Rusia dan Ukraina Terhubung Sejarah yang Rumit
PERANG Ukraina dan Rusia sudah berlangsung hampir dua tahun dan belum ada tanda-tanda akan berakhir. Ratusan ribu korban jiwa dan luka-luka, baik militer maupun penduduk sipil, jatuh di kedua belah pihak. Jutaan orang Ukraina lainnya mengungsi dan kini hidup dalam kondisi penuh keterbatasan.
Apa latar belakang konflik itu? Berikut adalah sekilas sejarah panjang dua negara tetangga yang berseteru itu. Mereka punya sejarah bersatu di masa lalu tetapi kemudian diwarnai berbagai pertumpahan darah dan dominasi.
Masa Kievan Rus
Ukraina dan Rusia sama-sama bangsa Slavia Timur, satu rumpun. Lebih dari seribu tahun lalu mereka bersatu dalam sebuah negara, Kievan Rus, negara bangsa Slavia pertama. Kievan Rus (dari abad ke-9 hingga abad ke-13) merupakan cikal bakal dari Ukraiana, Rusia, dan Belarusia saat ini. Kyiv, sekarang Ibu Kota Ukraina, dulu menjadi pusat Kievan Rus.
Dinasti Rurik, awalnya penguasa bangsa Viking Rurik, merupakan penguasa pertama Kievan Rus. Walaupun Rurik dan para penerusnya dari bangsa Viking, mereka dengan cepat mengadopsi bahasa dan adat istiadat Slavia.
Tahun 988 Masehi, Volodymyr (Vladimir) Agung, pangeran pagan (kafir) dari Novgorod dan pangeran agung dari Kyiv, menjadi orang Kristen Ortodoks dan dibaptis di kota Chersonesus di Crimea. Presiden Rusia, Vladimir Putin, tahun lalu menyatakan bahwa sejak itu, “Orang Rusia dan Ukraina adalah satu bangsa, satu kesatuan".
Masa keemasan Kievan Rus terjadi pada awal abad ke-11, saat dipimpin Yaroslav. Pada masa itu, terjadi berbagai pembangunan monumental, termasuk gereja-gereja megah dan perpustakaan. Yaroslav dikenal dengan kode hukumnya, "Pravda Yaroslava", yang menjadi dasar hukum untuk banyak bangsa Slavia.
Namun masa kejayaan Kievan Rus tidak bertahan lama. Pada abad ke-12, kerajaan itu mulai mengalami perpecahan internal. Selain itu, serangan bangsa Mongol pada pertengahan abad ke-13 memberikan pukulan telak, mengakhiri dominasi Kievan Rus di kawasan tersebut.
Moskwa yang menjaling hubungan dengan Mogol kemudian muncul sebagai pusat kekuatan baru. Sementara Kyiev meredup.
Selama 10 abad terakhir, Ukraina berulang kali diperebutkan oleh kekuatan-kekuatan yang saling bersaing. Para prajurit Mongol dari timur menaklukkan Kievan Rus pada abad ke-13.
Pada abad ke-16, tentara Polandia dan Lituania menyerbu dari barat. Pada abad ke-17, perang antara Persemakmuran Polandia-Lituania dan Ketsaran Rusia menyebabkan tanah di sisi timur Sungai Dnieper dikuasi Kekaisaran Rusia. Wilayah bagian timur itu dikenal yang sebagai "Ukraina Sisi Kiri". Sementara wilayah di barat Sungai Dnieper, atau "Ukraina Sisi Kanan," dikuasi Polandia.
Lebih dari seabad kemudian, tepatnya tahun 1793, Ukraina Sisi Kanan (barat) dianeksasi Kekaisaran Rusia. Rusia kemudian menerapkan kebijakan yang dikenal sebagai Rusifikasi. Rusia melarang penggunaan dan pelajaran bahasa Ukraina, dan orang-orang dipaksa untuk beralih ke agama Kristen Ortodoks Rusia.
Di abad ke-20 Ukraina mengalami beberapa trauma hebat. Setelah revolusi komunis tahun 1917, Ukraina menjadi salah satu dari banyak negara yang bertarung dalam perang saudara brutal sebelum sepenuhnya dimasukkan ke dalam Uni Soviet tahun 1922.
Pada awal 1930-an, demi memaksa petani bergabung dengan pertanian kolektif, pemimpin Soviet, Joseph Stalin, merancang sebuah pengurangan stok pangan yang mengakibatkan kelaparan hebat dan kematian jutaan orang Ukraina. Setelah itu, Stalin memasukkan banyak orang Rusia dan warga Soviet lainnya, banyak yang tidak bisa berbahasa Ukraina dan hanya memiliki sedikit hubungan dengan wilayah tersebut, guna membantu mengisi kembali populasi penduduk di Ukraina bagian timur.
Warisan sejarah ini menciptakan jejak perpecahan yang membekas lama. Karena Ukraina timur jatuh ke dalam kekuasaan Rusia lebih awal dibanding Ukraina bagian barat, orang-orang di timur memiliki ikatan yang lebih kuat dengan Rusia dan lebih cenderung mendukung pemimpin yang condong ke Rusia.
Ukraina bagian barat, sebaliknya, mereka berabad-abad di bawah kontrol berganti-gantian oleh kekuatan Eropa seperti Polandia dan Kekaisaran Austro-Hungaria. Itulah salah satu alasan mengapa orang-orang Ukraina di bagian barat cenderung mendukung politisi yang lebih condong ke Barat.
Populasi di timur cenderung berbicara bahasa Rusia dan beragama Kristen Ortodoks, sementara bagian barat lebih banyak berbicara bahasa Ukraina dan beragama Kristen Katolik.
Dengan runtuhnya Uni Soviet tahun 1991, Ukraina menjadi negara merdeka. Namun, menyatukan negara itu terbukti menjadi tugas sulit. “Rasa nasionalisme orang Ukraina di bagian timur tidak sekuat orang di bagian di bagain barat,” kata mantan duta besar AS untuk Ukraina, Steven Pifer.
Transisi ke demokrasi dan kapitalisme penuh kesulitan dan kekacauan, dan banyak orang Ukraina, terutama di bagian timur, merindukan kestabilan masa lalu.
Adrian Karatnycky, ahli Ukraina dan mantan peneliti di Atlantic Council of the United States, mengatakan, sebagian warga Ukraina melihat Kekaisaran Rusia dan Soviet secara lebih simpatik. Sementara warga Ukraina lainnya melihatnya sebagai tragedi.
Perpecahan ini terbuka lebar selama Revolusi Oranye tahun 2004, saat ribuan orang Ukraina berbaris mendukung integrasi yang lebih besar dengan Eropa.
Crimea kemudian diduduki dan dianeksasi Rusia tahun 2014. Tidak lama setelah itu terjadi pemberontakan separatis di wilayah Ukraina timur, Donbas, yang menghasilkan deklarasi Republik Rakyat Luhansk dan Donetsk yang didukung Rusia.
Pada 24 Februari 2022, tepat pada pukul 05.00 pagi waktu setempat, Rusia mengivansi Ukraina. Putin ketika itu mengumumkan bahwa tindakan itu merupakan "operasi militer khusus" untuk "demiliterisasi dan denazifikasi" Ukraina.