Jangan Remehkan Radang Usus, Gejalanya Seperti Keluhan Masalah Pencernaan Ringan
- Gejala penyakit radang usus alias Inflammatory Bowel Disease (IBD) kerap tampak seperti masalah pencernaan ringan, tetapi para ahli mengingatkan bahwa kondisi ini bisa jauh lebih serius bila diabaikan.
Banyak pasien baru tersadar setelah gejala memburuk, menunjukkan betapa pentingnya kewaspadaan sejak keluhan awal muncul. IBD sendiri merupakan penyakit radang usus kronis yang memicu peradangan berkepanjangan pada saluran cerna.
Dua bentuk utamanya adalah Kolitis Ulseratif dan Penyakit Crohn. Kolitis Ulseratif hanya menyerang usus besar dan rektum dengan peradangan terbatas pada lapisan mukosa, sementara Penyakit Crohn dapat muncul di mana saja sepanjang saluran cerna dengan pola peradangan yang lebih dalam dan tidak merata.
Gejala yang sering muncul meliputi diare, kram dan nyeri perut, penurunan berat badan tanpa sebab, demam, mudah lelah, hingga BAB berdarah. Karena bersifat progresif, deteksi sejak dini sangat krusial untuk mencegah komplikasi berat.
Ketua YGI, Prof. dr. H. Abdul Aziz Rani, SpPD, K-GEH, menegaskan bahwa rendahnya literasi publik mengenai IBD membuat banyak pasien meremehkan tanda-tandanya.
“Gejala IBD sering tampak seperti gangguan pencernaan biasa sehingga pasien datang saat kondisinya sudah parah,” ujarnya dalam acara bertajuk “Kenali IBD (Inflammatory Bowel Disease): Penyakit Radang Usus yang Perlu Diperhatikan” yang digelar Yayasan Gastroenterologi Indonesia (YGI) bersama Kementerian Kesehatan RI dan PT Takeda Indonesia, Selasa (9/12).
YGI, kata Prof Aziz, berupaya menjadi jembatan informasi yang dapat diandalkan sekaligus memastikan pasien mendapatkan dukungan dan akses perawatan yang tepat. Ia juga mengapresiasi kolaborasi Kemenkes dan Takeda Indonesia dalam memperluas edukasi masyarakat.
Sementara itu, Direktur Penyakit Tidak Menular Kemenkes RI, dr. Siti Nadia Tarmizi, M.Epid., menambahkan bahwa tren IBD di Indonesia menunjukkan peningkatan seiring perubahan gaya hidup.
“Studi regional menunjukkan insidens IBD mencapai 0,7–1 per 100.000 penduduk per tahun. Angka ini cukup untuk menjadi peringatan bahwa IBD perlu perhatian serius,” katanya.
Pemerintah, lanjutnya, terus memperkuat layanan diagnosis, meningkatkan akses perawatan, serta menyediakan informasi akurat bagi masyarakat. Ia juga menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor untuk mengurangi stigma dan memperluas pemahaman publik.
Penegasan serupa disampaikan Prof. Dr. dr. Ari Fahrial Syam, MMB, SpPD, K-GEH, FACP, FACG. Ia mengingatkan bahwa banyak pasien menunda pemeriksaan karena gejalanya sangat mirip keluhan pencernaan umum. Padahal pemeriksaan mulai dari riwayat medis, pemeriksaan fisik, laboratorium, endoskopi, biopsi, hingga pemindaian seperti CT scan dan MRI dapat membantu mendeteksi IBD lebih awal.
Saat ini, berbagai terapi tersedia, termasuk obat simptomatik hingga terapi biologis.
“Pengendalian peradangan yang tepat dan kepatuhan terhadap terapi sangat menentukan kualitas hidup pasien,” ungkapnya.
IBD tidak hanya menimbulkan gangguan fisik, tetapi juga berdampak besar pada aktivitas harian. Pasien kerap menghadapi pembatasan diet, perubahan gaya hidup, kebutuhan untuk selalu dekat dengan toilet, hingga gangguan pekerjaan, sekolah, aktivitas sosial, serta kesehatan mental.
Pejuang IBD, Steven Tafianoto Wong, berbagi kisah bahwa gejala awal yang ia kira hanya gangguan pencernaan ringan akhirnya berubah menjadi keluhan yang mengganggu aktivitas sehari-hari. Saat didiagnosis, ia harus menata ulang pola makan, ritme kerja, serta gaya hidupnya. Meski tidak mudah, ia menegaskan bahwa pasien IBD tetap bisa hidup produktif dengan disiplin mengikuti anjuran medis dan rajin mencari informasi yang benar.
Dari sisi industri, Head of PT Takeda Indonesia, Ulya Himmawati, menyebut bahwa peningkatan kasus IBD di Asia menunjukkan perlunya perhatian kolektif. Takeda berkomitmen memperluas akses obat-obatan inovatif, menyediakan edukasi kesehatan, dan menjalin kolaborasi dengan berbagai pihak agar pasien mendapatkan penanganan yang tepat waktu.
“Kami berharap semakin banyak masyarakat mengenali gejala IBD lebih awal sehingga pasien bisa segera mendapatkan perawatan yang sesuai,” pungkasnya.
Melalui edukasi ini, seluruh pihak menegaskan pentingnya kewaspadaan terhadap gejala pencernaan yang tampak sepele namun bisa menjadi tanda penyakit radang usus yang serius. Early warning menjadi kunci agar pasien tidak terlambat mendapatkan pertolongan dan dapat mempertahankan kualitas hidup sebaik mungkin.
Tag: #jangan #remehkan #radang #usus #gejalanya #seperti #keluhan #masalah #pencernaan #ringan