40
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita satu unit rumah mewah seluas 90 meter persegi yang berlokasi di Kota Medan, Sumatera Utara, pada Kamis (14/11). (IST)
17:16
14 November 2024
KPK Sita Rumah Mewah Milik Salomo Sihombing Terkait Kasus Dugaan Korupsi Pengadaan Tanah Rorotan
- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita satu unit rumah mewah seluas 90 meter persegi yang berlokasi di Kota Medan, Sumatera Utara, pada Kamis (14/11). Penyitaan rumah mewah itu berkaitan dengan pengusutan kasus dugaan korupsi pengadaan tanah di Rorotan, Cilincing, Jakarta Utara oleh Perumda Pembangunan Sarana Jaya tahun 2019-2020. "Penyidik telah melakukan penyitaan sebuah rumah mewah yang berlokasi di Kota Medan atas nama SS dengan luas 90 meter²," kata juru bicara KPK, Tessa Mahardika kepada wartawan, Kamis (14/11). Berdasarkan informasi yang dihimpun, SS merupakan inisial dari Salomo Sihombing yang menjabat sebagai Wakil Direktur Utama PT Totalindo Eka Persada. Salomo sebelumnya sudah diperiksa tim penyidik KPK sebagai saksi dalam kasus ini. "KPK menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada para pihak dan masyarakat yang membantu kelancaran kegiatan penyitaan pada perkara ini," ucap Tessa. KPK sebelumnya juga telah menahan Direktur Utama (Dirut) PT Totalindo Eka Persada, Donald Sihombing. Selain Donald Sihombing, KPK juga menahan empat tersangka lainnya. Keempat tersangka itu yakni, mantan Direktur Utama Perumda Pembangunan Sarana Jaya, Yoory C Pinontoan; Direktur Pengembangan Perumda Pembangunan Sarana Jaya, Indra S Arharrys; Komisaris PT Totalindo Eka Persada, Saut Irianto Rajagukguk; dan Direktur Keuangan PT Totalindo Eka Persada, Eko Wardoyo. Direktur Penyidikan (Dirdik) KPK, Asep Guntur menjelaskan, PT Totalindo Eka Persada merupakan salah satu perusahaan yang menawarkan tanah kepada Perumda Pembangunan Sarana Jaya yang salah satu usahanya membeli tanah di Jakarta untuk dijadikan sebagai bank tanah atau land bank. Lahan seluas total 12,3 hektare di Rorotan dibeli Perumda Pembangunan Sarana Jaya dari PT Totalindo Eka Persada senilai Rp 371,5 miliar pada 2019 lalu. Padahal, tanah itu sebelumnya dibeli PT Totalindo dari PT Nusa Kirana Real Estate atau PT NKRE dengan nilai yang jauh lebih murah. Lahan seluas sekitar 11,7 hektare dibeli PT Totalindo Eka Persada dari PT NKRE seharga Rp 950.000 per meter persegi yang diperhitungkan sebagai pembayaran utang PT NKRE kepada PT Totalindo Eka Persada dengan nilai transksi total Rp 117 miliar. Keuangan negara diduga dirugikan senilai Rp 223,8 miliar atas penyimpangan dalam proses investasi dan pengadaan tanah oleh Perumda Pembangunan Sarana Jaya pada 2019-2021. "Nilai kerugian negara atau daerah tersebut berasal dari nilai pembayaran bersih yang diterima PT Totalindo Eka Persada dari Perumda Pembangunan Sarana Jaya sebesar Rp 371,5 miliar dikurangi harga transaksi riil PT Totalindo Eka Persada dengan pemilik tanah awal, PT Nusa Kirana Real Estate setelah memperhitungkan biaya terkait lainnya seperti pajak, BPHTB dan biaya notaris sebesar total Rp 147,7 miliar," ungkap Asep di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (18/9). Tak hanya mark up harga, lanjut Asep, pengadaan tanah di Rorotan itu dilakukan dengan berbagai penyimpangan. Ia menyebut, Yoory mengarahkan untuk tidak perlu menunjuk kantor jasa penilai publik (KJPP) independen untuk menilai harga tanah. Selain itu, PPSJ juga belum melakukan kajian internal terkait penawaran KSO dari PT Totalindo Eka Persada. Pihak Totalindo Eka Persada juga mengetahui enam SHGB tanah Rorotan masih atas nama PT NKRE dan belum ada peralihan hak kepemilikan atas tanah dari PT NKRE ke PT Totalindo. Yoory diduga menerima fasilitas dari PT Totalindo Eka Persada. Yoory menerima valas dalam dolar Singapura senilai Rp 3 miliar dari PT Totalindo Eka Persada. Yoory juga diduga mendapatkan fasilitas atau kemudahan dalam penjualan aset milik pribadi yang segera dibeli oleh pegawai PT Totalindo Eka Persada. "Pembelian aset Saudara YCP berupa satu rumah dan satu unit apartemen oleh pegawai PT TEP tersebut atas instruksi Saudara EKW dan sumber dananya berasal dari kas perusahaan dalam bentuk pinjaman lunak kepada pegawai yang membeli aset tersebut," ujar Asep. Akibat perbuatannya, mereka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Editor: Nurul Adriyana Salbiah
Tag: #sita #rumah #mewah #milik #salomo #sihombing #terkait #kasus #dugaan #korupsi #pengadaan #tanah #rorotan