Waspada! Ketahui 10 Frasa Orang yang Pura-pura Baik Menurut Psikologi
Frasa orang yang pura-pura baik menurut Psikologi (Sumber foto: Freepik)
12:10
15 Oktober 2024

Waspada! Ketahui 10 Frasa Orang yang Pura-pura Baik Menurut Psikologi

Beberapa orang di sekitar kita mungkin terlihat baik, namun sebenarnya menyimpan niat yang berbeda di balik kata-katanya. Tanda-tanda orang yang pura-pura baik sering kali muncul dari frasa- yang mereka ucapkan menurut Psikologi.

Dalam Psikologi, orang pura-pura baik biasanya menggunakan kata-kata manipulatif atau penuh kepura-puraan untuk menjaga citra diri mereka. Frasa tersebut bisa membuat orang lain merasa nyaman, tetapi secara halus mengendalikan atau menutupi niat buruk di baliknya.

Memahami dan mengenali pola ini penting agar tidak terjebak dalam lingkaran manipulasi yang mereka ciptakan.  Dikutip dari Hack Spirit pada Selasa (15/8), dijelaskan bahwa terdapat sepuluh frasa orang yang pura-pura baik kepada kamu menurut Psikologi.

  1. “Saya hanya jujur...”

Kejujuran memang penting dalam hubungan sosial, namun ada orang yang menyalahgunakannya sebagai topeng untuk bersikap kasar atau memanipulasi. Mereka sering mengawali komentar pedas atau kritikan dengan kalimat “Saya hanya jujur” atau “Saya hanya mengatakan apa adanya”.

Meski kejujuran itu baik, ada batas tipis antara keterusterangan dan ketidaksopanan yang sering dilanggar oleh orang-orang semacam ini. ungkapan tersebut menjadi tameng yang melindungi mereka dari konsekuensi ucapan negatif mereka.

  1. “Jangan tersinggung, tapi...”

Kita semua pernah mendengar frasa ini, bukan? Biasanya ini menjadi pertanda bahwa komentar menyinggung akan segera dilontarkan, dibungkus rapi dalam kemasan sopan palsu. Ungkapan ini sering digunakan sebagai alasan untuk mengatakan sesuatu yang menyakitkan atau ofensif tanpa harus menghadapi akibatnya.

Ini cara mereka mempertahankan ilusi keramahan sambil diam-diam merendahkan orang lain. Jadi berhati-hatilah dengan orang yang sering menggunakan kalimat ini, karena mungkin mereka tidak seramah yang ingin kamu percayai.

  1. “Saya benci drama...”

Ini adalah ungkapan paradoks yang sering digunakan oleh orang-orang yang berpura-pura ramah: “Saya benci drama”. Ironisnya, studi menunjukkan bahwa mereka yang dengan lantang menyatakan ketidaksukaan terhadap drama justru sering menjadi sumber drama itu sendiri.

Kalimat ini adalah alat klasik yang digunakan individu manipulatif untuk memposisikan diri sebagai pihak yang tidak bersalah dalam konflik. Dengan menyatakan keengganan terhadap drama, mereka berhasil mengalihkan perhatian dari peran mereka dalam memicu drama tersebut.

  1. “Saya bukan tukang gosip, tapi...”

Dalam interaksi sosial, frasa ini menjadi tanda yang jelas dari individu yang tidak tulus. Orang yang menggunakan “Saya bukan tukang gosip, tapi...” biasanya melanjutkannya dengan informasi yang belum terverifikasi.

Dengan menyatakan ketidaksukaan mereka terhadap gosip terlebih dahulu, mereka menciptakan ilusi diri sebagai individu terhormat yang terpaksa berbagi informasi demi kebaikan bersama. Namun, kenyataannya sering jauh berbeda. Kalimat ini bertindak sebagai penafian, membebaskan mereka dari rasa bersalah terkait penyebaran rumor.

  1. “Hanya bercanda!”

Pernahkah kamu menerima komentar menyakitkan, yang kemudian diikuti dengan “Hanya bercanda!”? Ini adalah taktik klasik yang digunakan oleh orang-orang yang tidak seramah penampilan mereka. Individu-individu ini menggunakan humor sebagai kedok untuk komentar jahat atau kritis mereka.

Jika lelucon mereka tidak berhasil atau jika penerima tampak terluka, mereka dengan cepat mundur dengan “Hanya bercanda!” untuk menghindari tanggung jawab atas ucapan mereka. Taktik ini memungkinkan mereka mengekspresikan perasaan sejati mereka di balik kedok humor, sambil mempertahankan fasad ramah mereka.

  1. “Kasihan ya...”

Kalimat ini, terutama umum di beberapa daerah, memiliki reputasi sebagai hinaan terselubung. Secara harfiah, ini tampak seperti ungkapan simpati atau kasih sayang yang tulus. Namun, maknanya dapat berubah drastis tergantung pada konteks dan nada.

Ketika digunakan secara sarkastis atau meremehkan, ini sering menjadi cara halus untuk mengungkapkan ketidakpercayaan atau penghinaan. Ini adalah contoh klasik lain bagaimana orang-orang yang berpura-pura ramah menggunakan kata-kata yang tampaknya baik untuk menyamarkan niat mereka yang kurang baik.

  1. “Saya hanya mencoba membantu...”

Ungkapan ini sering muncul dalam situasi di mana nasihat yang tidak diminta atau tindakan yang tidak diinginkan telah menyebabkan ketidaknyamanan. Kalimat ini bisa menjadi cara bagi orang-orang yang berpura-pura ramah untuk menghindari tanggung jawab atas pelanggaran batas.

 Ini menggambarkan mereka sebagai penolong yang bermaksud baik, menghilangkan kesalahan sambil mengalihkan fokus ke orang yang menolak ‘bantuan’ mereka. Meskipun terkadang orang memang salah menilai situasi dan tanpa sengaja menyebabkan kesusahan, penggunaan frasa ini secara sering bisa menjadi tanda bahwa seseorang tidak sebaik yang mereka klaim.

  1. “Saya tidak bermaksud kasar, tapi...”

Ini adalah ungkapan yang, ironisnya, biasanya mendahului komentar kasar. Orang yang sering menggunakan “Saya tidak bermaksud kasar, tapi...” biasanya akan mengatakan sesuatu yang mereka tahu tidak sopan atau menyinggung.

Pernyataan ini berfungsi sebagai semacam penafian, cara untuk memperhalus pukulan dari hal tidak baik yang akan mereka katakan. Mereka berharap dengan mengakui potensi kekasaran di awal, mereka bisa membuat komentar mereka lebih dapat diterima. Namun, kenyataannya adalah bahwa menunjukkan kekasaran mereka tidak menghilangkan dampak dari kata-kata mereka.

  1. “Tapi itu hanya pendapat saya...”

Ini adalah kalimat lain yang digunakan orang-orang yang berpura-pura ramah untuk membingkai komentar mereka yang berpotensi menyakitkan atau kontroversial sebagai pandangan pribadi yang tidak berbahaya.

Dengan menambahkan “Tapi itu hanya pendapat saya...” di akhir pernyataan, mereka berusaha membuat komentar mereka tampak kurang otoritatif dan terbuka untuk diperdebatkan.

Namun, sebenarnya, ini sering menjadi cara untuk mengekspresikan kritik atau penilaian tanpa harus bertanggung jawab penuh atas dampak kata-kata mereka. Ini memberi mereka jalan keluar yang mudah jika komentar mereka ditantang atau disambut dengan ketidaksetujuan.

  1. “Jangan anggap ini secara pribadi...”

Kalimat ini mungkin adalah tanda paling jelas dari seseorang yang berpura-pura ramah. Ini sering digunakan sebagai pendahuluan untuk serangan pribadi atau kritik pedas. Orang yang menggunakan “Jangan anggap ini secara pribadi...” biasanya akan mengatakan sesuatu yang memang bersifat pribadi.

Kalimat ini mencoba menciptakan jarak aman antara mereka dan potensi dampak dari komentar mereka yang akan datang. Namun, penting untuk diingat bahwa mengatakan kepada seseorang untuk tidak menganggap sesuatu secara pribadi tidak membuat komentar tersebut kurang pribadi atau menyakitkan.

Editor: Bintang Pradewo

Tag:  #waspada #ketahui #frasa #orang #yang #pura #pura #baik #menurut #psikologi

KOMENTAR