8 Pola Komunikasi Toxic yang Merusak Hubungan dan Cara Mengatasinya
Ilustrasi cemburu.(FREEPIK/TIRACHARDZ)
15:20
5 Desember 2025

8 Pola Komunikasi Toxic yang Merusak Hubungan dan Cara Mengatasinya

- Komunikasi yang buruk, terutama yang bersifat toxic, sering kali terbentuk sejak kecil tanpa disadari. 

Pola itu kemudian ikut terbawa ke hubungan dewasa, memengaruhi cara seseorang berinteraksi, merespons konflik, hingga memperlakukan orang yang mereka sayangi.

Pelatih komunikasi Raele Altano mengatakan, kebiasaan berbicara seseorang lahir dari lingkungan terdekat. 

“Kita meniru apa yang dilakukan orangtua, guru, dan teman. Kita menganggap itu normal, padahal bisa saja itu pola asuh yang tidak sehat,” ujarnya, dilansir dari TIME, Jumat (5/12/2025).

Jika tidak dibenahi , pola komunikasi toxic dapat memperburuk kualitas hubungan, menciptakan jarak emosional, dan melemahkan rasa dihargai.

Berikut delapan pola komunikasi toxic yang sering muncul tanpa disadari dan cara memperbaikinya.

8 Pola komunikasi toxic yang bisa merusak hubungan

1. Membuat semua percakapan berputar pada diri sendiri

Salah satu pola komunikasi toxic yang umum adalah kebiasaan menjadikan diri sendiri pusat setiap cerita. Ketika teman sedang berbagi pengalaman, orang langsung memotong dengan kisah pribadi tanpa memberi ruang bagi cerita tersebut.

Altano menjelaskan, meski muncul dari keinginan untuk terhubung, kebiasaan ini justru mematikan semangat lawan bicara dan membuat kita terdengar egois. Ia menyarankan untuk melatih mendengarkan aktif, mengulang poin penting atau bertanya detail, agar orang merasa didengar.

Jika teman yang melakukannya, kamu dapat menegur dengan lembut, misalnya, “Aku merasa ceritaku sering teralihkan. Apakah kamu juga menyadarinya?”

Ilustrasi emosi membaca cerita online. Ilustrasi emosi membaca cerita online.

2. Menutup diri saat emosi meninggi (stonewalling)

Stonewalling adalah bentuk komunikasi toxic ketika seseorang tiba-tiba diam, menghindar, atau menghilang saat pembicaraan menjadi tidak nyaman. 

Di banyak hubungan, perilaku ini sering disalahartikan sebagai bentuk menenangkan diri, padahal sebenarnya membuat pasangan merasa ditolak.

“Pergi tanpa sepatah kata saat kesal membuat orang lain merasa terisolasi dan tidak dianggap,” jelas terapis Roma Williams.

Cara mengatasi perilaku ini yaitu dengan mengucapkan batasan yang jelas, misalnya “Aku sedang kesal, aku butuh waktu sebentar.” 

Jika pasangan yang melakukan stonewalling, tawarkan opsi yang berempati, seperti “Apakah istirahat sebentar akan membantu?”.

3. Sering menyela untuk mendominasi percakapan

Menyela bukan hanya tidak sopan, tetapi dapat berubah menjadi pola komunikasi toxic jika dilakukan berulang, terutama ketika seseorang ingin terlihat paling benar atau paling pintar. 

Profesor komunikasi Anne Willkomm mengimbau pentingnya mengintrospeksi diri sebelum menegur orang lain yang menyela percakapan.

“Langkah pertama memperbaikinya adalah berani melihat diri sendiri: Apakah saya menyela karena ingin didengar? Atau karena ego?” imbau dia.

Belajar menahan diri dan menerima bahwa tidak semua pendapat harus disampaikan saat itu juga. Bila kamu terlanjur menyela, akui segera dengan berkata “Maaf, silakan lanjutkan”.

4. Bicara panjang tanpa arah 

Dalam situasi sosial, orang yang terus berbicara tanpa henti sering tidak menyadari bahwa mereka sedang mempraktikkan pola komunikasi toxic. 

Obrolan dua arah berubah menjadi monolog panjang yang membuat orang lain ingin pergi.

Professor komunikasi di SUNY Brockport, Alex Lyon mengatakan, beberapa orang membutuhkan dua menit untuk mengatakan hal yang bisa disampaikan dalam 20 detik.

Untuk mengatasinya, kamu bisa minta umpan balik dari orang dekat. Izinkan mereka memberi kode ketika kamu mulai bertele-tele. Ini memang membutuhkan kerendahan hati, tetapi sangat membantu.

5. Mendengar dengan tanpa perhatian 

Memegang ponsel saat pasangan atau teman berbicara termasuk komunikasi toxic, karena membuat mereka merasa tidak penting. 

Willkomm menyebutnya sebagai bentuk pengabaian secara tidak langsung. 

“Ketidakmampuan mendengarkan dengan aktif membuat orang merasa tidak berharga,” ujarnya.

Sebaiknya jauhkan ponsel, tatap mata lawan bicara, dan fokus. Tunjukkan bahwa kamu benar-benar hadir di percakapan.

6. Selalu mengungguli cerita orang

Jenis komunikasi toxic ini membuat percakapan berubah menjadi arena kompetisi. Jika kamu bilang sedang stres di kantor, orang itu langsung bercerita bahwa dia bahkan lebih stres. 

Ketika kamu baru beli motor baru, mereka sudah punya motor yang lebih mahal. Percakapan bisa terasa seperti kompetisi yang tidak sehat.

Lyon menganjurkan untuk menekan ego dan mengingat bahwa obrolan bukanlah kontes.

7. Mengambil alih ide atau pendapat orang lain

Fenomena ini sering disebut hepeating, ketika seseorang, sering kali laki-laki, mengulang ide rekan perempuan lalu dianggap sebagai idenya sendiri. Ini adalah bentuk komunikasi toxic yang merendahkan kontribusi orang lain.

Willkomm menyarankan untuk tidak ragu menegur seseorang yang melakukan hepeating. Lakukan dengan cara menegur yang elegan, seperti  “Terima kasih, sudah merangkum apa yang ia sampaikan sebelumnya”.

8. Memberikan nasihat tanpa diminta

Memberikan saran tanpa ditanya sering kali menjadi bentuk komunikasi toxic, bahkan ketika niatnya baik. Altano mengatakan, nasihat yang tidak diminta sering dirasakan sebagai sesuatu yang lancang.

Sebaiknya tanyakan dulu kepada pasangan, apakah ia ingin didengar saja atau ingin mendapatkan saran.

Komunikasi toxic mungkin muncul tanpa sengaja, tetapi bisa diperbaiki dengan kesadaran, latihan, dan keberanian mengevaluasi diri.  Hubungan yang sehat selalu dimulai dari cara kita berbicara, dan cara kita mendengarkan.

Tag:  #pola #komunikasi #toxic #yang #merusak #hubungan #cara #mengatasinya

KOMENTAR