Pola Asuh yang Buruk Berisiko pada Kesehatan Mental Anak, Orang Tua Sebaiknya Hindari Perilaku Otoriter
- Sebagai orang tua tentu ingin yang terbaik bagi pertumbuhan dan masa depan sang buah hatinya. Namun masih banyak orang tua yang kurang memahami pola asuh anak yang benar. Alih-alih ingin sang buah hati menjadi sosok anak yang penurut, justru kebanyakan orang tua akan bersikap otoriter.
Pola asuh otoriter sendiri ialah saat dimana orang tua menerapkan aturan yang ketat serta orang tua juga memiliki kontrol sangat tinggi terhadap anak, sedangkan tingkat responsifnya cukup rendah. Pola asuh ini hanya melakukan komunikasi satu arah melalui berbagai larangan dan perintah secara ketat.
Banyak orang tua yang menerapkan pola asuh otoriter akan memberi hukuman secara keras untuk mengendalikan perilaku anak, bahkan tak jarang memberikan hukuman fisik. Hal tersebut tentu akan memiliki dampak bagi kesehatan mental anak.
Melansir dari laman situs halodoc, terdapat ciri-ciri orang tua dengan pola asuh otoriter:
- Banyak aturan
Orang tua dengan pola asuh ini memiliki banyak aturan yang harus ditaati anak. Aturan yang diberikan ada di setiap aspek kehidupan dan perilaku anak. Bahkan, anak tidak mendapat penjelasan mengapa aturan-aturan tersebut perlu ditaati.
- Komunikasi satu arah
Pola asuh otoriter tidak melibatkan anak dalam mengambil keputusan. Orang tua cenderung enggan menjelaskan mengenai alasan keputusan tersebut diambil. Mereka hanya ingin anak menaati aturan yang sudah ditentukan. Orang tua juga sangat jarang berbicara dari hati ke hati dengan anak, karena akan berujung pada pertengkaran.
- Bersikap dingin
Orang tua dengan pola asuh ini umumnya bersikap dingin dan kasar. Alih-alih memuji dan memberikan dukungan, mereka cenderung lebih banyak mengomel dan meneriaki anak. Mereka juga cenderung tidak ingin mendengarkan keluh kesah anak dan hanya mengedepankan kedisiplinan.
- Mempermalukan anak
Orang tua dengan pola asuh otoriter percaya bahwa mempermalukan anak akan memotivasinya untuk berbuat lebih baik. Mereka akan menggunakan rasa malu sebagai senjata untuk memaksa anak mengikuti aturannya. Orang tua bahkan tidak segan untuk meneriaki anak dan mempermalukannya di depan umum jika aturannya tidak dipatuhi.
- Tidak bisa dibantah
Orang tua tidak membiarkan anak membuat pilihannya sendiri. Mereka akan bersikap dominan, sehingga anak tidak memiliki kesempatan untuk mengutarakan pendapatnya dengan dalih bahwa orang tua tahu apa yang terbaik untuk anak.
- Menuntut tapi tidak responsif
Orang tua yang otoriter memiliki banyak aturan (micro management), tetapi tidak mau menjelaskan secara jelas pada anak mengapa aturan tersebut harus ada.
- Jarang memberikan pujian
Orang tua yang menerapkan pola asuh ini umumnya bersifat dingin, senang mengomel, dan lebih menghargai disiplin dan kepatuhan ketimbang bertindak sebagai pengayom.
Orang tua yang juga akan menggunakan rasa takut anak sebagai sumber kontrol utama. Saat anak melanggar aturan yang telah dibuat, orang tua akan bereaksi dengan amarah dan kasar. Orang tua akan memberi hukuman agar anak selalu patuh, bahkan hukuman fisik dengan pukulan.
Bagi kebanyakan orang tua, mungkin tidak akan menyadari memiliki ciri-ciri pola asuh otoriter. Sebaiknya hindari pola pengasuhan seperti ini agar buah hati bisa tumbuh kembang dengan baik tanpa adanya tekanan. Anak yang tumbuh kembangnya dalam tekanan psikologis, bisa berdampak pada emosionalnya. Hal ini tentu bisa memicu anak tersebut memiliki sifat membangkang kepada orang tuanya saat sudah dewasa.
Melansir dari holodoc, Selain dapat mempengaruhi emosional, terdapat juga beberapa dampak pola asuh otoriter bagi anak:
- Anak memiliki tingkat depresi yang tinggi.
- Anak tidak memiliki keterampilan sosial.
- Anak takut untuk berpendapat.
- Anak tidak bisa membuat keputusan sendiri.
- Anak memiliki tingkat percaya diri yang rendah.
- Anak tidak merasakan aman.
- Anak tidak mendapatkan kasih sayang seharusnya.
- Anak tidak merasa bahagia.
- Anak akan menganggap kekerasan adalah hal yang normal.
- Anak melampiaskan kemarahannya di luar rumah.
Sebagai orang tua harus menyadari bahwa ketidak patuhan anak tidak selalu menjadi hal negatif, tetapi justru itu merupakan perilaku alaminya. Perilaku tersebut antara lain, mengeksplorasi, berpikir, bertanya, belajar, atau bernalar. Keingin tahuan mereka adalah cara bereaksi terhadap situasi yang tidak dapat mereka kendalikan. Dalam proses ini, mereka menjadi lebih cerdas dan mampu berdiri sendiri.
Mengutip dari wowparenting, beberapa sikap anak yang tidak patuh:
- Kreatif
Anak yang tidak patuh tidak akan menerima perintah dari orang tuanya begitu saja. Mereka akan mencari cara yang berbeda dan kreatif untuk melakukan sesuatu yang berbeda dari apa yang diharapkan orang tuanya.
- Termotivasi secara mandiri
Anak-anak seperti itu sering kali termotivasi oleh diri mereka sendiri. Hal ini terjadi karena tidak adanya tekanan dari orang tua yang membuat mereka harus patuh melakukannya.
- Kualitas kepemimpinan
Anak-anak seperti itu sering menunjukkan kualitas kepemimpinan. Mereka tidak hanya menolak mengambil jalan yang sudah biasa, tetapi juga memotivasi orang lain untuk mengikuti jalan yang telah mereka tetapkan.
- Pemikir independen
Mereka adalah pemikir independen . Ketika menghadapi suatu situasi, mereka berpikir, menganalisis, lalu bereaksi dengan cara yang memuaskan mereka dan bukan dengan cara yang memuaskan orang tua.
Menurut Dr. Laura Markham dari wowparenting, “Anak-anak yang patuh akan tumbuh menjadi orang dewasa yang patuh. Mereka cenderung tidak membela diri sendiri, dan cenderung dimanfaatkan. Mereka juga mampu mengikuti perintah tanpa bertanya, tanpa bertanggung jawab atas tindakan mereka.”
***
Tag: #pola #asuh #yang #buruk #berisiko #pada #kesehatan #mental #anak #orang #sebaiknya #hindari #perilaku #otoriter