang signifikan.
Namun, dia juga menggarisbawahi tantangan keterlambatan modernisasi, transparansi, dan penguatan industri dalam negeri sebagai persoalan yang perlu diatasi. Menurut Khairul, itu penting untuk mencapai kekuatan militer yang lebih mandiri dan efektif. Berikut delapan catatan tersebut:
-
Peningkatan Anggaran Pertahanan
Presiden Jokowi secara konsisten meningkatkan anggaran pertahanan. Pada tahun 2020, anggaran pertahanan mencapai lebih dari Rp 131 triliun, lonjakan angka yang sangat signifikan dalam sejarah Indonesia. Peningkatan ini difokuskan pada modernisasi alat utama sistem persenjataan (alutsista) dan kesejahteraan personel militer. Sebelumnya pada lima tahun pertama pemerintahan Jokowi, komitmen peningkatan anggaran terutama dalam rangka modernisasi alutsista karena adanya sejumlah tantangan yang berkaitan dengan keterbatasan fiskal sehingga berdampak pada kelambatan pengadaan dan implementasi program Minimum Essential Force atau MEF.
-
Modernisasi Alutsista dan Isu Transparansi
Alutsista dan isu transparansi. Jokowi berupaya memperbarui alutsista TNI dengan pembelian pesawat tempur, kapal perang, dan kendaraan lapis baja. Namun, proses modernisasi ini menghadapi hambatan besar di lima tahun pertama, termasuk kebuntuan dalam negosiasi pengadaan jet tempur Sukhoi SU-35 dan keberlanjutan proyek KFX/IFX. Saat itu, sejumlah pengadaan alutsista juga dikritik karena kurangnya transparansi, seperti dalam pembelian helikopter AgustaWestland AW101. Itu menunjukkan bahwa meskipun anggaran bertambah, masalah manajemen dan akuntabilitas masih menjadi tantangan.
-
Fokus Pada Pertahanan Maritim
Visi Poros Maritim Dunia yang diusung Jokowi menempatkan pertahanan maritim sebagai prioritas, terutama dalam menjaga kedaulatan di Laut Natuna Utara di tengah ketegangan Laut China Selatan. Namun dalam lima tahun pertama, upaya penguatan TNI Angkatan Laut belum optimal, mengingat besarnya perhatian yang masih condong ke peningkatan kekuatan TNI Angkatan Darat, yang mendominasi alokasi anggaran dan prioritas. Sehingga, penguatan maritim yang diharapkan, justru belum sesuai dengan visi Poros Maritim Dunia. Upaya yang lebih serius dan optimal baru kita lihat di periode kedua.
-
Pembentukan Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Kogabwilhan)
Pada akhir periode pertama, Jokowi meresmikan terbentuknya Kogabwilhan yang bertujuan untuk memperkuat komando dan kendali pertahanan di wilayah strategis Indonesia. Itu merupakan langkah penting untuk meningkatkan respons militer dalam menghadapi ancaman nasional, terutama di wilayah perbatasan dan daerah rawan konflik. Selanjutnya di periode kedua, kita menyaksikan upaya yang lebih serius untuk memastikan interoperabilitas antarmatra dalam konteks Kogabwilhan.
-
Cyber Defense dan Peningkatan Kapasitas Pertahanan Siber
Menghadapi ancaman siber yang semakin kompleks, Jokowi memperkuat organisasi siber TNI, yang menjadi komponen penting dalam menghadapi ancaman digital. Ini menunjukkan adaptasi terhadap ancaman modern, yang kemudian dilanjutkan dengan rencana pembangunan serta peningkatan kapabilitas satuan siber TNI menjadi setingkat matra.
-
Kemandirian Industri Pertahanan
Presiden Jokowi sejak awal pemerintahannya telah berupaya mendorong penguatan industri pertahanan dalam negeri agar tidak terlalu bergantung pada impor, meskipun pada lima tahun pertama kita lihat capaiannya memang masih terbatas. Namun di periode kedua, Jokowi telah berupaya meningkatkan daya saing, baik kualitas produk dan kapasitas produksi, dan membangun ekosistem, dengan membentuk defendID sebagai holding yang memayungi PT, LEN, PT Pindad, PT PAL, PT Dirgantara Indonesia (PTDI) dan BUMN pertahanan lainnya. Target kemandirian industri pertahanan memang belum tercapai secara optimal, namun upaya mengatasi ketergantungan pada impor terus menguat.
-
Diplomasi Pertahanan
Pemerintahan Jokowi juga memanfaatkan diplomasi pertahanan untuk memperkuat kerja sama dengan negara-negara lain, seperti Amerika Serikat, Jepang, dan Australia, khususnya dalam konteks ASEAN dan Indo-Pasifik. Meski dalam lima tahun pertama efek dari diplomasi ini masih terbatas pada komitmen jangka panjang tanpa dampak nyata yang besar, namun di periode kedua kita lihat bahwa pendekatan ini sangat membantu dalam mengelola ketegangan di Laut China Selatan dan memperkuat posisi Indonesia di kawasan.
-
Keamanan Perbatasan dan Operasi di Papua
Pemerintahan Jokowi menaruh perhatian besar pada keamanan perbatasan, khususnya di Laut Natuna Utara dan perbatasan darat dengan Malaysia serta Papua Nugini. Di Papua, pada periode pertama pemerintahannya, Jokowi menghadapi kritik atas pendekatan militeristik dalam menghadapi gerakan separatis, yang dianggap kurang memperhitungkan dimensi sosial-politik di wilayah tersebut. Meski masih menunjukkan ketergantungan besar pada operasi keamanan, di periode kedua kita melihat upaya serius untuk lebih menyeimbangkan pendekatan keras dengan pembangunan sosial.
Tag: #delapan #catatan #bidang #pertahanan #akhir #sepuluh #tahun #pemerintah #presiden #jokowi