'Tragedi Kanjuruhan' Terulang di Guinea, Lebih dari 100 Orang Meninggal, Bagaimana Hukum Penggunaan Gas Air Mata di Sepak Bola Menurut FIFA?
- Insiden memilukan kembali terjadi di dunia sepak bola. Kali ini, tragedi mematikan terjadi di Guinea tenggara, mirip dengan peristiwa Kanjuruhan di Indonesia dua tahun lalu. Pada Minggu, 1 Desember 2024, lebih dari 100 orang dilaporkan tewas akibat kerumunan di sebuah stadion di Nzérékoré, setelah sebelumnya dilaporkan ada 56 korban jiwa.
Kerusuhan dipantik oleh keputusan wasit yang kontroversial, yang kemudian memicu kekerasan antara suporter dan aparat keamanan. Polisi menembakkan gas air mata, menyebabkan kepanikan massal saat penonton berusaha melarikan diri.
Kelompok HAM menyebut sebagian besar korban adalah anak-anak di bawah usia 18 tahun, dengan lebih dari 50 orang masih hilang. Mereka juga menyoroti penggunaan gas air mata berlebihan oleh pasukan keamanan dan prioritas perlindungan terhadap pejabat daripada penonton. Suasana stadion yang penuh sesak diperparah dengan gerbang yang dijaga ketat oleh aparat.
Pemerintah Guinea telah mengumumkan penyelidikan dan masa berkabung nasional selama tiga hari. Namun, kritik dari kelompok oposisi menyebut turnamen ini bermuatan politis untuk mendukung pemimpin junta, Mamadi Doumbouya.
Peristiwa ini mengingatkan dunia pada tragedi Kanjuruhan di Indonesia, 1 Oktober 2022, yang juga menelan 135 korban jiwa. Kala itu, gas air mata yang ditembakkan aparat menyebabkan kepanikan, membuat penonton berdesakan menuju pintu keluar. Investigasi Komnas HAM menemukan banyak korban meninggal akibat asfiksia dan gas air mata kedaluwarsa.
Bagaimana Hukum FIFA Terkait Penggunaan Gas Air Mata di Sepak Bola?
Penggunaan gas air mata dalam pertandingan sepak bola secara tegas dilarang oleh FIFA. Aturan ini diatur dalam FIFA Stadium Safety and Security Regulations, khususnya pada Pasal 19(b). Regulasi tersebut menyatakan bahwa senjata api dan gas pengendali massa, termasuk gas air mata, tidak boleh dibawa atau digunakan di dalam stadion.
Larangan ini bertujuan untuk melindungi keselamatan penonton, pemain, dan semua pihak yang berada di stadion. Gas air mata memiliki risiko besar bagi kesehatan, terutama di ruang terbatas seperti stadion, karena dapat menyebabkan sesak napas, iritasi mata, dan kepanikan massal. Penggunaan gas ini di lingkungan yang padat dapat memperparah situasi, seperti yang terlihat dalam tragedi Kanjuruhan di Indonesia.
FIFA merekomendasikan metode pengamanan yang lebih humanis dan preventif, termasuk penempatan petugas keamanan yang strategis dan tidak menggunakan senjata agresif.
Tragedi Guinea dan Kanjuruhan menunjukkan bagaimana pertandingan sepak bola bisa berubah menjadi bencana ketika ketegangan, pengelolaan kerumunan, dan tindakan aparat keamanan tidak terkendali. Kedua insiden ini menjadi pengingat keras akan pentingnya keamanan stadion dan perlindungan hak penonton di seluruh dunia.
Tag: #tragedi #kanjuruhan #terulang #guinea #lebih #dari #orang #meninggal #bagaimana #hukum #penggunaan #mata #sepak #bola #menurut #fifa