Cerdas Tapi Sering Tidur Larut? Risiko Demensia Diam-diam Mengintai
Ilustrasi begadang. Begadang bukan cuma bikin lelah?bisa juga merusak otak, terutama pada kaum terpelajar. (Freepik)
06:06
8 Juni 2025

Cerdas Tapi Sering Tidur Larut? Risiko Demensia Diam-diam Mengintai

Gaya hidup sebagai night owl atau orang yang cenderung aktif di malam hari mungkin berdampak lebih dari sekadar kantuk di pagi hari.

Studi terbaru dari University of Groningen, Belanda, menunjukkan bahwa kebiasaan begadang, khususnya pada individu dengan pendidikan tinggi, berpotensi terkait dengan penurunan fungsi kognitif seiring waktu.

Penelitian ini menganalisis data dari 23.798 orang berusia 40 tahun ke atas yang tergabung dalam basis data kesehatan publik.

Para peneliti mencocokkan kebiasaan tidur para partisipan dengan hasil tes Ruff Figural Fluency Test (RFFT) yang digunakan untuk mengukur kemampuan kognitif selama kurun waktu 10 tahun.

Hasilnya, individu yang memiliki kebiasaan tidur larut malam dan memiliki latar belakang pendidikan universitas mengalami penurunan kognitif yang lebih signifikan dibandingkan kelompok lainnya.

“Pada kelompok dengan pendidikan tinggi, setiap peningkatan satu jam dalam kronotipe tidur malam hari berkorelasi dengan penurunan skor kognitif sebesar 0,80 poin per dekade,” tulis tim peneliti dalam Journal of Prevention of Alzheimer’s Disease, seperti dikutip dari ScienceAlert, Rabu (4/6/2025).

Pengaruh kualitas tidur dan kebiasaan merokok

Penelitian ini juga menyoroti peran faktor lain seperti kualitas tidur dan kebiasaan merokok.

Kedua hal ini memang diketahui berkaitan dengan risiko demensia, namun kontribusinya terhadap penurunan fungsi otak dalam studi ini relatif kecil—yakni 13,52 persen untuk kualitas tidur dan 18,64 persen untuk kebiasaan merokok.

Sementara itu, aktivitas fisik, riwayat merokok di masa lalu, serta konsumsi alkohol tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan dalam hubungan antara pola tidur dan penurunan kognitif.

Menariknya, hubungan ini hanya ditemukan pada kelompok dengan pendidikan tinggi. Dalam kelompok dengan tingkat pendidikan rendah dan menengah, tidak ditemukan efek serupa yang berarti.


Mengapa night owl berisiko lebih tinggi?

Para peneliti menduga bahwa individu dengan pendidikan tinggi cenderung memiliki pekerjaan dengan jadwal kerja tetap, sehingga mereka tetap harus bangun pagi meskipun terbiasa begadang.

Ketidaksesuaian ritme ini dapat mengganggu proses pemulihan otak dan berkontribusi terhadap penurunan fungsi kognitif.

Selain itu, orang dengan pendidikan tinggi umumnya memiliki kapasitas kognitif awal yang lebih tinggi.

Penurunan kemampuan ini mungkin akan tampak lebih nyata dibandingkan pada individu dengan kapasitas awal yang lebih rendah.

Namun, para peneliti mengingatkan bahwa studi ini belum bisa membuktikan hubungan sebab-akibat secara langsung antara kebiasaan tidur malam dan penurunan kognitif. Ada banyak faktor kompleks yang mungkin ikut berperan dan belum sepenuhnya terungkap.

Urgensi menjaga kesehatan otak

Seiring bertambahnya usia harapan hidup di berbagai negara, menjaga kesehatan kognitif menjadi perhatian utama.

Organisasi kesehatan memperkirakan bahwa jumlah penderita demensia di seluruh dunia saat ini mencapai sekitar 57 juta orang, dan angka ini diprediksi akan lebih dari dua kali lipat pada 2050.

“Dengan meningkatnya usia harapan hidup dan populasi yang menua di seluruh dunia, menjaga kesehatan kognitif menjadi prioritas global yang mendesak,” tulis para peneliti.

Penelitian ini menjadi pengingat penting bahwa kebiasaan tidur, apalagi jika dipertahankan bertahun-tahun, dapat berdampak besar terhadap kesehatan otak—terutama bagi mereka yang terbiasa berpikir keras sepanjang hari.

Tag:  #cerdas #tapi #sering #tidur #larut #risiko #demensia #diam #diam #mengintai

KOMENTAR