Strategi Baru Pangeran Mohammed bin Salman: Perkuat Aliansi AS tanpa Buka Hubungan dengan Israel
Pangeran Mahkota Mohammed bin Salman (MBS) dari Kerajaan Arab Saudi tengah menyiapkan langkah diplomatik besar melalui kunjungan kenegaraan ke Amerika Serikat (AS) pada pertengahan November mendatang. Fokus utama lawatan tersebut adalah memperkuat pakta keamanan dan mempercepat kesepakatan nuklir sipil dengan Washington. Namun, normalisasi hubungan dengan Israel tetap bukan prioritas dalam waktu dekat.
Dilansir dari The New York Times, Senin (3/11/2025), kunjungan ini akan menjadi yang pertama bagi MBS ke Amerika Serikat sejak tujuh tahun terakhir. Riyadh disebut berupaya menandatangani perjanjian pertahanan bersama yang “serupa dengan pakta keamanan Amerika–Qatar.” Selain itu, Arab Saudi juga dikabarkan menuntut akses terhadap jet tempur siluman F-35 dan teknologi nuklir sipil asal Amerika Serikat.
Sementara Presiden Donald Trump optimistis bahwa Saudi akan segera mengakui Israel sebelum akhir tahun ini, para analis menilai hal itu sulit terwujud. “Pencapaian seperti itu tahun ini hampir mustahil, kecuali terjadi perubahan ajaib di Israel,” ujar pengamat politik yang dekat dengan lingkaran kerajaan Saudi kepada The New York Times.
“Bagi Riyadh, pengakuan terhadap Israel baru mungkin terjadi jika Israel mengambil langkah yang bersifat final dan tidak dapat dibatalkan menuju pembentukan negara Palestina.” ujar analis Saudi Ali Shihabi seperti dikutip The New York Times.
Dia menambahkan bahwa kerajaan memandang normalisasi tersebut sebagai “kartu tawar paling berharga yang masih dimiliki Arab untuk mendorong penyelesaian permanen atas konflik Palestina–Israel.”
Pendapat publik di dalam negeri juga menjadi faktor penting. Survei yang dilakukan pada akhir 2023 menunjukkan sebagian besar warga Saudi menolak pembukaan hubungan diplomatik dengan Israel. Kondisi ini, menurut sejumlah analis kawasan, menjadi pertimbangan serius bagi MBS agar tidak terburu-buru mengambil langkah yang berpotensi memicu resistensi domestik.
Kunjungan ini juga memiliki nilai simbolik tinggi bagi hubungan Arab Saudi–AS. Lawatan terakhir MBS ke Amerika terjadi pada 2018, sebelum kasus pembunuhan kolumnis The Washington Post, Jamal Khashoggi, di konsulat Saudi di Istanbul mengguncang dunia. Penyelidikan badan intelijen Amerika Serikat (CIA) menyimpulkan bahwa MBS menyetujui operasi tersebut, yang menyebabkan kecaman luas dan membekukan hubungan diplomatik untuk sementara.
Kini, dengan meningkatnya peran Saudi di kancah global, MBS berupaya memulihkan citra internasionalnya melalui diplomasi yang lebih pragmatis dan berorientasi kepentingan strategis. Riyadh berusaha memperkuat aliansi dengan Washington tidak hanya di bidang keamanan, tetapi juga dalam kemitraan teknologi, energi bersih, dan investasi lintas sektor.
Langkah ini menunjukkan pergeseran kebijakan luar negeri Saudi: dari ketergantungan pada minyak menuju diplomasi ekonomi dan keamanan berbasis kepentingan strategis. Meski tekanan untuk menormalisasi hubungan dengan Israel terus muncul dari Barat, MBS tampaknya memilih jalur berhitung panjang. Dia menegaskan bahwa prioritas kerajaan adalah menjaga stabilitas kawasan dan memastikan fondasi transformasi nasional melalui Vision 2030 sebelum membuka babak baru hubungan diplomatik dengan Israel.
Sebagian analis menilai strategi hati-hati ini mencerminkan posisi MBS sebagai pemimpin generasi baru Timur Tengah yang berusaha menyeimbangkan kepentingan global dengan realitas politik domestik.
“Saudi ingin memperkuat pengaruhnya tanpa kehilangan kendali atas isu Palestina. Normalisasi mungkin terjadi di masa depan, tetapi bukan dengan mengorbankan posisi strategis kerajaan di dunia Arab,” ujar Yasmine Farouk dari International Crisis Group. (*)
Tag: #strategi #baru #pangeran #mohammed #salman #perkuat #aliansi #tanpa #buka #hubungan #dengan #israel