Sajak: Meditasi Belabelu
Meditasi Belabelu
”Ayo kita bersulang, isi cawan dengan arak paling berorama.
Siram, sirami empedu, lambung, dan usus besarmu dengan berahi nikmat. Kenyangkan perut lantas tidurlah dengan dengkur paling sakral.”
Makan dan kenyang adalah puisi-puisi
paling bergairah
Kusiapkan pisau dan kuali dengan api
paling sempurna
Kutangkap ikan-ikan, sayat lepaskan segala durinya
Iris segala daging, potong dadu-dadu,
dari iga hingga lidah
Kukur kelapa jadi santan tuangkan
99 bumbu.
Salam, cabai, serai, merica, lengkuas,
tomat, dan pala
Jangan terlewat ketumbar, garam, jahe,
kunir, gula, dan kemangi.
Masukkan dalam periuk, nyalakan api dengan kayu bakar paling kering.
Belah-potonglah tulang, jadikan kaldu dan sungsum.
”Hirup aroma sedap itu agar perutmu selalu lapar. Hirup dan ingatlah Tuhan!”
Siapkan sendok piring di atas meja makan sambil nyanyi ”di sini senang di sana senang”
Meditasi pun segera dimulai!
”Jaga pisau penyayat daging itu agar tetap tajam. Kerat dagingmu seinci-seinci.
Sayat kulitmu, kelupas sekelupas.Bedahlah perut keluarkan jeroanmu jadi gulai.
Hidangkan, hidangan pada semua yang lapar, sebab raga adalah penghalang moksa.”
(Belabelu menunggang macan. Meraung dan melompat: moksa!)
Ngawi, 2024
---
Tamsil Ingatan
Kubaca peta dan aksara
di telapak tangan
Mereka namakan rajah nasib
dan suratan takdir
”Iqra!” seru mereka
Lantas kutemukan riwayat-
riwayat itu
Harus kubaca tanpa menunggu
restu para peramal
Kubaca dengan lampu-lampu sunyi
Aksara-aksara ingatan berderet
di sepanjang jalan
Seperti sungai jadi jejak-
jejak ular tangga
Tersuruk-suruk susuri rumah kenangan
Semisal membaca kitab wingit
Tanda dan lambang-lambang
jadi mantram
Membentang di antara
tiang-tiang ingatan
Mengantarku menuju jalan pulang
Perahu-perahu berlayar
larut malam
Menuju muara
Entah di mana
Arus-arus kusam dengan begitu banyak kelokan
Menggigil kubaca sendirian
Tanda dan lambang
Di langit, di arus, di dalam tubuh sendiri
Tak termakna!
Dengan pilu kukatupkan tangan
Jemari menuding-nuding awan tanpa rembulan,
Tanpa rasi gubuk penceng
Aku berputar dari pusat segala resah
Menuju penat dan putus asa
yang panjang
Tikungan tajam di kanan kiri
Perahu melaju tanpa lampu
Menuju lampau masa sekarat
Melintasi tebing-tebing dendam
Hantu pemburu paling keji
Semua kenangan jadi batu
Meluncur ke jurang-jurang ingatan
Telapak tangan bergetar
Guratan-guratan hitam
Jadikan ujung-ujung jalan remang
Kenangan!
Tujuan akhir
Genangan kubangan ingatan
Meluncur serong dan miring
Tak ke kanan tak ke kiri
Ingatan mengendarai angin kencang
Perahu-perahuku menghajar
tebing hitam
Serbuk-serbuk ingatan berhamburan
Terapung-apung bersama pecahan-pecahan papan.
Ayah, ayah aku gagal pulang!
Ngawi, Januari 2024
---
TJAHJONO WIDARMANTO, Penyair tinggal di Ngawi