Gegara Perang, Pabrik-pabrik di Tepi Barat Boncos Nasib Karyawan Terancam Kena PHK
Hal itu diungkap oleh Muhanad Nairoukh, manajer salah satu pabrik aluminium terbesar di Tepi Barat. Nairoukh mengatakan kepada Al Jazeera, pasca Israel gencar melakukan invasi perusahaanya tak dapat lagi melakukan produksi seperti biasanya.
Masalah ini muncul pasca jalur perdagangan ekspor dan impor di Palestina mengalami blokade, situasi ini yang membuat perusahaan kesulitan untuk menyuplai barang produksi ke pasar global.
Tak hanya itu Nairoukh menambahkan bahwa pos pemeriksaan juga mempengaruhi kemampuan pekerja untuk tiba di tempat kerja tepat waktu, lantaran pengemudi truk harus mengubah rute kiriman mereka, sehingga membuat mereka harus menggelontorkan biaya tambahan untuk akomodasi.
Kondisi tersebut kian diperparah lantaran biaya transportasi dan pengiriman luar negeri mengalami kenaikan tajam akibat perang. Serangkaian masalah ini yang membuat pabrik Nairoukh merugi miliaran Dolar AS hingga terancam bangkrut
“Mengimpor bahan mentah telah menjadi mimpi buruk logistik, karena meningkatkan biaya produksi secara signifikan pada saat permintaan anjlok akibat perang,”jelas Nairoukh, dikutip dari Al Jazeera.
“Sebelum perang, biasanya pengiriman dari Tiongkok hanya membutuhkan biaya 1.650 dolar AS namun kini tarifnya melonjak menjadi 7.600 dolar AS. Meningkat sebesar 360 persen hanya dalam beberapa pekan terakhir,” imbuh Nairoukh.
Tak hanya pabrik Nairoukh yang mengalami kerugian akibat serangan Israel, puluhan pabrik lainnya juga mengalami permasalahan yang sama. Bahkan dampak dari lumpuhnya akomodasi akibat pemblokiran yang dilakukan tentara Israel, hanya ada 35 dari 130 pabrik batu dan bahan mentah yang beroperasi di Betlehem.
Karyawan di Tepi Barat Terancam Kena PHKBeragam cara telah dilakukan Nairoukh untuk menekan pembengkakan biaya operasional, salah satunya dengan mengumpulkan uang hutang dari pesanan lama yang belum dibayarkan serta memangkas gaji karyawan.
Sayangnya cara tersebut belum cukup mampu untuk menekan kerugian, hingga sejumlah staff terancam kena pemutusan hubungan kerja (PHK) demi menekan pembengkakan biaya di tengah ancaman perang.
“Mengumpulkan uang yang terutang pada pesanan lama juga menjadi lebih rumit. Situasinya sangat buruk bagi seluruh warga Palestina. kondisi ini terus berlanjut, akan banyak terjadi keruntuhan ekonomi, dan pada saat itulah PHK mungkin diperlukan,” kata Nairoukh.
Belum diketahui sampai kapan perang antara Hamas dengan Israel akan terus terjadi, namun mengutip laporan Bank Dunia, ekonomi negara berpopulasi 5,4 juta orang itu diperkirakan akan melemah pada tahun ini. Meskipun perekonomian meningkat sebesar 4 persen pada 2022.
Lebih lanjut, ketegangan geopolitik di kawasan Timur Tengah akibat perang yang dilakukan militan Hamas dengan Israel diprediksi akan berdampak buruk bagi pertumbuhan ekonomi pasar global.
Kendati dampak konflik Israel dan Palestina tidak separah perang Ukraina-Rusia. Namun karena kedua wilayah tersebut dikenal sebagai tempat penyimpanan kilang minyak terbesar dunia.
Oleh karena itu banyak pihak khawatir apabila ketegangan perang antara Hamas dan Israel dapat memicu pemangkasan ekspor BBM di tengah tingginya minat beli masyarakat dunia.
Tag: #gegara #perang #pabrik #pabrik #tepi #barat #boncos #nasib #karyawan #terancam #kena