KPK Tahan Kajari dan Kasi Intel Kejari HSU, Tersangka Kasus Pemerasan Rp 804 Juta
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Hulu Sungai Utara, Albertinus P Napitupulu, dan Kepala Seksi Intelijen (Kasi Intel) Asis Budianto, setelah ditetapkan sebagai tersangka terkait kasus dugaan pemerasan terhadap sejumlah perangkat daerah senilai Rp 804 juta pada Sabtu (20/12/2025).
Diketahui, keduanya ditangkap bersama 19 orang lainnya dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) di Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan, pada Kamis (19/12/2025).
KPK melakukan penahanan terhadap para tersangka untuk 20 hari pertama, yaitu sejak tanggal 19 Desember 2025 sampai dengan 8 Januari 2026.
"Iya, di Rumah Tahanan (Rutan) Merah Putih KPK," kata Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih, Jakarta, Sabtu.
Selain kedua orang tersebut, KPK juga menetapkan Kepala Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara, Taruna Fariad, sebagai tersangka. Namun, Taruna belum ditangkap dan masih dalam pencarian.
Modus ancaman laporan tak ditindaklanjuti
Asep mengatakan, kasus ini bermula pada Agustus 2025.
Saat itu, Albertinus P Napitupulu diduga menerima aliran uang sekitar Rp 804 juta secara langsung maupun melalui perantara, yaitu Asis Budianto selaku Kasi Intel dan Tri Taruna Fariadi selaku Kasi Datun Kejari HSU.
"Bahwa penerimaan uang tersebut berasal dari dugaan tindak pemerasan Albertinus kepada sejumlah perangkat daerah di HSU, di antaranya Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Dinas Pekerjaan Umum (PU), dan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD)," ujarnya.
Asep menambahkan, permintaan disertai ancaman dengan modus agar Laporan Pengaduan (Lapdu) dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang masuk ke Kejari HSU terkait dinas tersebut tidak ditindaklanjuti proses hukumnya.
Kajari terima aliran uang dari dua klaster
Selama periode November - Desember 2025, dari permintaan tersebut, Albertinus diduga menerima aliran uang sebesar Rp804 juta, yang terbagi dalam dua klaster perantara yaitu:
Pertama, melalui perantara Kasi Datun Taruna, yaitu penerimaan dari Kepala Dinas Pendidikan HSU senilai Rp 270 juta; dan EVN selaku Direktur RSUD HSU sebesar Rp 235 juta.
Kedua, melalui perantara Asis Budianto, yaitu penerimaan dari YND selaku Kepala Dinas Kesehatan HSU sejumlah Rp 149,3 juta.
Sementara itu, Asis Budianto, yang merupakan perantara Albertinus tersebut, dalam periode Februari - Desember 2025, diduga juga menerima aliran uang dari sejumlah pihak sebesar Rp 63,2 juta.
Pemotongan anggaran Kejari HSU
Selain melakukan dugaan tindak pemerasan, Albertinus juga diduga melakukan pemotongan anggaran Kejari HSU melalui bendahara, yang digunakan untuk dana operasional pribadi.
Tak hanya itu, Albertinus juga diduga mendapat penerimaan lainnya sejumlah Rp 450 juta.
Rinciannya, transfer ke rekening istrinya senilai Rp 405 juta dan aliran uang dari Kadis PU dan Sekwan DPRD dalam periode Agustus - November 2025 sebesar Rp 45 juta.
Sementara itu, selain menjadi perantara Albertinus, Taruna juga diduga menerima aliran uang mencapai Rp 1,07 miliar.
Rinciannya, pada 2022 yang berasal dari mantan Kepala Dinas Pendidikan HSU senilai Rp 930 juta dan pada 2024, yang berasal dari rekanan sebesar Rp 140 juta.
Atas perbuatannya, para tersangka disangkakan melanggar Pasal 12 huruf e, Pasal 12 huruf f UU No 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2002 jo Pasal 55 ayat (1) KUHP jo Pasal 64 KUHP.
Tag: #tahan #kajari #kasi #intel #kejari #tersangka #kasus #pemerasan #juta