KKP Ungkap AS Turunkan Tarif Bea Masuk Antidumping Udang jadi 3,9 Persen
Dirjen Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan, Budi Sulistiyo dalam konferensi pers di Kantor KKP, Senin (28/10). (Nurul Fitriana/JawaPos.com)
13:54
28 Oktober 2024

KKP Ungkap AS Turunkan Tarif Bea Masuk Antidumping Udang jadi 3,9 Persen

- Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyampaikan perkembangan terbaru terkait tuduhan antidumping udang di pasar Amerika Serikat (AS). Pihaknya menyampaikan bahwa tarif bea masuk antidumping udang di AS turun menjadi 3,9 persen dari sebelumnya 6,3 persen.   Dirjen Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan, Budi Sulistiyo mengatakan, keputusan penurunan tarif antidumping itu seiring dengan rilisnya hasil final determination yang dikeluarkan oleh US Department of Commerce (USDOC) atau Kementerian Perdagangan AS.   Namun, ia menyayangkan bahwa ada perbedaan penerapan tarif bea masuk antidumping udang yang diputuskan oleh USDOC. Pasalnya, hanya PT Bahari Makmur Sejati (BMS) yang dinyatakan bebas bea masuk, sedangkan PT First Marine Seafood (FMS) masih dikenakan sebesar 3,9 persen.   "Pada tanggal 22 Oktober, USDOC membuat keputusan finalnya dan menetapkan rate antidumping untuk respondent BMS tetap sebesar 0 persen. Sedangkan untuk FMS dan pelaku usaha lainya turun dari 6,3 persen menjadi 3,9 persen," kata Budi Sulistiyo dalam konferensi pers di Kantor KKP Jakarta, Senin (28/10).   Lebih lanjut, Budi menjelaskan bahwa perbedaan bea masuk itu telah memicu persaingan usaha yang tidak sehat diantara para eksportir udang ke AS. Sehingga ke depan, pihaknya bersama dengan Asosiasi Produsen Pengolahan dan Pemasaran Produk Perikanan Indonesia (AP5I) berkomitmen untuk kembali memperjuangkan.   "Dengan adanya perbedaan rate antara respondent pertama sebesar 0 persen dengan anggota AP5I lainnya sebesar 3,9 persen, pelaku usaha AP5I yang terdampak rate 3,9 persen merasakan adanya persaingan usaha yang tidak sehat dalam perhitungan harga bahan baku dan harga penjualan produk udang ke Amerika Serikat," jelas Budi.   "Sehingga perjuangan untuk membantah tuduhan dari Petitioner mash perlu dilanjutkan di hadapan USITC (International Trade Commission)," sambungnya.   Pada kesempatan yang sama, Ketua Dewan Pengawas AP5I/Penasihat Tim Satgas AP5I untuk Kasus bea masuk imbalan (countervailing duties/CVD) dan tuduhan antidumping (AD), Harry Lukmito mengatakan bahwa pihaknya bersama dengan pemerintah akan terus berjuang untuk mematahkan tuduhan yang disampaikan  USITC (Office of Tariff Affairs and Trade Agreements) atau Komisi Perdagangan Internasional AS.    "Sesuai yang disampaikan oleh Bapak Dirjen tentang strategi pembelaan, tim Satgas AP51 bersama-sama dengan Pemerintah, legal counsel, dan economist akan terus berjuang untuk mematankan tuduhan yang disampaikan oleh petitioner di USITC," ujarnya.   "Sebagaimana kita telah berhasil mematahkan argumentasi petitioner untuk menggunakan laporan keuangan CP Prima sebagai data pembanding di USDOC. Untuk itu, kita sama-sama berdoa agar perjuangan ini dapat memberikan hasil yang baik," pungkas Harry Lukmito.   Untuk diketahui, mulanya US Department of Commerce (USDOC) menetapkan preliminary rate Antidumping Duties (AD) sebesar 0 persen untuk respondent PT Bahari Makmur Sejati (BMS) dan 6,3 persen untuk respondent PT First Marine Seafood (FMS), serta 6,3 persen untuk pelaku usaha lainnya.   Dengan dikenakan rate 6,3 persen ini, baik FMS maupun pelaku usaha lainnya merasa sangat berat untuk bersaing dalam usaha pengolahan udang di tanah air. Kemudian, pada 20 Agustus pemerintah berangkat ke Amerika Serikat untuk menemui USDOC secara langsung.   Dalam laporan USDOC tertanggal 21 Oktober, keberatan ini berhail diterima dan disetujui shingga CP Prima tidak lagi digunakan sebagai data pembanding. Hingga akhirnya muncul keputusan penurunan tarif bea masuk, meskipun masih belum sama rata nilainya.  

Editor: Estu Suryowati

Tag:  #ungkap #turunkan #tarif #masuk #antidumping #udang #jadi #persen

KOMENTAR