PPN Naik 12 Persen, Hippindo Khawatir Penjualan Ritel Turun Tajam
– Wacana kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11 menjadi 12 persen pada 2025 menyedot concern banyak pihak. Pelaku usaha dan ekonom membeberkan potensi dan dampak yang terjadi jika PPN naik.
Ketua Umum Himpunan Peritel & Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Budihardjo Iduansjah menyebutkan, kenaikan PPN akan meningkatkan harga berbagai produk di ritel.
”Kalau PPN 12 persen, pasti nanti harga jual naik. Dari pabrik naikin 1 persen, ke distributor naik 1 persen. Distributor bisa dua tingkat lah. Misal ada subnya lagi, naik 1 persen juga, kemudian ritel naikin 1 persen. (Kenaikan harga) ya bisa 5 persen,” ujar Budiharjo di Jakarta kemarin (20/11). Menurut Budiharjo, bukan sesuatu yang positif jika masyarakat menahan spending.
Sebab, ekonomi tidak bergerak. Budihardjo memprediksi, jika penerapan tarif baru tetap berlaku, penjualan ritel akan menurun tajam. Bahkan, dia memprediksi mencapai 50 persen secara bulanan.
Karena itu, Hippindo berharap rencana kenaikan tarif PPN ditunda karena waktunya dinilai belum tepat. Pertumbuhan ekonomi saat ini dinilai belum pulih.
Ketua Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Jawa Timur Sutandi Purnomosidi menyebutkan, pemerintah seharusnya melihat kondisi sebelum memberlakukan PPN baru. Menurut dia, kondisi ekonomi Indonesia saat perancangan aturan dengan kondisi saat ini memang berbeda. ”Pemerintah bilang harus dijalankan karena sudah ada undang-undangnya. Tapi, kondisi saat UU dirancang dengan saat ini jauh berbeda,” tuturnya.
Dari pihak ritel, dia mengatakan, banyak pelaku industri yang sedang tiarap. Bahkan, beberapa ritel menutup gerai. Hal tersebut dianggap menjadi salah satu tanda bahwa daya beli masyarakat belum stabil.
”Saya rasa bukan hanya industri ritel yang berharap (kenaikan PPN ditunda). Semua masyarakat juga berharap. Mereka bakal berpikir dua kali sebelum beli kalau beban pajaknya tambah besar,” ujarnya.
Analis kebijakan ekonomi Apindo Ajib Hamdani menambahkan, dampak kenaikan tarif PPN terjadi pada inflasi dan daya beli masyarakat. ”Kalau asumsi barang kena PPN akan naik 3–4 persen, potensi inflasi tambahannya bisa menyentuh 1 persen. Dan, daya beli masyarakat akan kembali mengalami tekanan,” ujarnya.
Sementara itu, ekonom makroekonomi dan pasar keuangan LPEM FEB UI Teuku Riefky mengatakan, tarif PPN tinggi biasanya mengakibatkan kenaikan harga barang dan jasa secara langsung. ”Sehingga meningkatkan biaya hidup secara keseluruhan,” tuturnya.
Selain itu, daya saing bisa terdampak. Misalnya, sektor pariwisata. Kenaikan tarif PPN dapat menghalangi pengunjung internasional yang menganggap Indonesia kurang hemat biaya dibandingkan dengan negara-negara tetangga yang memiliki tarif pajak lebih rendah. Sebab, di Asia Tenggara, PPN RI termasuk tertinggi jika berlaku 12 persen.
”Situasi ini juga dapat memengaruhi investasi asing karena investor sering mencari daerah dengan lingkungan pajak yang lebih menguntungkan. Selain itu, peningkatan biaya produksi yang terkait dengan PPN yang lebih tinggi dapat mengurangi daya saing ekspor Indonesia di pasar global. (agf/dee/bil/c19/dio)
Tag: #naik #persen #hippindo #khawatir #penjualan #ritel #turun #tajam