



Media Sosial Dapat Menghambat Pemulihan Cedera Jika Dijadikan Acuan, Ini Dampaknya pada Proses Sembuh
Paparan konten media sosial mengenai pemulihan cedera secara visual seringkali menggambarkan pemulihan yang cepat tanpa proses istirahat memadai.
Pemulihan cedera merupakan proses perbaikan jaringan tubuh yang mengalami kerusakan akibat trauma fisik.
Menurut Craig Gwynne, Dosen Senior Podiatri dari Universitas Metropolitan Cardiff, konten digital dapat membentuk harapan tidak realistis terhadap proses penyembuhan.
Memahami pengaruh media sosial terhadap pemulihan cedera penting untuk mencegah risiko penyembuhan tidak optimal.
Berikut media sosial dapat menghambat pemulihan cedera jika dijadikan acuan, ini dampaknya pada proses sembuh dilansir dari laman Science Alert, Selasa (24/6):
1. Pemulihan Butuh Waktu Bertahap
Penyembuhan jaringan tubuh berlangsung melalui tahapan biologis yang tidak bisa dipercepat tanpa resiko. Aktivitas terlalu dini seperti berjalan tanpa alat bantu bisa menghambat regenerasi tulang dan ligamen.
Konten yang menampilkan kemajuan cepat sering kali mengabaikan durasi rehabilitasi medis. Ketidaksesuaian ini dapat mendorong perilaku yang memperburuk cedera.
2. Miss Informasi Mudah Tersebar Luas
Konten viral di platform TikTok atau Instagram sering kali diproduksi oleh non-ahli tanpa dasar medis. Sebuah studi tahun 2025 mengungkap bahwa video terkait cedera lutut akut banyak menyajikan informasi keliru.
Paparan berulang terhadap misinformasi dapat membentuk pola pikir yang keliru tentang perawatan cedera. Dampaknya adalah keputusan rehabilitasi yang tidak sesuai prosedur klinis.
3. Tekanan Sosial Mempengaruhi Perilaku
Kemunculan selebritas atau influencer yang tampak pulih dengan cepat menimbulkan tekanan sosial terselubung. Banyak individu terdorong meniru aktivitas fisik intens demi konten atau validasi digital.
Perbandingan ini berisiko menciptakan ekspektasi yang tidak realistis terhadap kecepatan sembuh. Akibatnya, muncul dorongan untuk melewati tahapan penting dalam proses istirahat dan pemulihan.
4. Istirahat Sering Diabaikan
Video pemulihan populer jarang menampilkan fase istirahat yang menjadi kunci penyembuhan tulang dan otot. Narasi yang mengesampingkan istirahat berkontribusi terhadap persepsi bahwa diam artinya lamban atau gagal.
Padahal, tubuh memerlukan waktu untuk membangun kembali jaringan rusak tanpa tekanan berlebihan. Mengabaikan fase ini dapat memicu nyeri kronis dan cedera ulang.
5. Harapan Tidak Realistis dari Konten Viral
Konten yang memperlihatkan kemajuan luar biasa memberi kesan bahwa sembuh itu cepat dan tanpa hambatan. Ketika realita tidak sesuai harapan digital, individu rentan mengalami frustasi dan kecemasan.
Beberapa bahkan memaksakan diri menjalani latihan berat meski tubuh belum siap. Hal ini berisiko memperpanjang masa penyembuhan secara signifikan.
6. Peran Ahli Masih Sangat Penting
Informasi dari tenaga medis seperti fisioterapis atau ahli ortopedi memberikan panduan pemulihan yang valid. Beberapa profesional kini mulai hadir di media sosial untuk meluruskan informasi yang menyesatkan.
Konten edukatif berbasis bukti membantu menyeimbangkan narasi visual populer. Konsultasi langsung dengan ahli tetap menjadi rujukan utama saat mengalami cedera.
7. Pemulihan Bukan Kompetisi Digital
Pemulihan bukan ajang untuk pamer seberapa cepat kembali beraktivitas atau menari dengan kruk. Kecepatan penyembuhan tidak dipengaruhi oleh jumlah tayangan, like, atau komentar daring.
Tubuh memiliki ritme biologis yang membutuhkan disiplin dan kesabaran. Menjadikan media sosial sebagai acuan utama justru berisiko memperlambat proses penyembuhan.
Menghindari dampak negatif konten digital terhadap pemulihan cedera dapat dilakukan dengan menyesuaikan ekspektasi dan tetap mengikuti panduan medis yang valid. (*)
Tag: #media #sosial #dapat #menghambat #pemulihan #cedera #jika #dijadikan #acuan #dampaknya #pada #proses #sembuh