Aktivis Lingkungan Hidup Sebut Vonis Kasus Timah Justru Rugikan Masyarakat Bangka Belitung
Sidang pembacaan vonis empat terdakwa kasus korupsi tata niaga komoditas timah di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (30/12/2024). Elly Agustina Rebuin menilai vonis para terdakwa kasus korupsi tata niaga komoditas timah jadi cermin UU Minerba hanya sebatas teori. 
04:06
1 Januari 2025

Aktivis Lingkungan Hidup Sebut Vonis Kasus Timah Justru Rugikan Masyarakat Bangka Belitung

Aktivis Lingkungan Bangka Belitung, Elly Agustina Rebuin menilai vonis pengadilan Tipikor Jakarta kepada para terdakwa kasus korupsi tata niaga komoditas timah jadi cermin Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba), yang isinya bertujuan menyejahterakan rakyat dalam Pasal 4 hanya sebatas teori.

Pasalnya kata Elly, mereka yang masuk pusaran kasus timah adalah orang - orang yang berperan penting memperbaiki tata kelola pertambangan timah di Bangka Belitung

Selama ini masyarakat Bangka Belitung amat terbantu karena punya wadah untuk menjual hasil tambangnya kepada PT Timah, tanpa harus membayarkan pembebasan lahan untuk mengambil kekayaan alam yang ada di tanah masyarakat.

"Selama ini tidak ada pembebasan lahan, masyarakat yang menambang dan menjualkan ke PT Timah dengan sukarela. Masa masyarakat sekarang disebut sebagai penambang ilegal," kata Elly kepada wartawan, Selasa (31/12/2024).

Namun dengan perkara yang menjerat Harvey Moeis, tokoh masyarakat, Tamron alias Aon, warga Bangka Belitung yang melakukan aktivitas pertambangan kini dicap sebagai penambang ilegal dan punya konsekuensi hukum.

"Mana UU Minerba yang katanya mensejahterakan masyarakat, buktinya saat ini penegakan hukum yang dilakukan oleh negara menyengsarakan rakyat," katanya.

Padahal kata Elly, selama ini PT Timah juga sudah diuntungkan dengan kerja sama yang terjalin dengan masyarakat. Di sisi lain negara juga dapat menjalankan mandat hilirisasi untuk komoditas tambang dari pasir menjadi logam. 

"Orang tahu dari beli pasir ini jadilah produk logam, nah dengan adanya kerja sama 1,5 tahun itu maka pembelian pasir itu ada di masyarakat. Tidak mungkin gratis, masyarakat kan yang punya lahan disitu," kata Elly.

"Aon ini salah satu orang yang mengakomodir masyarakat supaya tertib. Sebelumnya masyarakat menjual hasil tambang ke perusahaan lain dan ada yang diselundupkan, tetapi Aon berhasil membina masyarakat dan menjualnya kepada PT Timah," jelas Elly.

Menurut Elly yang juga menjadi saksi fakta sidang timah di Pengadilan Tipikor, penerapan hukum terhadap kasus timah jadi bentuk ketidakadilan.

Sebab aktivitas pertambangan yang menjadi mata pencaharian masyarakat kini sudah tidak bisa dilakukan lagi, dan PT Timah juga tidak bisa membeli hasil tambang dari masyarakat.

Sehingga, lanjut Elly, terhitung sejak putusan kasus timah dibacakan, PT Timah harus diawasi ketat untuk tidak mengambil timah dari masyarakat, serta wajib membebaskan lahan dan ganti rugi jika ingin menambang di tanah milik masyarakat.

"Jika demikian mulai hari ini seluruh masyarakat Bangka Belitung tidak boleh bekerja lagi, harus dihentikan aktivitasnya karena mereka semua koruptor," ujarnya.

"PT Timah juga harus diawasi dengan ketat. Jangan pernah mengambil timah dari masyarakat. PT Timah juga harus membebaskan lahan dan ganti rugi kalau ingin menambang di tanah masyarakat terhitung dari putusan kasus timah," tambah Elly.

Sebagai informasi, Pengadilan Tipikor Jakarta telah menjatuhkan vonis pidana kepada para terdakwa kasus dugaan korupsi tata niaga komoditas timah. 

Mantan Direktur Utama PT Timah Tbk periode 2016-2021, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani, divonis pidana penjara 8 tahun dan denda Rp750 juta subsider 6 bulan kurungan. 

Emil Ermindra selaku mantan Direktur Keuangan PT Timah juga divonis 8 tahun penjara dan denda Rp750 juta subsider 6 bulan kurungan.

Direktur PT Stanindo Inti Perkasa (SIP) MB Gunawan dijatuhi vonis 5 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp500 juta subsider 4 bulan kurungan.

Kemudian Tamron alias Aon selaku bos smelter swasta CV Venus Inti Perkasa (VIP), Achmad Albani selaku Manajer Operasional CV VIP, Hassan Tjie selaku Direktur Utama CV VIP dan Kwan Yung Alias selaku pengepul bijih timah, masing - masing divonis 8 dan 5 tahun penjara.

Sementara Harvey Moeis divonis 6,5 tahun penjara dan denda Rp1 miliar, serta pidana tambahan membayar uang pengganti Rp210 miliar.

Editor: Wahyu Gilang Putranto

Tag:  #aktivis #lingkungan #hidup #sebut #vonis #kasus #timah #justru #rugikan #masyarakat #bangka #belitung

KOMENTAR