



Dari Vatikan, Paus Leo XIV Serukan Perdamaian di Ukraina dan Gaza
Paus Leo XIV menyerukan diakhirinya konflik bersenjata di berbagai penjuru dunia dalam penampilan publik keduanya sejak terpilih sebagai pemimpin tertinggi Gereja Katolik.
Seruan itu disampaikan dari balkon Basilika Santo Petrus, Vatikan, Minggu (11/5/2025), seusai memimpin doa Regina Caeli (Ratu Surga) pada pukul 12.00 waktu setempat.
Dalam kesempatan tersebut, puluhan ribu umat Katolik memadati Lapangan Santo Petrus.
Sambutan meriah terdengar melalui tepuk tangan, sorakan, serta kibaran bendera dari para peziarah yang menyambut hangat pemimpin baru Gereja Katolik, yang juga merupakan Paus pertama asal Amerika Serikat.
“Saudara-saudari terkasih, selamat hari Minggu!” ujar Paus Leo XIV, disambut riuh hadirin yang antusias.
Seruan perdamaian dan keprihatinan global
Dalam pidatonya, Paus kelahiran Chicago itu menyinggung situasi konflik bersenjata yang terus membayangi dunia. Ia mengingatkan pentingnya semangat perdamaian dengan mengacu pada peringatan 80 tahun berakhirnya Perang Dunia II.
“Dalam skenario dramatis hari ini tentang perang dunia ketiga yang hancur, seperti yang berulang kali dinyatakan oleh Paus Fransiskus, saya juga berbicara kepada para penguasa dunia, mengulangi seruan yang selalu tepat waktu. Jangan ada lagi perang!” tegasnya.
Paus Leo juga menyampaikan keprihatinannya terhadap konflik yang masih berlangsung di Ukraina serta kekerasan yang terus terjadi antara Israel dan Hamas di Jalur Gaza.
“Bantuan kemanusiaan harus diberikan kepada penduduk sipil yang kelelahan dan semua sandera harus dibebaskan,” ujarnya.
Latar belakang Paus Leo dan harapan umat
Paus Leo XIV sebelumnya dikenal sebagai Uskup Robert Francis Prevost. Ia menghabiskan lebih dari dua dekade hidupnya sebagai misionaris di Peru. Sosoknya yang sederhana dan rekam jejak pelayanannya di wilayah terpencil menjadikannya figur yang dekat di hati banyak umat.
Ia terpilih sebagai Paus ke-267 pada Kamis (8/5/2025), dalam konklaf rahasia para kardinal di Vatikan. Para pemilih berharap kepemimpinannya mampu menjawab tantangan besar yang dihadapi Gereja Katolik, baik secara internal maupun eksternal.
Dalam pidato pertamanya di hadapan para kardinal, Sabtu lalu, Paus Leo menggambarkan dirinya sebagai pribadi yang rendah hati.
“Hamba Tuhan yang rendah hati dan tidak lebih dari ini,” katanya. Ia juga menyebut dirinya sebagai “penerus yang tidak layak” dari Santo Petrus.
Sambutan hangat dari berbagai negara
Penampilan Paus Leo di hadapan umat pada hari Minggu disambut dengan antusias dari peziarah berbagai negara. Mereka membawa bendera, salib, serta simbol-simbol Katolik lainnya. Lagu-lagu pujian terdengar menggema di tengah Lapangan Santo Petrus.
Alejandrina Espinosa (59), seorang warga dari suku Quechua di Peru, tidak kuasa menahan haru. Ia mengaku menangis saat mengetahui bahwa Paus baru pernah tinggal dan melayani di negaranya.
“Dia mencuri hati kita, karena dia membangkitkan Kekristenan. Paus mengarahkan karyanya kepada orang-orang yang terlupakan dan terpencil,” ucapnya kepada AFP.
“Saya berharap Paus ini dapat menyatukan semua agama untuk menyelamatkan dunia, karena umat manusia sedang mengalami krisis kemanusiaan. Kita saling membunuh,” lanjutnya.
Sebelum tampil di balkon, Vatikan menyampaikan, Paus Leo lebih dulu memimpin misa di altar dekat makam Santo Petrus, di dalam Gua Vatikan.
Tag: #dari #vatikan #paus #serukan #perdamaian #ukraina #gaza