Ramai-ramai Jaksa AS Mundur, Ogah Patuhi Perintah Trump untuk Setop Skandal Korupsi Walkot New York
DONALD TRUMP - Foto ini diambil pada Selasa (11/2/2025) dari publikasi resmi Donald J. Trump pada 5 November 2024 setelah memenangkan Pilpres Amerika Serikat. Enam jaksa Amerika Serikat (AS) di New York dan Washington DC, memilih mengundurkan diri karena menolak untuk mematuhi perintah Presiden Donald Trump yang meminta mereka membatalkan kasus dugaan korupsi yang melibatkan Wali Kota New York, Eric Adams. 
13:50
16 Februari 2025

Ramai-ramai Jaksa AS Mundur, Ogah Patuhi Perintah Trump untuk Setop Skandal Korupsi Walkot New York

Enam jaksa Amerika Serikat (AS) di New York dan Washington DC, memilih mengundurkan diri.

Pengunduran diri massal ini merupakan bentuk penolakan mereka untuk mematuhi perintah Presiden Donald Trump.

Pasalnya, mereka diminta untuk membatalkan kasus dugaan korupsi yang melibatkan Wali Kota New York, Eric Adams.

Sejak awal menjabat, Trump memecat jaksa-jaksa yang menangani kasus hukum yang menyeret dirinya.

Selain itu, ia juga menuntut informasi mengenai ribuan agen FBI yang terlibat dalam penyelidikan serangan 6 Januari di Gedung Capitol AS.

Penjabat Jaksa AS untuk Distrik Selatan New York, Danielle Sassoon, mengundurkan diri melalui surat sepanjang delapan halaman.

Dalam suratnya, Sassoon menjelaskan pengacara Adams "berulang kali menyiratkan adanya quid pro quo" atau pertukaran, menawarkan bantuan kepada Trump dalam isu imigrasi jika kasus ini dihentikan.

Setelah Sassoon menolak menandatangani berkas pencabutan kasus Adams, Wakil Jaksa Agung sementara, Emil Bove, yang merupakan mantan pengacara pribadi Trump, mencoba mencari jalan lain dengan mendekati bagian integritas publik di kantor pusat Kementerian Kehakiman untuk menutup kasus ini.

Dalam surat pengunduran dirinya kepada Jaksa Agung Pam Bondi, Sassoon menyatakan bahwa ia "terkejut" dengan keputusan untuk mencabut dakwaan terhadap Adams.

"Saya tetap bingung dengan proses yang terburu-buru dan dangkal dalam mengambil keputusan ini, yang tampaknya dilakukan bekerja sama dengan tim hukum Adams dan tanpa masukan langsung dari saya mengenai alasan akhir pencabutan kasus," tulis Sassoon, dikutip dari CNN.

Sassoon juga menjelaskan Bove mengingatkannya untuk mempertimbangkan kewajibannya dalam membela kepentingan Amerika Serikat dan mengajukan argumen dengan itikad baik demi kepentingan pemerintahan.

Menurut Sassoon, pencabutan kasus Adams justru akan memperkuat, bukan mengurangi, kekhawatiran publik terhadap politisasi Kementerian Kehakiman.

Ia juga menyatakan bahwa Adams kini menggunakan memo tersebut untuk menyatakan dirinya tidak bersalah di hadapan publik.

Sassoon, yang sebelumnya menjabat sebagai kepala bagian banding, memiliki latar belakang konservatif yang kuat.

Ia merupakan anggota Federalist Society dan pernah menjadi asisten hakim mendiang Antonin Scalia di Mahkamah Agung AS.

Setelah menduduki posisi puncak di kejaksaan, ia sempat menulis opini di Wall Street Journal yang mengkritik kebijakan pengampunan Presiden Joe Biden.

Perintah Kementerian Kehakiman untuk menghentikan kasus korupsi terhadap Adams dianggap sebagai upaya melemahkan independensi kantor kejaksaan AS.

Bove mengeluarkan perintah pencabutan kasus Adams setelah bertemu pengacara Adams, Alex Spiro dan William Burck, serta Sassoon, dua jaksa dalam kasus Adams, dan kepala bagian banding di kantor Kementerian Kehakiman pada akhir Januari, dikutip dari New York Times.

Dalam memo dua halaman yang dikeluarkan pada Senin (10/2/2025), Bove memerintahkan jaksa untuk mencabut kasus Adams "secepat mungkin".

Memo tersebut menyebut bahwa proses hukum yang sedang berjalan "menghambat kemampuan Wali Kota Adams untuk fokus penuh dalam menangani imigrasi ilegal dan kejahatan dengan kekerasan," yang secara terang-terangan menunjukkan motif politik di balik keputusan tersebut.

Bove, yang menginisiasi pertemuan tersebut, mengajukan berbagai pertanyaan tajam.

Ia menekankan apa yang disebut pemerintahan Trump sebagai "senjata politik" terhadap lawan-lawannya dan mempertanyakan apakah kasus ini menghambat Adams dalam menjalankan tugasnya sebagai wali kota, menurut seorang sumber yang mengetahui jalannya pertemuan, seperti yang dilansir oleh AFP.

Pada 11 Februari 2025, Departemen Kehakiman AS memerintahkan jaksa federal untuk menghentikan kasus korupsi yang melibatkan Wali Kota New York, Eric Adams.

Perintah ini diberikan setelah Adams, yang merupakan anggota Partai Demokrat, menjalin hubungan baik dengan Presiden Trump.

Adams, yang menjadi Wali Kota New York pertama yang didakwa secara pidana, bersikeras tidak bersalah atas dakwaan penipuan dan penyuapan yang menjerat dirinya.

Adams juga menolak seruan untuk mengundurkan diri yang marak sejak tahun lalu.

Skandal korupsi ini dipandang sebagai masalah besar bagi upaya Adams untuk mencalonkan diri kembali dalam pemilihan Wali Kota New York pada November lalu.

Dalam pembelaan dirinya, Adams mengklaim ia dihukum tanpa bukti karena kritikannya terhadap kebijakan imigrasi mantan Presiden Joe Biden.

Trump, yang juga menghadapi serangkaian kasus hukum, menyatakan solidaritasnya terhadap Adams selama kampanye pilpres lalu.

Trump bahkan menyebut Adams diadili "karena berbicara menentang perbatasan terbuka."

Keputusan Departemen Kehakiman AS untuk menggugurkan kasus Adams ini menuai sambutan positif.

Pengacara Adams, Alex Spiro, menegaskan kalau kliennya memang sejak awal tidak bersalah.

"Seperti yang saya katakan sejak awal, Wali Kota tidak bersalah -- dan dia akan menang. Hari ini dia akan menang," ucap Spiro dalam tanggapannya.

"Meskipun banyak keriuhan dan klaim sensasional, pada akhirnya tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa dia pernah melanggar hukum apa pun. Sekarang, syukurlah, Wali Kota dan New York dapat melupakan penuntutan yang sangat disayangkan dan salah arah ini," ujarnya.

Sosok Adams, yang pernah disebut sebagai calon bintang Partai Demokrat, baru-baru ini meningkatkan kontak dengan rekan-rekan Trump dari Partai Republik.

(Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)

Editor: Bobby Wiratama

Tag:  #ramai #ramai #jaksa #mundur #ogah #patuhi #perintah #trump #untuk #setop #skandal #korupsi #walkot #york

KOMENTAR