Status Tersangka Eddy Hiariej Gugur, ICW-IM57 Kompak Desak KY dan Badan Pengawas MA Usut Putusan PN Jaksel
Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana usai menghadiri forum 'KPK Mendengar' di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (21/12/2023). [Suara.com/Yaumal]
10:04
2 Pebruari 2024

Status Tersangka Eddy Hiariej Gugur, ICW-IM57 Kompak Desak KY dan Badan Pengawas MA Usut Putusan PN Jaksel

Indonesia Corruption Watch (ICW) dan IM57+ Institute mendesak Komisi Yudisial serta Badan Pengawas Mahkamah Agung (MA), mengusut putusan sidang praperadilan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan (Jaksel) yang menggugurkan status tersangka mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edwar Omar Sharif Hiariej alias Eddy Hiariej.

Peneliti ICW Kurnia Ramadhana menilai, hakim PN Jaksel yang mengadili perkara tersebut keliru dalam mengambil putusan.

Ada Slank di Hajatan Rakyat 3 Februari, 134 Ribu Relawan Ganjar-Mahfud Diprediksi Banjiri GBK

Dia merujuk pada ketentuan Pasal 4 Undang-Undang (UU) KPK.

"Dalam fase penyelidikan yang tertuang dalam Pasal 44 UU KPK, sudah bicara tentang pencarian bukti permulaan yang cukup. Artinya, pada fase penyelidikan, sudah mencari dua alat bukti. Sehingga, ketika diterbitkan sprindik (surat perintah penyidikan), dengan sendirinya ada penetapan tersangka," kata Kurnia dikutip Suara.com, Jumat (2/2/2024).

Oleh karenya dia pun mendesak, KY dan Badan Pengawas MA mengusut putusan pengadilan tersebut.

"Kami melihat ada kekeliruan dalam putusan hakim tunggal kemarin. Penting bagi Komisi Yudisial dan Badan Pengawas Mahkamah Agung untuk melihat, apakah putusan itu dihasilkan secara benar atau tidak," ujar Kurnia.

Senada dengan ICW, Ketua IM57+ Institute M Praswad Nugraha, juga mendesak KY dan Badan Pengawas MA mendalami putusan tersebut.

"KY dan Badan Pengawas MA perlu mendalami lebih jauh mengenai apa di balik pertimbangan hakim dalam mengabulkan gugatan praperadilan Eddy OS Hiariej dalam putusannya. Hal ini karena hakim seharusnya mengetahui secara baik tahap penyelidikan dan penyidikan berdasarkan UU KPK dengan segala kekhususannya," kata Praswad.

Disebutnya, KPK memiliki keistimewaan dalam mendorong kehati-hatian penyelidik dan penyidik untuk memproses seseorang menjadi tersangka, dengan memberikan beban bukti permulaan yang cukup.

"Artinya, berbagai bukti permulaan dikumpulkan pada proses penyelidikan sesuai ketentuan Pasal 44 UU KPK. Menjadi persoalan ketika hakim dalam pertimbangannya mempersoalkan pengumpulan bukti permulaan pada tahap penyelidikan dan bukan penyidikan," terang Praswad.

"Bagaimana mungkin KPK mengumpulkan bukti permulaan pada tahap penyidikan sedangkan standar KPK, penetapan tersangka sudah harus menyebut nama tersangka pada saat naik pada tahap penyidikan? Apabila logika hakim diterapkan bahwa pengumpulan bukti permulaan harus pada tahap penyidikan maka tidak akan pernah ada jalan bagi KPK untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka," sambungnya.

Putusan Pengadilan

Dalam putusan Hakim tunggal Estiono mengabulkan praperadilan yang diajukan Eddy. Hakim menyebut, penetapannya sebagai tersangka tidak sah.

"Mengadili, dalam ekspeksi menyatakan eksepsi pemohon (KPK) tidak dapat diterima seluruhnya," ujar Hakim tunggal Estiono dalam putusannya, Selasa (30/1/2024).

"Dalam pokok perkara menyatakan penetapan tersangka oleh termohon (KPK) terhadap pemohon tidak sah, dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Menghukum termohon (KPK) membayar biaya perkara," sambungnya Hakim.

Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej (tengah) usai menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (4/12/2023). [Suara.com/Alfian Winanto]Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej (tengah) usai menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (4/12/2023). [Suara.com/Alfian Winanto]

Eddy mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sudah dua kali. Praperadilan pertama dicabutnya saat sidang berjalan pada 20 Desember 2023.

Setelahnya, pada 3 Januari 2024 dia kembali mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Eddy dan dua anak buahnya, Yosi Andika Mulyadi, serta Yogi Arie Rukmana dijadikan KPK tersangka, karena diduga diduga menerima suap dan gratifikasi senilai Rp 8 miliar dari Direktur Utama PT Cirta Lampia Mandiri (CLM) Helmut Hermawan.

Pemberian uang itu untuk menyelesaikan tiga perkara Helmut di Kementerian Hukum dan HAM, serta Bareskrim Polri.

KPK baru menahan Helmut di Rutan KPK untuk 20 hari pertama, terhitung sejak tanggal 7 sampai dengan 26 Desember 2023.

Sedangkan Eddy dan dua anak buahnya belum ditahan. KPK memastikan segera memanggil ketiganya untuk dilakukan penahanan.

Editor: Ria Rizki Nirmala Sari

Tag:  #status #tersangka #eddy #hiariej #gugur #im57 #kompak #desak #badan #pengawas #usut #putusan #jaksel

KOMENTAR