Kasus Aipda Robig, Anggota Komisi 3 Ingatkan Polisi Untuk Mampu Ukur Diri di Lapangan
Hal itu penting untuk menghindari kasus seperti yang terjadi di Semarang dimana Aipda Robig menembak siswa SMKN 4 Semarang bernama Gamma Rizkynata Oktafandy alias GRO.
Ia menjelaskan, pengambilan keputusan harus mempertimbangkan banyak faktor, seperti situasi sekitar, jenis ancaman, serta posisi petugas saat itu, baik dalam pakaian dinas maupun preman.
“Setiap tindakan harus didasarkan pada penilaian yang matang terhadap ancaman dan kekuatan yang dimiliki,” kata Rikwanto dalam rapat dengan Kapolrestabes Semarang di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa, (3/12/2024).
Menurut pensiunan Jenderal bintang dua ini, kasus yang terjadi di Semarang menjadi pengingat akan tantangan yang dihadapi aparat Kepolisian saat bertugas di lapangan.
Menurut dia anggota polisi sebelum bertugas selalu diingatkan bahwa ketika ke lapangan, satu kaki di kuburan dan satu kaki di penjara.
“Kenapa? Kalau terlambat bertindak, bisa jadi korban. Kalau terlalu cepat, bisa salah dan berujung penjara,” ungkapnya.
Rikwanto yang pernah menjabat Kapolda Kalimantan Selatan tersebut mengatakan bahwa Komisi III DPR telah mendapatkan paparan mengenai kasus tersebut.
Berdasarkan penjelasan Kabid Propam Polda Jawa Tengah (Jateng) Kombes Pol Aris Supriyono, bahwa tindakan Aipda Robig masuk ke dalam kategori tindakan berlebihan.
Di mana seharusnya, Aipda Robig tidak perlu mengeluarkan senjata api saat membubarkan sehingga berakhir kepada peristiwa pidana.
“Seharusnya anggota Polri bisa mengukur diri, saya sedang apa, pakaian saya apa preman, sipil, atau dinas. Lalu yang saya hadapi kelas ringan, berat, atau penuh ancaman terhadap saya dan masyarakat, ini harus diukur betul,” pungkasnya.
Tag: #kasus #aipda #robig #anggota #komisi #ingatkan #polisi #untuk #mampu #ukur #diri #lapangan