



Tentara Masuk Kampus Dinilai Jadi Dampak Revisi UU TNI
Peneliti Senior Imparsial dan Ketua Centra Initiative Al Araf mengatakan, banyaknya kasus aparat militer yang mendatangi kampus perguruan tinggi adalah dampak dari revisi Undang-Undang TNI yang sudah disahkan.
Sebab, menurut Al Araf, UU TNI yang baru memperluas kewenangan TNI, salah satunya dengan mengatur pelaksanaan operasi militer selain perang (OMSP) yang dulu mesti sepersetujuan DPR kini dapat dilakukan secara sporadis tanpa keputusan politik negara.
"Undang-undang TNI baru itu memulai keluasan yang luas kepada militer untuk masuk ke ruang-ruang wilayah sipil," kata Al Araf kepada Kompas.com, Minggu (20/4/2025).
"Nah ini yang kemudian berbahaya baik kehidupan demokrasi dan keluasan sipil kita. Salah satunya adalah apa yang terjadi masuknya militer di kampus-kampus tadi," imbuh dia.
Menurut Araf, operasi militer yang memberikan keleluasaan tanpa keputusan politik akan membuat rancu tugas TNI sebagai alat pertahanan negara.
Terlebih di beberapa daerah, TNI mulai dilibatkan dalam operasi pemberantasan narkotika dan premanisme.
"Militer itu alat pertahanan negara, alat perang, enggak ikut-ikut soal itu, karena itu layaknya penegakan hukum, apalagi sampai masuk kampus itu sudah kekeliruan yang fatal," kata Al Araf.
Oleh sebab itu, ia menilai perlu ada evaluasi terhadap UU TNI yang telah memberi kelonggaran bagi militer untuk melakukan operasi selain perang.
Jejak TNI Masuk Kampus
Sebagai informasi, peristiwa TNI masuk kampus tercatat berulang kali terjadi sejak Maret 2025 setelah revisi UU TNI disahkan.
BBC Indonesia mencatat, jejak TNI di perguruan tinggi bahkan pernah tercatat intens di tiga daerah dalam tiga hari berturut-turut.
Pertemuan pada 24 Maret 2025 terjadi antara Badan Eksekutif Mahasiswa dan Kodim 0701 Banyumas, Jawa Tengah, yang dilatarbelakangi aksi protes RUU TNI pada 21 Maret 2025.
Pada 25 Maret, giliran mahasiswa Papua merasa terancam dengan beredarnya surat dari Komando Distrik Militer 1707/Merauke yang dikirimkan kepada Sekretariat Daerah Merauke untuk meminta data mahasiswa.
Di awal surat, Kodim menjelaskan dua dasar permintaan data tersebut, yaitu program kerja bidang intelijen/pengamanan dan pertimbangan komando serta Staf Kodim 1707/Merauke.
Ketiga, pengumuman kerja sama antara TNI dan Universitas Udayana.
Meski perjanjian itu diteken oleh Rektor Universitas Udayana, I Ketut Sudarsana, dan Panglima Kodam IX/Udayana, Muhammad Zamroni, atas nama Kepala Staf Angkatan Darat pada 5 Maret di Denpasar, informasi tersebut menjadi sorotan pada 26 Maret.
Peristiwa keempat adalah kedatangan anggota TNI dalam diskusi bertema "Fasisme Mengancam Kampus: Bayang-Bayang Militer bagi Kebebasan Akademik" di Universitas Islam Negeri Walisongo, Semarang, pada 14 April 2025.
Laporan dari Amnesty Internasional Indonesia menyebut, anggota TNI itu menanyakan identitas pribadi para panitia diskusi secara perinci, mulai dari nama, tempat tinggal, dan jenjang semester.
Terakhir adalah peristiwa kedatangan Komandan Distrik Militer Depok 0508 Kolonel Iman Widhiarto ke kampus Universitas Indonesia pada 16 April 2025 saat mahasiswa sedang menggelar Konsolidasi Nasional Mahasiswa.
Iman mengaku datang ke acara tersebut karena diundang oleh mahasiswa berinisial F dan Kepala Bagian Pengamanan UI berinisial AR.
"Saya berbincang-bincang santai dengan lima orang mahasiswa dalam suasana keakraban sebagaimana adik-kakak hingga pukul 00.30 WIB," kata Iman.