Apindo Minta Tunda Penerapan Tarif PPN 12 Persen, Khawatir Peredaran Barang Ilegal tanpa Pajak Meningkat
Shinta Widjaja Kamdani. (Shinta Widjaja Kamdani for Jawa Pos
09:54
20 November 2024

Apindo Minta Tunda Penerapan Tarif PPN 12 Persen, Khawatir Peredaran Barang Ilegal tanpa Pajak Meningkat

– Mulai 1 Januari 2025, tarif pajak pertambahan nilai (PPN) akan naik menjadi 12 persen. Menteri Keuangan Sri Mulyani beralasan, penerapan tersebut telah diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Namun, banyak pihak yang menuntut pembatalan kebijakan tarif baru tersebut.

Kalangan pelaku usaha tegas menyuarakan kontra kenaikan tarif PPN dari 11 menjadi 12 persen. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani menilai bahwa rencana tersebut kurang bijak, terutama mengenai waktu penerapan kebijakan.

Idealnya, lanjut dia, kenaikan PPN terjadi ketika pertumbuhan ekonomi sedang tinggi sehingga tidak menjadi beban terhadap potensi pertumbuhan ekonomi maupun kesejahteraan masyarakat. ”Jadi, perlu dipertimbangkan soal waktu penerapannya,” ujar Shinta di Jakarta kemarin (19/11).

Pelaku usaha di sektor formal akan terdampak melalui potensi penurunan penjualan. Sebab, pola konsumsi masyarakat terbiasa dengan harga barang dan jasa yang sudah termasuk PPN. ”Pasca kenaikan (PPN), masyarakat akan melihat harga barang dan jasa di sektor formal menjadi lebih mahal. Ini tentu akan mengurangi konsumsi dan daya beli konsumen terhadap barang dan jasa sektor formal,” tegas Shinta.

Serukan Aksi Kurangi Belanja

Kabar kenaikan PPN telah menimbulkan keresahan dan protes dari masyarakat. Sejumlah netizen di media sosial bahkan menyerukan ajakan mengurangi belanja hingga menerapkan frugal living. Hal itu jelas bakal mengurangi konsumsi rumah tangga. Padahal, kontributor utama pertumbuhan ekonomi RI adalah konsumsi rumah tangga.

”Masyarakat mencari barang berharga murah berpotensi membuat peredaran barang ilegal yang tidak dikenai pajak di dalam negeri semakin banyak,” tambah Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira.

Usul Naikkan Batas PKP

Sekretaris Jenderal Serikat Usaha Muhammadiyah (Sumu) Ghufron Mustaqim menyebutkan, jika opsi pembatalan tidak diambil, pemerintah dapat mengimbangi kenaikan tarif PPN dengan sejumlah kebijakan afirmatif yang mendukung daya saing UMKM. ”Kami mengusulkan tiga paket kebijakan afirmatif penguatan UMKM yang bisa dijalankan,” ujar Ghufron.

Pertama, menaikkan ambang batas pengusaha kena pajak (PKP) dari pendapatan per tahun Rp 4,8 miliar ke Rp 15 miliar. Hal itu mengacu pada batas atas kriteria usaha kecil berdasar Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 7 Tahun 2021. Menurut dia, sudah lebih dari 10 tahun Peraturan Menteri Keuangan (PMK) tentang Pengusaha Kena Pajak (PKP) belum diperbarui.

Usulan kedua, penambahan nominal batas atas kredit usaha rakyat (KUR) dari yang saat ini Rp 500 juta menjadi Rp 5–10 miliar per orang. Peningkatan itu berguna untuk mendorong usaha mikro dan kecil agar mampu naik kelas menjadi usaha menengah. ”Salah satu sumber masalah usaha kecil sehingga tidak bisa bertransformasi menjadi usaha menengah adalah persoalan akses modal,” ucapnya. Usulan terakhir adalah menurunkan PPh badan dari 22 persen menjadi 20 persen.

RUU Tax Amnesty Masuk Prolegnas 2025

Sementara itu, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memasukkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2025. Itu berarti pemerintah akan kembali menjalankan program tax amnesty jilid III.

Menurut Bhima, masuknya RUU Tax Amnesty ke Prolegnas 2025 justru mencederai kepatuhan wajib pajak. Sebab, pengemplang berasumsi ada program pengampunan serupa. Mengenai program itu, pemerintah juga dianggap tidak mengedepankan rasa keadilan terhadap masyarakat. Sebab, pada saat yang sama, kenaikan tarif PPN 12 persen akan berlaku tahun depan. ”Tarif PPN 12 persen akan menciptakan pelemahan daya beli kelas menengah ke bawah. Pelaku usaha juga terpukul dan bisa menyebabkan PHK massal pada ritel dan industri pengolahan,” tuturnya.

Terpisah, Ketua Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun membenarkan soal RUU Pengampunan Pajak yang masuk prolegnas. Dia menyebutkan, setelah ini akan dibahas substansi program pengampunan pajak tersebut. Dengan begitu, dapat menentukan sektor-sektor yang akan mendapatkan pengampunan pajak dan mekanisme program tersebut. (dee/agf/far/c19/dio)

Editor: Ilham Safutra

Tag:  #apindo #minta #tunda #penerapan #tarif #persen #khawatir #peredaran #barang #ilegal #tanpa #pajak #meningkat

KOMENTAR