![](https://jakarta365.net/public/assets/img/icon/view.png)
![Anggota DPR Usul RUU KUHAP Atur Disparitas Hukuman, Cegah Penegak Hukum Semena-mena](https://jakarta365.net/uploads/2025/02/10/kompas/anggota-dpr-usul-ruu-kuhap-atur-disparitas-hukuman-cegah-penegak-hukum-semena-mena-1198864.jpg)
![](https://jakarta365.net/public/assets/img/icon/clock-d.png)
![](https://jakarta365.net/public/assets/img/icon/calendar-d.png)
Anggota DPR Usul RUU KUHAP Atur Disparitas Hukuman, Cegah Penegak Hukum Semena-mena
– Anggota Komisi III DPR RI Rudianto Lallo mendorong agar Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) turut mengatur secara tegas soal pencegahan disparitas hukuman dalam sistem peradilan.
Politikus Nasdem itu berpandangan bahwa aturan ini penting dibuat agar aparat penegak hukum (APH) tidak bertindak semena-mena dalam menjatuhkan hukuman.
“Apakah ini penting? Menurut saya, penting dimasukkan supaya betul-betul ada kontrol, hukum acara sebagaimana mekanisme kontrol pengawasan supaya APH kita tidak semena-mena,” ujar Rudianto dalam rapat kerja bersama Komisi Yudisial, Senin (10/2/2025).
Dalam kesempatan itu, Rudianto juga menyoroti ketimpangan dalam putusan pengadilan dalam beberapa kasus tindak pidana korupsi (Tipikor).
Menurut dia, pelaku yang menyebabkan kerugian negara dalam jumlah kecil, justru dijatuhi hukuman lebih berat dibandingkan dengan koruptor yang merugikan negara hingga triliunan rupiah.
"Soal pemidanaan, disparitas putusan ini nyata. Ada kasus tipikor dengan nilai kerugian hanya Rp 10 miliar atau Rp 20 miliar, tetapi vonisnya lebih berat dibandingkan dengan kasus yang merugikan negara hingga triliunan rupiah," katanya.
Oleh karena itu, Rudianto merasa perlu adanya mekanisme pengawasan dalam revisi KUHAP agar praktik ini tidak terus terjadi.
Sebelumnya, Ketua Komisi Yudisial (KY), Amzulian Rifa'i, merekomendasikan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas UU No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP, agar mengatur pengawasan terhadap aparat penegak hukum hingga hakim pada semua tingkatan peradilan.
"Komisi Yudisial merekomendasikan kepada yang terhormat Komisi III DPR RI, kami berpandangan agar penegasan pengawasan terhadap aparat penegak hukum menjadi perhatian serius di dalam perubahan KUHAP, termasuk pengawasan terhadap hakim oleh Komisi Yudisial," kata Amzulian dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin.
Usulan itu disampaikan karena KUHAP tidak mengatur pengawasan terhadap proses penegakan hukum. Saat ini, hanya ada pengawasan dan pengamatan pelaksanaan putusan pengadilan sebagaimana diatur dalam Bab 20 beleid tersebut.
Pengawasan terhadap putusan pengadilan itu berada di ujung proses penegakan hukum. Padahal, menurut Amzulian, penyalahgunaan wewenang bisa terjadi sejak penyelidikan.
Menurut Amzulian, memasukkan pengawasan dalam KUHAP akan memberikan legitimasi kuat bagi lembaga-lembaga pengawas dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Bahkan, jika perlu, masalah ini diatur dalam bab tersendiri dalam KUHAP baru.
"Jika perlu, pengawasan terhadap aparat penegak hukum diatur di dalam bab tersendiri dalam perubahan KUHAP tersebut," ujarnya.
Sebagai informasi, DPR RI dalam proses penyusunan draf revisi KUHAP dan naskah akademik.
Komisi III DPR menargetkan KUHAP baru dapat berlaku pada 1 Januari 2026, bersamaan dengan mulai berlakunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang direvisi pada 2022.
"Masa sidang berikutnya, akan segera dibahas sebagai RUU inisiatif DPR," kata Ketua Komisi III DPR Habiburokhman dalam keterangannya pada 22 Januari 2025.
Politikus Partai Gerindra ini menilai bahwa pengesahan KUHAP penting karena merupakan hukum formal yang mengoperasikan pemberlakuan KUHP sebagai hukum materiil.
Dia mengatakan, KUHP baru mengandung semangat perbaikan revolusioner yang mengedepankan asas restoratif dan keadilan substantif sebagaimana diatur dalam KUHAP.
"Semangat politik hukum KUHAP haruslah sama dengan semangat politik hukum yang terkandung dalam KUHP," ujarnya.
Tag: #anggota #usul #kuhap #atur #disparitas #hukuman #cegah #penegak #hukum #semena #mena