Disaksikan Donald Trump, Thailand dan Kamboja Sepakat Gencatan Senjata: Tapi 'Ada Udang di Balik Batu'
- Presiden Amerika Serikat Donald Trump kembali menunjukkan pengaruh geopolitiknya di Asia Tenggara lewat perannya dalam perjanjian gencatan senjata antara Thailand dan Kamboja, yang disertai paket kesepakatan dagang dan pembelian senjata bernilai miliaran dolar.
Langkah ini menandai strategi baru Washington di bawah Trump yang menggabungkan diplomasi keamanan dan perdagangan untuk mengimbangi pengaruh Tiongkok di kawasan.
Mengutip Al-Jazeera, Trump menandatangani kesepakatan tersebut bersama Perdana Menteri Thailand Anutin Charnvirakul, Perdana Menteri Kamboja Hun Manet, dan Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim di sela-sela KTT ASEAN di Kuala Lumpur, Minggu (26/10).
Kesepakatan itu memperkuat gencatan senjata Juli lalu yang mengakhiri pertempuran perbatasan berdarah antara Thailand dan Kamboja, dan kini diperluas dengan komitmen ekonomi dan pertahanan baru.
“Kami melakukan sesuatu yang banyak orang katakan mustahil,” ujar Trump saat upacara penandatanganan.
Sementara itu Anutin menyebut kesepakatan tersebut sebagai 'fondasi menuju perdamaian abadi', sementara Hun Manet menyebut hal tersebut sebagai hari bersejarah bagi kawasan. Anwar menambahkan bahwa rekonsiliasi 'bukan bentuk kelemahan, melainkan keberanian'.
Di balik narasi perdamaian, pengamat menilai kesepakatan ini juga menjadi panggung Trump untuk menegaskan kembali pengaruh militer dan ekonomi AS di Asia Tenggara.
Bersamaan dengan perjanjian gencatan senjata, Trump menandatangani paket perdagangan dan pertahanan dengan Thailand, Kamboja, dan Malaysia, termasuk pembelian pesawat tempur, produk energi, dan pertanian dari Amerika Serikat.
Menurut rilis Gedung Putih, Thailand sepakat membeli 80 pesawat AS senilai USD 18,8 miliar, serta produk energi dan pertanian senilai lebih dari USD 8 miliar per tahun.
Kamboja berkomitmen bekerja sama dengan Boeing untuk “membangun ekosistem penerbangan nasional,” sementara Malaysia akan membeli 30 pesawat dan LNG senilai USD 3,4 miliar per tahun, serta berinvestasi hingga USD 70 miliar di AS.
Selain itu, Malaysia juga berjanji tidak akan membatasi ekspor mineral kritis dan unsur tanah jarang ke Amerika Serikat, langkah yang memperkuat dominasi Washington dalam rantai pasok teknologi global.
Namun demikian, meski Trump memproklamirkan gencatan senjata ini sebagai pencapaian diplomatik, sejumlah analis meragukan stabilitasnya.
Sebastian Strangio, jurnalis dan penulis Cambodia: From Pol Pot to Hun Sen and Beyond, menyebut perjanjian itu lebih merupakan pertunjukan politik daripada penyelesaian substansial.
“Mereka tidak menyentuh akar masalah, yaitu batas wilayah yang belum tuntas sejak perjanjian Prancis tahun 1907,” ujar Strangio kepada Al Jazeera.
“Kesepakatan ini lebih untuk memberi Trump panggung diplomatik ketimbang menyelesaikan konflik sebenarnya," katanya.
Laporan dari Sa Kaeo, Thailand, menunjukkan bahwa ketegangan di lapangan masih terasa. Sejumlah desa masih membangun tempat perlindungan baru, dan militer Thailand masih berupaya membersihkan area yang dipenuhi ranjau darat.
“Orang di sini menyambut langkah menuju perdamaian, tapi mereka tahu ini baru awal, bukan akhir,” kata Tony Cheng, koresponden Al Jazeera di Thailand.
Kunjungan enam hari Trump ke Asia dipandang sebagai kembalinya kebijakan luar negeri Amerika yang lebih agresif di bawah pemerintahannya.
Setelah dari Malaysia, Trump akan menuju Jepang untuk bertemu Perdana Menteri Sanae Takaichi sebelum melanjutkan perjalanan ke Korea Selatan.
Pertemuan puncak yang ditunggu adalah pertemuan tatap muka pertamanya dengan Presiden Tiongkok Xi Jinping sejak 2019, yang dijadwalkan berlangsung di sela KTT APEC di Seoul, Kamis mendatang.
Dengan menggabungkan perjanjian damai dan kontrak pertahanan bernilai besar, Trump memperlihatkan pola lama diplomasi transaksionalnya, di mana perdamaian sering kali disertai dengan keuntungan ekonomi bagi Washington.
Tag: #disaksikan #donald #trump #thailand #kamboja #sepakat #gencatan #senjata #tapi #udang #balik #batu