Netanyahu Akui Berselisih dengan AS soal Invasi Israel di Rafah: Joe Biden Tak Bisa Halangi Kami
Kolase foto Presiden AS Joe Biden (kiri) dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu (kanan). --- Netanyahu akui berselisih dengan AS soal cara Israel menghancurkan Hamas dengan menginvasi Rafah. 
07:50
12 Maret 2024

Netanyahu Akui Berselisih dengan AS soal Invasi Israel di Rafah: Joe Biden Tak Bisa Halangi Kami

Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, mengumumkan Israel dan Amerika Serikat (AS) menyetujui tujuan utama operasi di Jalur Gaza, namun ada perselisihan di antara mereka mengenai rinciannya.

Ia mengatakan, AS setuju dengan operasi Israel di Jalur Gaza yang disebutnya menargetkan Hamas, namun menolak cara Israel mencapainya.

"Kami sepakat mengenai tujuan utama (operasi Israel di Gaza), namun kami tidak sepakat mengenai cara mencapainya. Pada akhirnya, Israel harus mengambil keputusan," kata Netanyahu dalam sebuah wawancara dengan Lawrence Jones dari Fox News, Senin (11/3/2024).

Dia mengatakan Israel tidak berniat memperlambat pertempuran di Jalur Gaza, meski saat ini jumlah kematian warga Palestina mencapai lebih dari 30.000 jiwa.

"Kami tidak akan memperlambat. Kami perlu menjaga keamanan Israel, dan ini berarti menghancurkan tentara Hamas," katanya.

Dia menambahkan, tentara Israel memusnahkan sekitar tiga perempat pejuang Hamas dan mengklaim kemenangan atas gerakan ini sudah dekat.

Netanyahu dan Beda Pendapat soal 'Garis Merah' di Rafah

Menanggapi kekhawatiran sekutunya Presiden AS Joe Biden soal risiko meningkatnya korban jiwa jika Israel menginvasi Rafah, Netanyahu mengatakan setuju untuk melindungi warga sipil Palestina yang tidak bersalah.

Netanyahu sebelumnya bersikeras bahwa Rafah adalah benteng terakhir Hamas, setelah Israel menyerang Jalur Gaza utara dan tengah, yang mendorong 1,5 juta warga Palestina mengungsi ke Rafah di Jalur Gaza selatan.

Namun, ia tidak bisa mengabaikan tujuan utamanya menghancurkan Hamas di seluruh Jalur Gaza, termasuk di Rafah.

"Anda harus bertanya padanya (Joe Biden) apa yang dia katakan, karena dia bilang dia setuju bahwa kita harus menghancurkan Hamas sebagai organisasi pejuang. Itu yang ingin kami lakukan. Lihat, ini (adalah soal) Israel atau Hamas. Tidak ada jalan tengah," katanya kepada Fox News.

"Kita tidak bisa mendapatkan dua pertiga kemenangan, karena Hamas akan membentuk kembali dirinya dengan empat batalyon di Rafah, merebut kembali Gaza," lanjutnya.

Ia mengulangi klaimnya soal kemungkinan Hamas akan melakukan operasi lainnya selain Operasi Badai Al Aqsa pada 7 Oktober 2023 lalu.

"Bagi kami, bagi Israel, bukan hanya bagi saya, tetapi bagi rakyat Israel, itu adalah garis merah. Kami tidak bisa membiarkan Hamas bertahan," lanjutnya.

Netanyahu Utamakan Israel

Pembawa acara lalu bertanya apakah perbedaan pendapat dengan Joe Biden itu merusak hubungan AS dan Israel serta apakah Israel ditekan untuk menarik serangannya terhadap Hamas.

Netanyahu mengakui AS dan Israel memiliki perbedaan pendapat, namun Netanyahu sebagai pemimpin Israel mengatakan lebih memprioritasikan keamanan negaranya.

"Saya beritahu Anda, kami tidak akan berhenti," jawab Netanyahu.

Ia bahkan mengklaim mayoritas warga AS juga mendukung Israel.

"Saya beri tahu Anda, saya sering melakukan percakapan dari hati ke hati dengan Joe Biden, tapi pada akhirnya saya adalah perdana menteri Israel. Saya bertanggung jawab atas keamanan dan masa depan negara saya dan kebijakan saya didukung (oleh orang Israel)," lanjutnya.

Tolak Pembentukan Negara Palestina

Tidak hanya soal rencana invasi di Rafah, Netanyahu juga mengaku memiliki pandangan yang berbeda dengan AS tentang masa depan Jalur Gaza.

Netanyahu menolak pembentukan negara Palestina dan menuntut agar Israel mengendalikan keamanan di Jalur Gaza dalam waktu yang tidak terbatas atau dengan kata lain menempatkan pasukannya di sana.

"99,9 anggota Knesset (parlemen Israel) mendukung kebijakan saya yang menentang negara Palestina. Itulah hasil pemungutan suara yang kami lakukan beberapa hari yang lalu," kata Netanyahu.

Menurutnya, Israel akan terus merasa terancam jika Hamas masih berkuasa di Jalur Gaza.

Hamas Palestina vs Israel

Sebelumnya, Israel mulai membombardir Jalur Gaza setelah gerakan perlawanan Palestina, Hamas, meluncurkan Operasi Banjir Al-Aqsa untuk melawan pendudukan Israel dan kekerasan di Al-Aqsa pada Sabtu (7/10/2023).

Jumlah kematian warga Palestina di Jalur Gaza mencapai 31.112 jiwa dan 72.760 lainnya terluka sejak Sabtu (7/10/2023) hingga Senin (11/3/2024), 1.147 kematian di wilayah Israel, dan 375 kematian warga Palestina di Tepi Barat hingga Selasa (30/1/2024), dikutip dari Xinhua News.

Israel memperkirakan, masih ada kurang lebih 136 sandera yang ditahan Hamas di Jalur Gaza, setelah pertukaran 105 sandera dengan 240 tahanan Palestina pada akhir November 2023.

(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)

Berita lain terkait Konflik Palestina vs Israel

Editor: Whiesa Daniswara

Tag:  #netanyahu #akui #berselisih #dengan #soal #invasi #israel #rafah #biden #bisa #halangi #kami

KOMENTAR