Amir Terakhir Jamaah Islamiyah Beberkan 42 Alasan Pembubaran Kepada Eks Afghanistan & Moro Filipina
Ia memaparkannya dalam acara Dialog Kebagsaan bertajuk "Dengan Ilmu Syar'i Kita Kembali ke Pangkuan NKRI" yang berlangsung sejak pagi dan masih berlangsung hingga siang harinya.
Informasi dihimpun, peserta acara tersebut mencapai 120 orang.
Selain Para, hadir pula pendiri JI Abu Rusydan sebagai narasumber dalam acara tersebut.
Di meja-meja peserta juga tampak sebuah naskah berjudul At Tatharuf (Ekstremisme, Terorisme, Radikalisme, dan Kekerasan).
Di sela-sela acara, Para menjelaskan momen tersebut adalah kesempatan pertama kalinya ia dapat menjelaskan 42 alasan tersebut.
Ia menjelaskan, rencananya 42 alasan tersebut hendak dipresentasikan pada saat deklarasi pembubaran JI di Bogor 30 Juni 2024 lalu.
Namun, lanjutnya, karena keterbatasan waktu sehingga saat itu hanya dibagikan dalam bentuk flashdisk tanpa penjelasan.
Namun, ungkapnya, pada intinya 42 alasan itu dibuat untuk meyakinkan semua anggota JI yang hadir pada saat deklarasi pembubaran bahwa keputusan pembubaran tersebut memiliki dasar yang kuat dari sisi hukum maupun dari sisi siyasah syar'iyah.
"Ini baru pertama kali kita sampaikan pada eks JI kita mulai dari yang paretonya istilahnya, karena ini paling menentukan kan, militer dan ustaz gabungannya dari alumni Afghan dan alumni Moro. Ini menentukan, kalau mereka bisa terima dengan baik, inysa Allah yang lain juga bisa terima," ujar Para.
Para juga menceritakan bagaimana proses lahirnya 42 alasan pembubaran JI tersebut.
Sebenarnya, kata dia, cikal bakal proses perubahan pemikiran di internal JI telah berlangsung sejak lama.
Sehingga, ungkap dia, bahan-bahan terkait 42 alasan pembubaran JI tersebut sudah ada di dalam kepalanya sejak lama.
Proses penulisannya sendiri, ungkapnya, berlangsung selama sekira sebulan sebelum deklarasi pembubaran JI di Bogor pada 30 Juni 2024 lalu.
Ia awalnya menuliskannya dalam bentuk tulisan tangan sebanyak 20 halaman berbentuk poin-poin.
"Kami (para tokoh JI) kan terpisah-pisah. Jadi itu (ditulis) sendirian. Karena rasa tanggung jawab saya sebagai Amir, di ruangan sel saya, saya tuliskan itu," ujarnya.
"Tadinya hanya tulisan tangan di kertas kemudian saya pindahkan, karena dipinjami laptop, dalam bentuk bisa dicopy. Totalnya waktu itu, waktu terakhir jadi untuk deklarasi 30 Juni itu sudah jadi 400 halaman. Itu 42 poin," sambungnya.
Saat itu, lanjutnya, bentuk dari tulisan 400 halaman berisi 42 poin alasan pembubaran JI masih dalam bentuk teks Bahasa Arab berupa nukilan-nukilan kitab.
Kemudian sekarang, ungkapnya, setelah diterjemahkan sudah jadi 900 halaman.
"Tapi belum semua poin selesai. Rencananya, keinginannya untuk memantapkan perubahan pada semua anggota JI itu mau dicetak, dibagikan, supaya mereka bisa baca pelan-pelan bahwa perubahan itu memang dengan dasar," kata Para.
"Harapannya perubahan ini betul-betul berdasar ilmu ingin saya, sehingga kokoh dan kuat. Jadi kita kembali ke NKRI dengan ilmu dan kita siap dan membela, mengawal NKRI," pungkas dia.
Ji sendiri, dalam sejarahnya identik dengan berbagai peristiwa aksi teror para anggotanya di Indonesia yang menelan tidak sedikit korban jiwa.
Sebut saja Bom Malam Natal (2000) Bom Bali I (2002), Bom Bali II (2005), Bom Hotel JW Marriot (2003), Bom Kedutaan Australia (2004), Bom Hotel JW Marriot dan Hotel Ritz Carlton (2009), mutilasi 3 siswi SMA di Poso dan berbagai aksi teror lainnya diidentikan dengan kelompok tersebut.
Dalam sesi wawancara khusus dengan Tribun di kawasan Jakarta pada Senin (16/9/2024) siang, Para pun mengakui aksi-aksi teror yang selama ini dilakukan anggota JI salah.
Untuk itu, ia meminta maaf kepada para korban aksi teror JI selama ini.
"Justru karena proses penyadaran itu muncul, evaluasi itu muncul, ya kita mengakui itu salah. Karena salah ya kita minta maaf. Kita minta maaf kepada para korban. Baik korban jiwa maupun korban harta. Artinya dengan tulus hati kita minta maaf atas nama organisasi Al Jamaah Islamiyah," ujar Para.
Para juga mengakui seharusnya merekalah yang bertanggung jawab untuk memberikan ganti rugi kepada korban.
Namun, lanjut dia, selama ini justru pemerintah yang memberikan restitusi kepada para korban.
"Kami juga sangat berterima kasih kepada pemerintah Indonesia. Tapi kita mengakui ternyata (perbuatan anggota JI) itu salah. Artinya ketika itu salah, berarti harus ada proses perubahan," kata Para.
Tag: #amir #terakhir #jamaah #islamiyah #beberkan #alasan #pembubaran #kepada #afghanistan #moro #filipina