



Ekosistem Beras Biofortifikasi, Strategi Baru Kendalikan Harga
- Banyuwangi meluncurkan strategi baru untuk menjaga ketahanan pangan sekaligus mengendalikan harga beras melalui pengembangan ekosistem beras biofortifikasi.
Tak hanya soal gizi, inisiatif ini juga menyasar aspek bisnis, yakni membangun rantai pasok dari hulu ke hilir yang terintegrasi.
Targetnya, menciptakan pasokan beras bergizi tinggi secara berkelanjutan bagi pasar institusional seperti rumah sakit, pesantren, hingga program pemerintah.
Model bisnis ini diperkenalkan Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani saat peluncuran Ekosistem Beras Biofortifikasi di lahan persawahan Kelurahan Tukangkayu, Banyuwangi, pada Senin, 24 Juni 2025.
Acara ini turut dihadiri Dirjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian Suwandi dan Direktur Utama PT Pertani (BUMN pangan) Febby Novita.
"Banyuwangi menjadi daerah pertama yang mengembangkan ekosistem biofortifikasi secara lengkap, dari budidaya hingga pasarnya. Ini bukan hanya program gizi, tapi bagian dari penguatan ekonomi lokal," kata Ipuk dalam peluncuran tersebut, dikutip dari keterangannya, Jumat (27/6/2025).
Kembangkan Pasar Khusus
Beras biofortifikasi merupakan beras yang diperkaya zat gizi seperti zinc, beta karoten, hingga protein lebih tinggi dari beras biasa. Kandungan ini penting untuk mencegah stunting dan memenuhi kebutuhan nutrisi masyarakat rentan, terutama anak-anak dan lansia.
Namun tantangannya, beras ini belum populer di pasar umum. Karena itu, Pemkab Banyuwangi bersama Kementerian Pertanian dan BUMN pangan mengembangkan model bisnis baru: menghubungkan langsung petani dengan pasar institusional yang sudah pasti menyerap produksi, seperti rumah sakit, pesantren, sekolah, hingga koperasi ASN.
“Kami buat pola tanam terstruktur dengan varietas yang sudah tersertifikasi dan produktivitas tinggi. Petani didampingi dari awal, dan hasil panennya akan dibeli dengan harga bagus,” ujar Suwandi di lokasi acara.
PT Pertani akan bertindak sebagai offtaker utama sekaligus distributor. Perusahaan ini akan menyerap hasil panen petani biofortifikasi di Banyuwangi, mengemasnya secara profesional, lalu mendistribusikannya ke jaringan konsumen institusional.
Menurut Febby Novita, pola ini bisa menjadi contoh model agribisnis sehat yang menjaga keseimbangan antara produksi, nilai ekonomi, dan keberlanjutan pasar.
“Biofortifikasi ini bukan sekadar intervensi gizi, tapi juga masuk ke strategi pengendalian harga pangan lewat pengaturan pasokan berbasis nutrisi. Kalau berhasil, ini bisa dikembangkan di daerah lain,” ujar Febby.
Ke depan, ekosistem ini juga akan ditopang koperasi petani yang difasilitasi permodalan dan alat pertanian modern. Pemkab Banyuwangi menargetkan setidaknya 1.000 hektare sawah akan disiapkan khusus untuk komoditas beras biofortifikasi.
Dengan pendekatan ini, Banyuwangi berharap bisa menjaga harga beras tetap stabil, sekaligus menghadirkan pilihan pangan yang lebih sehat untuk masyarakat.
Model ekosistem biofortifikasi ini juga menjadi bagian dari strategi nasional untuk menekan angka stunting dan memperkuat ketahanan pangan berbasis lokal. Artinya, peran daerah dalam inovasi pangan kini makin diakui penting.
“Ini bukan cuma soal tanam dan panen. Ini tentang merancang sistem pangan yang berpihak pada petani dan konsumen,” ujar Ipuk.
Tag: #ekosistem #beras #biofortifikasi #strategi #baru #kendalikan #harga