Cerita Asti Surya Menghadapi Ageism di Industri Fashion, Terbuka dengan Perubahan
Desainer sekaligus Creative Director ASTISURYA, Asti Surya dalam acara POND’S Age Miracle & JFW Hadirkan “The Revival of Miracles” di Plaza Indonesia, Jakarta Pusat, Senin (20/10/2025).(KOMPAS.com/DEVI PATTRICIA)
09:05
21 Oktober 2025

Cerita Asti Surya Menghadapi Ageism di Industri Fashion, Terbuka dengan Perubahan

– Fenomena ageism, yaitu diskriminasi dan stereotip berdasarkan usia, masih sering terjadi di berbagai bidang, termasuk dunia fesyen.

Tak sedikit pelaku industri yang merasakan batasan akibat label usia, terutama bagi perempuan yang berkarier di bidang kreatif.

Padahal, usia seharusnya tidak menjadi penghalang untuk terus berkarya, berinovasi, dan menghadirkan karya yang segar serta relevan dengan perkembangan tren.

Hal inilah yang juga dirasakan oleh desainer sekaligus Creative Director ASTISURYA, Asti Surya, yang mengakui sempat mengalami tekanan di tengah perubahan cepat industri fesyen yang kini banyak diisi oleh generasi muda.

Merasa tertinggal di tengah gempuran Gen Z

Asti bercerita, dirinya merupakan bagian dari generasi milenial yang kini berhadapan langsung dengan kehadiran generasi baru yang jauh lebih melek teknologi.

Ia merasakan sendiri perbedaan gaya kerja dan cara berpikir di industri yang semakin digital dan dinamis.

“Aku ini termasuk generasi milenial, kemudian muncullah Gen Z. Sangat terasa dengan kehadiran mereka yang sudah menguasai dan melek teknologi,” jelas Asti dalam acara POND’S Age Miracle & JFW Hadirkan “The Revival of Miracles” di Plaza Indonesia, Jakarta Pusat, Senin (20/10/2025).

Menurutnya, Gen Z kini tidak hanya hadir sebagai penonton, tetapi juga mulai memegang peran penting di industri.

Mereka tumbuh dengan kemampuan teknologi yang kuat dan kepekaan tinggi terhadap tren visual.

“Gen Z ini punya dunia yang produktif, mereka sudah mulai memegang peran juga. Hal ini yang kerap kali membuat aku membanding-bandingkan kemampuan diriku dengan generasi ini,” ungkapnya.

Perbedaan cara kerja dan tantangan teknologi

Sebagai desainer, Asti juga menyadari, perkembangan teknologi membuat cara berkarya ikut berubah.m

Pemilik brand La Douche Vita ini juga melihat bagaimana generasi muda unggul dalam hal presentasi visual dan adaptasi terhadap platform baru.

“Menurutku Gen Z ini canggih-canggih. Mereka secara visual presentation lebih jago, sedangkan kita yang milenial ini adalah orang-orang yang sama teknologi baru belajar,” katanya.

Desainer sekaligus Creative Director ASTISURYA, Asti Surya (tengah) dan Designer and Founder KLÉ, Kleting Titis Wigati (kanan) dalam acara POND’S Age Miracle & JFW Hadirkan “The Revival of Miracles” di Plaza Indonesia, Jakarta Pusat, Senin (20/10/2025).KOMPAS.com/DEVI PATTRICIA Desainer sekaligus Creative Director ASTISURYA, Asti Surya (tengah) dan Designer and Founder KLÉ, Kleting Titis Wigati (kanan) dalam acara POND’S Age Miracle & JFW Hadirkan “The Revival of Miracles” di Plaza Indonesia, Jakarta Pusat, Senin (20/10/2025).

Ia menambahkan, perubahan ini terasa begitu cepat. Dulu, desainer cukup menampilkan karya melalui foto atau katalog sederhana.

Kini, formatnya semakin kompleks dengan adanya video, reels, hingga short content yang menuntut kemampuan baru

“Misalnya, dulu itu teknologi lebih sederhana, tapi sekarang lebih kompleks. Lalu platform dan output-nya banyak. Tidak hanya foto, tapi ada video juga. Itu sesuatu yang baru ya,” ujarnya.

Belajar dari yang muda agar tetap relevan

Menghadapi perbedaan tersebut sempat membuat Asti merasa stres dan tertekan. Ia mengaku pernah merasa tertinggal dari generasi yang lebih muda karena kemampuan adaptasi mereka yang cepat.

Namun, seiring waktu, ia menyadari bahwa kuncinya bukan bersaing, melainkan belajar dan berkolaborasi.

“Awalnya sempat stres mengikuti pertumbuhan yang pesat ini, tapi lama-kelamaan aku merasa harus belajar dari yang muda-muda ini agar tetap muda dan ikut perkembangan zaman,” tuturnya.

Baginya, setiap generasi memiliki kekuatan dan karakteristik berbeda. Ia percaya bahwa semangat belajar dan keterbukaan terhadap hal baru menjadi kunci agar bisa terus relevan di dunia yang bergerak cepat.

Menyeimbangkan diri dan tak dibatasi usia

Asti pun menegaskan, cara terbaik menghadapi ageism adalah dengan menyeimbangkan kemampuan diri dengan perkembangan yang ada.

Ia tidak ingin usia menjadi alasan untuk berhenti berkarya atau kehilangan semangat berinovasi.

“Cara aku mengatasi ageism ini dengan belajar untuk menyeimbangkan kemampuan dengan apa yang ada sekarang. Usia tidak membatasi aku untuk terus berkarya dan belajar,” tegasnya.

Baginya, kreativitas tidak mengenal usia. Justru pengalaman panjang menjadi modal penting dalam menciptakan karya yang matang dan bernilai.

Ia berharap lebih banyak pelaku industri yang menghargai keberagaman usia karena setiap generasi memiliki kontribusi berbeda dalam membentuk arah fesyen Indonesia.

Menemukan kekuatan di tengah perubahan

Bagi Asti, perjalanan menghadapi ageism justru membuka ruang baru untuk berkembang. Ia menemukan semangat baru dengan terus berinteraksi, berdiskusi, dan belajar dari generasi muda yang penuh energi dan ide segar.

Ia pun berpesan agar para kreator, terutama perempuan, tidak merasa kecil hati menghadapi perubahan zaman.

Dengan semangat itu, Asti Surya membuktikan bahwa usia bukanlah batasan dalam berkarya. Justru di tengah gempuran generasi muda, kolaborasi lintas usia menjadi kekuatan baru yang membuat dunia fesyen semakin hidup dan berwarna.

Tag:  #cerita #asti #surya #menghadapi #ageism #industri #fashion #terbuka #dengan #perubahan

KOMENTAR