Ketegangan Memuncak, Konflik Bersenjata Thailand-Kamboja Kian Membara Menjelang Intervensi Diplomatik Donald Trump
- Ketegangan di perbatasan Thailand dan Kamboja kembali meningkat tajam pada Kamis (11/12/2025), ketika bentrokan memasuki hari keempat dan kedua negara menunggu kemungkinan intervensi diplomatik dari Presiden Amerika Serikat, Donald J. Trump. Situasi memanas ini menambah kekhawatiran global bahwa konflik bersenjata yang berulang dapat mengancam stabilitas kawasan Asia Tenggara.
Dilansir dari Reuters, Kamis (11/12), pertempuran terjadi di lebih dari selusin titik sepanjang garis perbatasan sepanjang 817 kilometer. Intensitas serangan tercatat sebagai yang paling berat sejak bentrokan lima hari pada Juli lalu. Pada periode itu, Trump sempat menghentikan pertempuran setelah menghubungi kedua pemimpin dan memperingatkan kemungkinan penghentian pembahasan dagang jika konflik tidak dihentikan.
Dalam pernyataannya kepada media pada Rabu, (10/12), Trump menegaskan bahwa ia yakin dapat kembali meredakan eskalasi. Namun demikian, Thailand kali ini menunjukkan sikap lebih berhati-hati. Perdana Menteri Anutin Charnvirakul menuturkan bahwa pemerintahnya memprioritaskan penyelesaian bilateral dan tidak ingin ketergantungan pada peran pihak ketiga.
Ia mengatakan bahwa jika Trump menghubunginya, ia akan "menjelaskan dan memperjelas langsung situasinya." Sementara itu, Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim yang turut membantu menengahi kesepakatan gencatan senjata Oktober lalu, menuturkan bahwa dirinya telah berbicara dengan kedua pemimpin. Ia mengatakan menghargai "keterbukaan dan kesediaan kedua pemimpin untuk melanjutkan negosiasi guna meredakan ketegangan."
Sementara itu, kedua negara terus saling tuduh soal siapa yang memulai serangan terbaru. Pemerintah Kamboja menuduh Thailand menarget warga sipil melalui artileri, roket, dan serangan udara menggunakan pesawat tempur F-16 hingga puluhan kilometer dari perbatasan.
Dalam pembaruan resmi pada Rabu malam, Kamboja menyebut bahwa rumah, sekolah, jalan, pagoda, dan situs kuil bersejarah mengalami kerusakan akibat "peningkatan intensitas penembakan dan serangan udara Thailand." Thailand membantah tuduhan tersebut dan menegaskan bahwa militernya tidak menyerang infrastruktur sipil.
Dari sisi korban, angka kematian dan luka terus meningkat. Pemerintah Kamboja melaporkan sedikitnya 10 warga tewas termasuk seorang bayi serta 60 orang luka-luka. Di pihak Thailand, militer melaporkan sembilan tentaranya tewas dan lebih dari 120 luka-luka. Kondisi ini diperburuk oleh pengungsian massal yang mencapai ratusan ribu warga dari kedua negara yang kini meninggalkan desa-desa di sepanjang garis perbatasan.
Konflik ini juga mengancam keberlanjutan gencatan senjata yang ditandatangani pada Oktober di Kuala Lumpur, yang menetapkan penarikan senjata berat dan pembentukan mekanisme pengawasan bersama. Para pengamat menilai bahwa pelanggaran berulang terhadap perjanjian tersebut menunjukkan lemahnya komitmen dan absennya pengawasan efektif di lapangan.
Selain itu, kritik dari komunitas internasional terus menguat. Penggunaan senjata berat di area permukiman dinilai berpotensi melanggar hukum humaniter internasional dan meningkatkan risiko korban sipil. Beberapa lembaga hak asasi menyerukan agar kedua negara mematuhi prinsip perlindungan warga sipil dan menghentikan serangan yang tidak proporsional.
Secara keseluruhan, kondisi yang memanas ini memperlihatkan rapuhnya proses perdamaian serta menunjukkan bahwa intervensi eksternal, meskipun penting, tidak dapat sepenuhnya menggantikan kebutuhan akan komitmen nyata dari masing-masing pihak. Selama klaim kedaulatan dan ketegangan historis masih menjadi sumber gesekan, konflik serupa sangat mungkin terulang.
Dengan demikian, tekanan internasional perlu diarahkan untuk memastikan kedua negara kembali ke jalur dialog resmi sekaligus melindungi warga sipil di zona konflik. Tanpa langkah konkret menuju deeskalasi, risiko krisis kemanusiaan yang lebih besar semakin tidak terhindarkan.
Tag: #ketegangan #memuncak #konflik #bersenjata #thailand #kamboja #kian #membara #menjelang #intervensi #diplomatik #donald #trump