



Eks Dirjen dan Pegawai Kemenaker Tersangka Pemerasan, Terima Rp 53,7 Miliar buat Urus Izin TKA
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan eks Dirjen Binapenta Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) sebagai tersangka kasus pemerasan pengurusan izin Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) pada Kamis (5/6/2025).
Keduanya adalah Suhartono (SH) dan Haryanto (HY).
Mereka ditetapkan sebagai tersangka bersama 3 pegawai dan 3 staf Kemenaker.
Mereka adalah Wisnu Pramono (WP) selaku Direktur Pengendalian Penggunaan TKA (PPTKA) Kemenaker tahun 2017-2019; Devi Angraeni (DA) selaku Koordinator Uji Kelayaan Pengesahan Pengendalian Penggunaan TKA; Gatot Widiartono (GTW) selaku Kepala Sub Direktorat Maritim dan Pertanian di Direktorat Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja; serta Putri Citra Wahyoe (PCW), Jamal Shodiqin (JMS), dan Alfa Eshad (ALF) selaku staf.
KPK mengatakan, para tersangka telah menerima uang hasil pemerasan sebesar Rp 53,7 miliar dari para pemohon izin RPTKA selama periode 2019-2024.
"Dari pemerasan yang dilakukan selama periode 2019-2024, KPK telah mengidentifikasi oknum-oknum Kemenaker menerima uang kurang lebih Rp 53,7 miliar," kata Plh Direktur Penyidikan KPK Budi Sukmo dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih, Jakarta, Kamis.
Budi merinci uang yang diterima para tersangka, di antaranya, Suhartono (Rp 460 juta), Haryanto (Rp 18 miliar), Wisnu Pramono (Rp 580 juta), Devi Angraeni (Rp 2,3 miliar), Gatot Widiartono (Rp 6,3 miliar), Putri Citra Wahyoe (Rp 13,9 miliar), Alfa Eshad (Rp 1,8 miliar), dan Jamal Shodiqin (Rp 1,1 miliar).
Dia mengatakan, sebagian dari uang tersebut digunakan untuk uang makan 85 orang staf di Dirjen Binapenta Kemenaker sebesar Rp 8,94 miliar.
"Dinikmati untuk makan siang dan kegiatan-kegiatan non-budgeter," ujarnya.
Budi juga menyebutkan bahwa para staf hingga petugas kebersihan yang biasa bekerja di Dirjen Binapenta juga menikmati uang hasil pemerasan tersebut dengan total Rp 5,4 miliar.
Namun, uang tersebut dikembalikan ke negara.
"Dan mereka mengembalikan uang tersebut ke negara sebesar Rp 5,4 miliar," tuturnya.
Dalam perkara ini, kedelapan tersangka diduga melakukan pemerasan terhadap TKA yang akan bekerja di Indonesia melalui pengurusan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA).
Ia mengatakan, tahapan pengurusan izin RPTKA mulai dari verifikasi data secara online hingga wawancara menjadi celah para tersangka untuk mengumpulkan uang dari para agen.
Dia menjelaskan, para agen TKA yang telah menyerahkan sejumlah uang akan dengan mudah melengkapi berkas-berkas yang disyaratkan.
"Bagi agen TKA yang tidak menyerahkan sejumlah uang, tidak pernah diberitahu apakah sudah lengkap atau tidak, sehingga hal ini menimbulkan para agen itu akan mendatangi para oknum-oknum lagi," ucapnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto mengatakan, penyidik menggeledah salah satu kantor di Kemenaker terkait kasus korupsi pengurusan izin Tenaga Kerja Asing (TKA) pada Selasa (20/5/2025).
"Benar. (Perkara) suap dan atau gratifikasi terkait TKA," kata Fitroh saat dihubungi wartawan, Selasa.
Sementara itu, Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu mengatakan, kasus suap tersebut berkaitan dengan adanya pemerasan oleh oknum pejabat terhadap calon pekerja asing yang hendak bekerja di Indonesia.
Dia menambahkan, tindakan paksa tersebut dilakukan oleh oknum pejabat di Direktorat Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Ditjen Binapenta dan PKK).
"Oknum Kemenaker pada Dirjen Binapenta: memungut/memaksa seseorang memberikan sesuatu Pasal 12e dan atau menerima gratifikasi Pasal 12B terhadap para Calon Kerja Asing yang akan bekerja di Indonesia," ujarnya.
Tag: #dirjen #pegawai #kemenaker #tersangka #pemerasan #terima #miliar #buat #urus #izin