Penjarahan Rumah Sahroni hingga Uya Kuya Diyakini Akibat dari Disinformasi, Bikin Emosi Publik Tidak Terkontrol
Kondisi rumah Uya Kuya usai menjadi korban penjarahan pada 30 Agustus 2025 lalu.(Instagram: king_uyakuya)
14:08
31 Oktober 2025

Penjarahan Rumah Sahroni hingga Uya Kuya Diyakini Akibat dari Disinformasi, Bikin Emosi Publik Tidak Terkontrol

- Grafolog dan Pengamat Perilaku serta ahli strategi AI, Gusti Ayu Dewi menyakini kerusuhan pada akhir Agustus 2025 disebabkan oleh banyaknya disinformasi di ruang publik. Kondisi ini mempengaruhi opini publik, sehingga emosi publik tidak terkontrol.

 

Dewi mengaku sudah mencium adanya gelagat aksi ditunggangi setelah demo terhadap Bupati Pati Sudewo yang menaikan pajak. Gerakan tersebut perlahan berubah seperti dikendalikan untuk kepentingan tertentu.

"Di titik itu saya sadar, ini bukan lagi gerakan spontan rakyat, tapi sudah ada yang mengatur, membingkai, dan menunggangi," kata Dewi saat dihubungi, Jumat (31/10).

Dewi menilai, kerusuhan yang terjadi karena opini publik digiring melalui  disinformasi dan emosi sosial. Sehingga, logika publik menjadi kacau, dengan begitu rakyat menjadi mudah dibenturkan hingga berujung kerusuhan.

"Berbeda dari perang fisik yang menumpahkan darah, perang ini menyerang pikiran dan persepsi manusia, mengubah cara kita memaknai realitas. Musuhnya tidak kelihatan, tapi dampaknya nyata. Rakyat diadu, dibakar emosinya, dijadikan pion dalam permainan besar," lanjutnya.

Akibat situasi ini, kerusuhan pun tak terhindarkan. Mirisnya, berlanjut pada penjarahan rumah anggota DPR RI seperti Ahmad Sahroni, Nafa Urbach, Uya Kuya hingga Eko Patrio.

Dewi tak memungkiri bahwa para anggota dewan ini menunjukan sikap tidak empatik. Namun, adanya disinformasi membuat amuk massa tidak terkontrol hingga terjadi tindak pidana penjarahan, pengancaman, hingga persekusi.

Dewi berpendapat seharusnya para penjabat publik ini dikritik atas sikapnya. Segala bentuk kekerasan maupun penjarahan tidak dibenarkan karena bagian dari kriminalitas.

"Inilah bahayanya DFK (Disinformasi, Fitnah, Kebencian), ketika moral publik dibajak, orang merasa tindakannya benar padahal sudah melanggar hukum," ucapnya..

Atas dasar itu, Dewi tidak sepakat jika para anggota dewan tersebut langsung dicabut begitu saja status keanggotaannya di DPR RI. Proses tersebut harus dilakukan secara profesional berdasarkan aturan yang berlaku.

"Soal sanksi administrasi, harus lewat bukti hukum, bukan amarah publik. Sanksi administrasi atau pencopotan jabatan, seharusnya didasarkan pada pembuktian hukum dan mekanisme formal. Kalau kita biarkan emosi menggantikan hukum, maka bangsa ini akan hancur pelan-pelan," tegas Dewi.

Di sisi lain, Dewi juga meminta kepada pemerintah agar menjadikan kerusuhan akhir Agustus 2025 sebagai alarm. Harus ada upaya tegas dalam penegakan Undang-Undang ITE terhadap para pelaku penyebaran DFK. Sebab, tindakan mereka bisa mengancam masa depan bangsa.

"Karena kalau tidak, DFK ini akan jadi virus sosial yang menggerogoti bangsa dari dalam. Hari ini korbannya pejabat, besok bisa siapa saja dari kita," tandasnya.

Editor: Sabik Aji Taufan

Tag:  #penjarahanrumah #sahroni #hingga #kuya #diyakini #akibat #dari #disinformasi #bikin #emosi #publik #tidak #terkontrol

KOMENTAR