Dugaan Pelanggaran Penanganan Kasus Penyelundupan Satwa, Kuasa Hukum Berharap STH Bisa Segera Pulang
Sebelumnya, kuasa hukum STH, Hanfi Fajri melaporkan adanya dugaan pelanggaran HAM oleh oknum Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) pada kantor pelayanan utama Bea dan Cukai tipe C Soekarno-Hatta terkait penyidikan tindak pidana di bidang kepabeanan, ke Komnas HAM pada 27 Desember 2024.
"Saat ini sudah dalam proses penanganan dengan mekanisme Pemantauan," kata Hanfi Fajri saat dihubungi wartawan, Senin (13/1/2025).
Hanfi berharap Komnas HAM dapat segera cepat menyelesaikan laporan atau aduan dari pihaknya ini karena berkaitan dengan Warga Negara Asing yang keberadaannya di Indonesia hanya sementara.
"Kami berharap aduan kami dapat ditangani dengan cepat dan masalah dugaan pelanggaran ini bisa selesai," ujarnya.
"Kita juga harus pikirkan keluarga yang telah menanti pulang, khususnya seorang anak yang ulang tahun mendapatkan kado pahit," sambungnya.
Sebelumnya, Hanfi Fajri melaporkan dugaan pelanggaran HAM oknum PPNS pada kantor pelayanan utama Bea dan Cukai tipe C Soekarno-Hatta ke Komnas HAM.
Menurut Hanfi, laporan dibuat ke Komnas HAM lantaran oknum PPNS tersebut tidak memberikan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) kepada Kejaksaan, kepada terduga tersangka atau keluarganya.
"Dengan tidak memberikan SPDP oleh penyidik kepada JPU bukan saja menimbulkan ketidak pastian hukum, akan tetapi juga merugikan hak komstitusional terlapor atau tersangka sebagaimana yang telah diputus dalam putusan MK," kata Hanfi kepada wartawan, di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Jumat (27/12/2024).
Kemudian dalam proses penyidikan yang dilakukan PPNS Bea Cukai Soekarno-Hatta, Hanfi mempertanyakan soal tidak adanya pendampingan dari penyidik Polri.
Padahal, jelas diatur dalam hukum acara pidana, PPNS memiliki kedudukan sebagai penyidik yang berada di bawah koordinasi dan pengawasan penyidik Polri.
Dia juga membantah kliennya melakukan penyelundupan satwa. Sebab, satwa yang diduga diselundupkan itu dibeli oleh kliennya di pasar hewan Jati Negara. Yang mana, hewan itu dibeli untuk dijadikan hadiah ulang tahun anak dari kliennya dan juga untuk dipelihara sendiri.
"Jadi, kliennya saya itu ke Indonesia untuk membeli bahan-bahan tekstil, saat berkeliling di Pasar Jatinegara, dia melihat ada pedagang hewan, lalu dibelinya," kata Hanfi.
Dia pun mempertanyakan ketegasan pihak PPNS dan penegak hukum yang justru diam, atau abai dengan tidak mengejar atau menangkap penjual hewan atau satwa yang katanya dilindungi.
"Yang dibeli itu diduga Lutung Budeng, kemudian satu ekor diduga Burung Nuri Raja Ambon, dan satu ekor burung diduga Serindit Jawa," kata dia.
Hanfi berharap kliennya dapat dibebaskan karena tuduhan adanya perbuatan yang dilakukan kliennya tidak ada unsur pidananya. Dan selain itu, karena proses penyidikan tidak sah batal demi hukum.
"Kalau memang itu berkaitan dengan Kepabeanan seharusnya barang yang dianggap bermasalah itu yang disita, bukan justru orangnya. Karena itu bukan kewenangannya. Justru tindakan oknum tersebut serampangan menyimpang dari hukum acara pidana, jangan karena dianggap orang asing diperlakukan seenaknya dalam bertindak. Ini bikin malu kita tidak bisa biarkan ulah yang buat coreng negara.," kata Hanfi.
Bahkan, setelah dilaporkan ke Komans HAM, oknum PPNS tersebut melarang pihak keluarga dan kuasa hukum saat hendak membesuk ke tempat penahanan STH.
KronologiOtoritas Bandara Soekarno-Hatta (Bandara Soetta) Tangerang Banten menggagalkan upaya penyelundupan satwa dilindungi dari WN asal India berinisial STH (43).
Penindakan tersebut dilakukan petugas Bea Cukai Soekarno-Hatta bekerja sama dengan Aviation Security Bandara Soekarno-Hatta, Balai Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan Banten dan BKSDA Jakarta pada Minggu, 29 Oktober 2024.
Sebanyak empat ekor satwa dilindungi yang hendak diselundupkan antara lain lutung budeng (Trachypithecus auratus) sebanyak 2 ekor, 1 ekor burung nuri raja ambon (Alisterus amboinensis), dan 1 ekor burung serindit jawa (Loriculus pusillus).
Adapun pelakunya STH (43), warga negara asing (WNA) asal India.
Kepala Kantor Bea Cukai Soekarno-Hatta Gatot Sugeng Wibowo dalam keterangannya menyebut keempat satwa dilindungi itu akan dibawa pelaku ke Mumbai melalui barang bawaan penumpang.
Kronologi penindakan berawal saat petugas menindaklanjuti informasi mengenai adanya upaya penyelundupan dengan melakukan pemantauan dan mencurigai sebuah koper milik penumpang STH.
Koper itu tercatat sebagai bagasi pesawat rute penerbangan Jakarta (CGK)-Mumbai (BOM).
Atas kecurigaan tersebut, petugas segera menindak dan melakukan pemanggilan terhadap penumpang.
Dari pemeriksaan terhadap koper yang turut disaksikan oleh penumpang, petugas menemukan keempat ekor satwa dilindungi tersebut yang disembunyikan dan disamarkan dengan makanan, pakaian, dan mainan.
Petugas kemudian mengamankan penumpang tersebut dan membawanya beserta barang bukti ke Kantor Bea Cukai Soekarno-Hatta untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.
STH mengaku membeli satwa tersebut di sebuah pasar hewan di daerah Jakarta Timur dan akan dipergunakan sebagai hadiah untuk keluarganya di India.
Hingga November 2024, Bea Cukai Soekarno-Hatta telah melakukan 5 kali penindakan terhadap upaya penyelundupan satwa liar ke luar negeri dengan mayoritas tujuan adalah India dan negara di Afrika.
"Dari seluruhnya, kami telah mengamankan 13 orang tersangka yang merupakan WNA dan 66 ekor satwa liar berbagai jenis,” beber Gatot.
STH diduga melakukan tindak pidana kepabeanan Pasal 102A Undang-Undang Nomor 17 tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan dengan ancaman hukuman pidana maksimal 10 tahun dan denda maksimal Rp 5 miliar.
Tersangka STH juga diduga melanggar Pasal 87 UU Nomor 21 Tahun 2019 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan dengan ancaman hukuman pidana maksimal 3 tahun dan denda maksimal Rp 3 miliar.
Terhadap keempat ekor satwa itu telah dititipkan ke BKSDA Jakarta untuk dirawat.
Tag: #dugaan #pelanggaran #penanganan #kasus #penyelundupan #satwa #kuasa #hukum #berharap #bisa #segera #pulang