Agus Salim-Novi Pratiwi, Transparansi dan Etika
Indra Loka Tjiam. (Dok. Pribadi)
19:06
7 Desember 2024

Agus Salim-Novi Pratiwi, Transparansi dan Etika

Oleh Indra Loka Tjiam

KASUS pengelolaan dana donasi untuk Agus Salim, korban penyiraman air keras, mengungkap berbagai dilema moral yang relevan dengan teori etika. Konflik ini melibatkan penggalangan dana besar melalui publik figur dan tuduhan penyalahgunaan. Konflik ini tidak hanya menyoroti pentingnya transparansi tetapi juga membuka ruang untuk memahami moralitas melalui perspektif teleologi dan etika kebajikan.

Penggalangan Dana dan Harapan Publik

Penggalangan dana yang diprakarsai melalui siniar (podcast) Denny Sumargo awalnya bertujuan mendukung pemulihan medis Agus. Para donatur menyumbangkan dana dengan harapan membantu proses penyembuhan Agus yang mengalami luka parah akibat serangan brutal tersebut. Namun, laporan dana sebesar Rp 1,5 miliar diduga digunakan untuk kebutuhan lain seperti melunasi utang keluarga Agus mulai menimbulkan kecurigaan. Transparansi menjadi isu utama yang mencuat di tengah meningkatnya ketidakpercayaan para donatur.

Dari perspektif salah satu cabang teori etika, teleologi, tindakan yang menghasilkan manfaat terbesar bagi semua pihak dianggap bermoral. Dalam kasus ini, pengelolaan dana yang tidak sesuai dengan tujuan awal merusak harapan donatur dan mengurangi manfaat kolektif yang semestinya diperoleh. Keputusan Novi Pratiwi untuk memindahkan dana ke yayasannya dapat dianggap sebagai langkah strategis untuk memastikan akuntabilitas. Namun, tindakan ini memicu konflik baru dengan Agus melaporkan Novi atas dugaan pencemaran nama baik. Polemik ini menjadi semakin kompleks ketika Farhat Abbas, pengacara Agus, menguatkan narasi ini dengan serangkaian tuduhan.

Mengukur Tindakan Melalui Etika Kebajikan

Etika kebajikan yang berakar pada filsafat Aristoteles menawarkan pendekatan berbeda dalam menilai tindakan, yaitu melalui karakter moral yang tercermin. Tindakan Agus, yang kurang transparan dan diduga menyalahgunakan dana, mencerminkan kekurangan kebajikan
seperti kejujuran dan tanggung jawab.

Dalam pandangan etika kebajikan, kejujuran adalah inti dari hubungan moral. Ketidakmampuan Agus untuk memberikan laporan penggunaan dana mencederai nilai ini. Sebagai penerima donasi publik, Agus seharusnya menunjukkan rasa syukur dan kesadaran akan tanggung jawab moral yang melekat pada posisi tersebut.Sebaliknya, tindakan Novi mencerminkan integritas dan komitmen terhadap transparansi.

Keputusannya untuk mengelola dana melalui yayasan menunjukkan kebajikan dalam bentuk akuntabilitas. Namun, etika kebajikan juga mengingatkan bahwa kebajikan harus dipraktikkan dengan keseimbangan. Langkah Novi yang dianggap tegas dapat dilihat kurang mencerminkan empati terhadap Agus, yang mungkin merasa ditekan. Meski begitu, dalam beberapa kesempatan publik, seperti dalam podcast dengan Denny Sumargo, Novi menampilkan sisi empatinya dengan menyatakan kesediaannya membantu Agus apa pun yang terjadi.

Mediasi: Upaya untuk Mencapai Eudaimonia

Pada 26 November 2024, mediasi dilakukan antara pihak Agus dan Novi untuk mencari solusi damai. Dari sudut pandang etika kebajikan, mediasi ini merupakan upaya untuk mencapai eudaimonia, kondisi kehidupan yang baik melalui praktik kebajikan yang berbasis kemampuan menalar. Namun, keberhasilan mediasi tergantung pada kemampuan kedua belah pihak untuk memadukan kebijaksanaan dengan empati, serta memperbaiki komunikasi yang buruk di antara mereka. Sayangnya, perbedaan pandangan yang tajam membuat mediasi ini belum menghasilkan kesepakatan konkret.

Pelajaran dari Kasus Agus Salim dan Novi Pratiwi

Kasus antara Agus dan Novi memberikan dampak yang tidak hanya bagi kedua belah pihak langsung, tetapi juga bagi masyarakat luas. Ketidakpercayaan publik terhadap penggalangan dana mulai meningkat. Insiden ini menciptakan histori buruk yang dapat menghambat solidaritas sosial, mengurangi potensi bantuan finansial di masa depan untuk korban yang benar-benar membutuhkan. Dari perspektif teleologi, ini adalah kegagalan besar karena manfaat kolektif yang seharusnya tercipta menjadi terganggu.

Kasus Agus Salim dan Novi Pratiwi mengajarkan bahwa tindakan moral harus selalu didasarkan pada transparansi, kejujuran, dan keseimbangan antara ketegasan dan empati. Dalam konteks teleologi, langkah-langkah yang diambil harus menghasilkan manfaat terbesar bagi semua pihak. Sementara itu, etika kebajikan menekankan pentingnya karakter moral yang tercermin dalam tindakan, baik dalam menjaga hubungan sosial maupun membangun kepercayaan.

Penyelesaian konflik ini bukan hanya soal mengembalikan dana ke jalur yang benar, tetapi juga tentang memulihkan kepercayaan publik terhadap sistem penggalangan dana. Dengan menanamkan nilai-nilai kebajikan dan mempraktikkan transparansi secara konsisten, masyarakat dapat terus mendukung korban yang membutuhkan tanpa rasa ragu. Kasus ini menjadi pelajaran penting bahwa kejujuran dan tanggung jawab tidak hanya menjaga integritas individu tetapi juga memelihara harmoni sosial. (*)

*) Indra Loka Tjiam, mahasiswa Universitas Indonesia

Editor: Ilham Safutra

Tag:  #agus #salim #novi #pratiwi #transparansi #etika

KOMENTAR