Belajar Penyakit Minamata, Pejabat Indonesia Kunjungi Kumamoto Jepang
Pejabat Indonesia kiri (berjilbab) bersama pejabat pemerintah lain mendengarkan penjelasan mengenai penyakit Minamata di prefektur Kumamoto kemarn (5/12/2024). 
22:00
6 Desember 2024

Belajar Penyakit Minamata, Pejabat Indonesia Kunjungi Kumamoto Jepang

-    Mempelajari penyakit Minamata yang merupakan dampak polusi lingkungan di masa lalu, seorang pejabat Indonesia mengunjungi kota Minamata prefektur Kumamoto kemarin (5/12/2024) dan mendapatkan penjelasan dari berbagai pihak.
 
Dalam upaya untuk belajar tentang tragedi penyakit Minamata dan menerapkannya sebagai pelajaran di negara asal mereka, beberapa pejabat pemerintah dari delapan negara di seluruh dunia mengunjungi Kota Minamata, Prefektur Kumamoto. 

Pasien korban Minamata yang janinnya dulu ikut menderita  ikut serta dalam penyuluhan tersebut sebagai saksi dan bukti nyata.

Pihak Jepang memohon kepada pejabat pemerintah di delapan negara   yang mengunjungi Kota Minamata adalah pejabat pemerintah yang bertanggung jawab atas urusan hukum dan tenaga kerja di delapan negara, termasuk Indonesia, Vietnam dan Mongolia sebanyak  11 orang.

Kunjungan ini dimulai oleh JICA  atau  Japan International Cooperation Agency pada tahun 2023 untuk belajar tentang bisnis dan hak asasi manusia.

Pada tanggal 5 Desember, mereka  mengunjungi Kibo, Mirai, Minamata, yang mengoperasikan klinik untuk pasien janin. 

Perwakilan, Ibu Takeko Kato, memaparkan situasi pasien janin saat ini.

Ia juga menjelaskan bahwa tiga pasien janin masih menderita penyakit Minamata. 

Pejabat pemerintah yang berpartisipasi berkomentar, "Saya belajar pentingnya pemerintah menghadapi polusi,. 

Komentar lain, "Saya dibuat untuk berpikir tentang apa yang harus dilakukan pemerintah untuk melindungi hak asasi manusia, sementara pemerintah dan perusahaan harus membagi peran kompensasi."

Penyakit Minamata atau Sindrom Minamata adalah sindrom kelainan fungsi saraf yang disebabkan oleh keracunan akut air raksa.

Gejala-gejala sindrom ini seperti kesemutan pada kaki dan tangan, lemas-lemas, penyempitan sudut pandang dan degradasi kemampuan berbicara dan pendengaran. Pada tingkatan akut, gejala ini biasanya memburuk disertai dengan kelumpuhan, kegilaan, jatuh koma dan akhirnya meninggal.

Penyakit ini  sesuai  kota Minamata, prefektur Kumamoto di Jepang, yang merupakan daerah di mana penyakit ini mewabah mulai tahun 1958.

 Pada waktu itu terjadi masalah wabah penyakit di kota Minamata Jepang. 

Ratusan orang meninggal  akibat penyakit yang aneh dengan gejala kelumpuhan saraf. 

Mengetahui hal tersebut, para ahli kesehatan menemukan masalah yang harus segera diamati dan dicari penyebabnya. 

Melalui pengamatan yang mendalam tentang gejala penyakit dan kebiasaan orang Jepang, termasuk pola makan kemudian diambil suatu hipotesis. 

Hipotesisnya adalah bahwa penyakit tersebut mirip orang yang keracunan logam berat. 

Kemudian dari kebudayaan setempat diketahui bahwa orang Jepang mempunyai kebiasaan mengonsumsi ikan laut dalam jumlah banyak. 

Dari hipotesis dan kebiasaan pola makan tesebut kemudian dilakukan eksperimen untuk mengetahui apakah ikan-ikan di Teluk Minamata banyak mengandung logam berat (merkuri). 

Kemudian disusun teori bahwa penyakit tesebut diakibatkan oleh keracunan logam merkuri yang terkandung pada ikan. 

Di dalam Ikan tesebut mengandung merkuri akibat tinggi karena ada  pabrik yang membuang merkuri ke laut. 

Penelitian berlanjut dan akihrnya ditemukan bahwa sumber merkuri berasal dar pabrik batu baterai Chisso. 

Akhirnya pabrik tersebut ditutup dan harus membayar kerugian kepada penduduk Minamata kurang lebih senilai 26,6 juta dolar.

Sementara itu bagi para pengusaha UKM Handicraft Indonesia dan pecinta Jepang   dapat bergabung gratis ke dalam whatsapp group Pecinta Jepang dan Handicraft dengan mengirimkan email ke: [email protected]  Subject: WAG Pecinta Jepang/Handicraft. Tuliskan Nama dan alamat serta nomor whatsappnya.

Editor: Eko Sutriyanto

Tag:  #belajar #penyakit #minamata #pejabat #indonesia #kunjungi #kumamoto #jepang

KOMENTAR