Orang yang Tumbuh di Lingkungan yang Pilih Kasih Kerap Punya 9 Sifat Ini di Kemudian Hari, Menurut Psikologi
Ilustrasi sifat seseorang yang tumbuh di lingkungan yang pilih kasih menurut Psikologi. (Freepik)
18:38
28 Oktober 2024

Orang yang Tumbuh di Lingkungan yang Pilih Kasih Kerap Punya 9 Sifat Ini di Kemudian Hari, Menurut Psikologi

– Orang yang tumbuh di lingkungan yang penuh dengan pilih kasih seringkali membawa dampak emosional yang besar hingga dewasa. Perlakuan yang tidak adil dari orang tua atau figur otoritas lain bisa meninggalkan luka mendalam, memengaruhi kepercayaan diri dan cara berhubungan dengan orang lain.

Menurut psikologi, pengalaman ini kerap tercermin dalam berbagai sifat atau perilaku yang terbentuk di kemudian hari.

Menyadari pengaruh negatif dari perlakuan pilih kasih ini dapat membantu kita memahami diri sendiri lebih baik dan berupaya untuk mengatasi dampaknya.

Dikutip dari Hack Spirit pada Senin (28/10), diterangkan bahwa terdapat sembilan sifat yang dimiliki seseorang yang tumbuh di lingkungan yang pilih kasih menurut Psikologi.

1. Kepekaan yang meningkat

Mereka yang tumbuh dengan pengalaman favoritisme sering mengembangkan tingkat sensitivitas yang tinggi. Hal ini muncul sebagai mekanisme pertahanan diri, di mana seseorang menjadi sangat peka terhadap perubahan kecil dalam nada suara, ekspresi wajah, dan sikap orang lain.

Meskipun sifat ini dapat meningkatkan empati dan pemahaman terhadap orang lain, ia juga dapat membuat seseorang rentan terhadap salah tafsir dan kecenderungan untuk terlalu personal dalam menyikapi berbagai situasi. Penting untuk diingat bahwa kepekaan ini bukanlah kelemahan, melainkan bagian dari identitas yang terbentuk dari pengalaman masa lalu.

2. Mengejar kesempurnaan

Tumbuh di bawah bayang-bayang saudara yang lebih disukai dapat mendorong seseorang untuk mengembangkan dorongan obsesif menuju kesempurnaan. Ini mungkin berasal dari keinginan untuk membuktikan diri atau mendapatkan pengakuan yang setara.

Perilaku ini dapat berlanjut hingga dewasa, mendorong seseorang untuk bekerja keras, memenuhi standar yang sangat tinggi, dan terlalu keras pada diri sendiri ketika gagal mencapai tujuan. Meskipun sifat ini dapat mendorong prestasi besar, ia juga berisiko menyebabkan kelelahan dan kritik diri yang berlebihan.

3. Keengganan untuk percaya

Pengalaman favoritisme di masa kecil dapat membuat seseorang lebih sulit untuk mempercayai orang lain di kemudian hari. Kepercayaan dibangun atas dasar keadilan dan konsistensi, dua hal yang sering absen dalam lingkungan di mana favoritisme merajalela.

Akibatnya, banyak orang yang mengalami favoritisme di masa formatif mereka menjadi lebih berhati-hati dalam memberikan kepercayaan. Memahami sifat ini dapat membantu seseorang mengelola hubungan dengan lebih efektif dan bekerja menuju membangun kepercayaan yang sehat.

4. Ketegasan

Menariknya, menghadapi favoritisme juga dapat memupuk ketegasan. Ketika seseorang telah menghabiskan masa kecilnya merasa diabaikan atau kurang dihargai, mereka belajar untuk menyuarakan pendapat mereka sendiri.

Sifat ini dapat menjadi alat yang ampuh dalam kehidupan, membantu dalam negosiasi, membela keyakinan, dan memastikan suara seseorang didengar dalam percakapan dan pengambilan keputusan. Namun, penting untuk diingat bahwa ketegasan adalah tentang mengekspresikan pikiran dan kebutuhan dengan hormat, bukan tentang mendominasi orang lain.

5. Empati terhadap yang tertindas

Pengalaman menjadi korban favoritisme sering kali menghasilkan pemahaman khusus terhadap mereka yang terabaikan atau terpinggirkan. Ini sering diterjemahkan menjadi rasa empati yang tinggi terhadap “underdog” atau pihak yang kurang beruntung.

Sifat ini dapat membuat seseorang menjadi teman, pendukung, dan pembela yang hebat. Hal ini juga dapat mendorong seseorang untuk memperjuangkan keadilan dan kesetaraan dalam kehidupan pribadi dan profesional mereka.

6. Ketahanan

Mengalami favoritisme di tahun-tahun formatif memang bisa sangat sulit, namun di tengah perjuangan itu, sering kali muncul sifat indah - ketahanan. Ketahanan adalah kemampuan untuk bangkit kembali dari kesulitan, untuk terus maju meskipun menghadapi tantangan.

Ketika seseorang telah menghadapi situasi sulit seperti favoritisme, mereka belajar untuk beradaptasi dan mengatasi. Ketahanan ini dapat sangat bermanfaat sepanjang hidup, membantu seseorang menghadapi badai pribadi dan profesional dengan anggun dan tekad.

7. Ketakutan akan favoritisme

Bagi mereka yang pernah menjadi korban favoritisme, sering kali muncul ketakutan untuk mengulangi siklus tersebut, terutama dalam peran sebagai orang tua atau pemimpin. Mereka menjadi sangat sadar akan pentingnya memperlakukan setiap anak atau anggota tim dengan adil dan setara.

Sensitivitas terhadap keadilan ini dapat meluas ke berbagai hubungan dan peran lainnya. Meskipun berakar pada ketakutan, sifat ini dapat menumbuhkan rasa keadilan dan kesetaraan yang lebih besar dalam interaksi dengan orang lain.

8. Kemandirian

Tumbuh dengan favoritisme sering kali berarti belajar untuk mengandalkan diri sendiri. Ketika seseorang tidak bisa mengandalkan perlakuan adil dari orang-orang yang seharusnya menjadi pendukung terbesar mereka, mereka belajar untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri.

Kemandirian ini dapat membuat seseorang menjadi pribadi yang mandiri dan cekatan. Mereka menjadi mampu menangani tantangan sendiri dan tidak mudah goyah di bawah tekanan. Namun, penting untuk diingat bahwa kemandirian tidak berarti harus melakukan segalanya sendiri; itu berarti tahu kapan dan bagaimana mencari bantuan ketika diperlukan.

9. Keinginan untuk memahami

Pada akhirnya, mereka yang telah mengalami favoritisme sering memiliki keinginan mendalam untuk memahami, baik untuk diri mereka sendiri maupun orang lain. Memahami mengapa favoritisme terjadi dapat menjadi langkah penting menuju penyembuhan.

Ini bukan tentang menyalahkan atau menyimpan dendam, tetapi tentang mengurai simpul-simpul masa lalu untuk lebih memahami masa kini.

Demikian pula, keinginan untuk memahami dapat membuat seseorang lebih berempati terhadap orang lain. Ketika seseorang telah merasa tidak dipahami, mereka memahami pentingnya mendengarkan dan berempati dengan pengalaman orang lain.

Editor: Setyo Adi Nugroho

Tag:  #orang #yang #tumbuh #lingkungan #yang #pilih #kasih #kerap #punya #sifat #kemudian #hari #menurut #psikologi

KOMENTAR