Klaim Asuransi Pascabencana di Sumatera: Angka, Tantangan, dan Respons Industri
Banjir bandang dan longsor yang melanda sejumlah provinsi di Pulau Sumatera pada akhir November hingga awal Desember 2025 menghasilkan dampak sosial dan ekonomi yang besar.
Di satu sisi, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) memperkirakan kebutuhan anggaran pemulihan mencapai puluhan triliun rupiah.
Di sisi lain, laporan awal dari industri asuransi menunjukkan nilai klaim yang tercatat baru mencapai sebagian kecil dari estimasi kerugian tersebut.
Rumah hancur akibat banjir di Desa Bungkah, Kecamatan Muara Batu, Kabupaten Aceh Utara, Rabu (17/12/2025)
Ini memunculkan sorotan soal penetrasi produk asuransi bencana dan kendala teknis dalam penanganan klaim.
Skala kerusakan dan perkiraan anggaran pemulihan
Dalam laporan ke Presiden dan rapat koordinasi, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Suharyanto menyampaikan estimasi kebutuhan anggaran untuk perbaikan fasilitas dan pemulihan pasca-bencana di tiga provinsi terdampak, yakni Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatera Barat, mencapai sekitar Rp 51,82 triliun.
Rincian sementara yang disebutkan mencakup alokasi terbesar untuk Aceh, disusul Sumut dan Sumbar.
Angka ini menggambarkan besarnya biaya rehabilitasi rumah, infrastruktur publik, dan fasilitas ekonomi yang rusak.
Laporan awal industri: klaim yang terdata
Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) mencatat laporan awal dari 39 perusahaan asuransi umum anggota yang menunjukkan estimasi nilai klaim akibat banjir bandang dan longsor di Sumatera sebesar Rp 567,02 miliar.
Ilustrasi asuransi.
Menurut AAUI, angka tersebut terbagi terutama pada klaim properti (harta benda) sekitar Rp 492,53 miliar dan klaim kendaraan bermotor sekitar Rp 74,49 miliar.
AAUI menegaskan bahwa angka ini bersifat dinamis dan masih dapat berkembang seiring berjalannya proses pelaporan dan survei di lapangan.
Sementara itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat potensi klaim asuransi akibat bencana banjir dan tanah longsor di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat mencapai hampir Rp 1 triliun, tepatnya Rp 967,03 miliar hingga 10 Desember 2025.
Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK, Ogi Prastomiyono, mengungkapkan data dari Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) menunjukkan potensi klaim asuransi properti sebesar Rp 492,53 miliar dan asuransi kendaraan bermotor sekitar Rp 74,50 miliar.
Perbedaan antara kerugian total dan klaim terdata
Perbedaan tajam antara estimasi kerugian BNPB (puluhan triliun) dan nilai klaim awal industri asuransi (ratusan miliar) menyoroti ketimpangan proteksi.
Sebagian besar aset dan rumah tangga terdampak belum terlindungi oleh asuransi atau tidak memiliki polis yang mencakup risiko tersebut.
Ketua AAUI Budi Herawan menyampaikan bahwa kondisi ini menunjukkan bahwa sebagian besar risiko bencana masih belum terlindungi oleh asuransi, serta menggarisbawahi urgensi peningkatan literasi dan inklusi produk asuransi bencana.
Permintaan percepatan klaim dan penyederhanaan proses
OJK memantau perkembangan klaim dan mendorong perusahaan asuransi untuk mempercepat dan menyederhanakan proses pembayaran klaim bagi masyarakat terdampak.
Ogi menyatakan OJK telah meminta perusahaan asuransi dan reasuransi mempercepat proses agar penanganan klaim lebih responsif terhadap kebutuhan korban.
Ilustrasi asuransi.
Dengan demikian, peran reasuransi, cadangan teknis, dan manajemen modal menjadi penting untuk menjaga kemampuan bayar industri.
Kendala verifikasi di lapangan: akses dan waktu
Meski angka klaim telah terestimasi, realisasi pembayaran belum bisa langsung cepat. AAUI menjelaskan bahwa hingga laporan awal belum ada pembayaran massal karena kendala teknis.
Banyak lokasi masih terisolasi akibat infrastruktur yang rusak, seperti jalan putus, serta bandara/titik logistik sempat tertutup, sehingga tim penilai kerugian (loss adjuster) sulit menjangkau objek tertanggung untuk verifikasi.
“Kita hanya tinggal menunggu waktu perhitungan-perhitungannya. Begitu perhitungannya sudah bisa dijustifikasi, akuntabilitasnya bisa dipertanggungjawabkan, segera akan kami proses pembayaran itu,” ujar Budi.
AAUI juga meminta agar proses klaim disederhanakan sesuai arahan OJK.
Contoh respons perusahaan asuransi: pembayaran klaim yang sudah diproses
Selain laporan asosiasi, sejumlah perusahaan asuransi sudah menyalurkan pembayaran klaim secara terukur.
Sebagai contoh, PT Asuransi Sinar Mas melaporkan pembayaran klaim asuransi kendaraan bermotor terdampak banjir di Sumatra Utara senilai sekitar Rp 1,07 miliar kepada debitur lembaga pembiayaan, yang diselesaikan dalam waktu dua hari kerja setelah dokumen lengkap.
Langkah-langkah cepat seperti ini menjadi salah satu bentuk respons industri untuk meringankan beban debitur dan nasabah terdampak.
Skema dan inisiatif yang diusulkan industri
Ilustrasi asuransi.
Di hadapan gap proteksi tersebut, AAUI dan pelaku industri menyinggung beberapa opsi teknis untuk mempercepat dan memperluas perlindungan.
Ini antara lain pengembangan skema asuransi parametrik (indeks berbasis curah hujan atau parameter tertentu) yang memungkinkan pembayaran klaim cepat tanpa survei panjang, serta penguatan literasi pasar agar masyarakat memahami perluasan jaminan seperti Klausula 43A (perluasan jaminan banjir/kerusakan akibat air) dan ketentuan "Klausul 72 jam" untuk peristiwa beruntun.
AAUI menyebut skema parametrik dapat menjadi solusi efektif untuk penanganan darurat pascabencana.
Peran reasuransi dan cadangan industri
Industri asuransi menegaskan peran reasuransi sebagai penopang kemampuan bayar ketika terjadi kerugian besar.
AAUI dan OJK menyebut bahwa perusahaan telah mempersiapkan diri melalui proteksi reasuransi, cadangan teknis, dan modal yang pada umumnya masih berada di atas ketentuan minimum.
Namun demikian, tekanan klaim besar tentu akan diuji, sehingga koordinasi antara perusahaan asuransi, reasuransi, dan regulator menjadi krusial.
Hak-hak pemegang polis dan imbauan bagi korban
OJK mengimbau perusahaan asuransi untuk proaktif memberi informasi kepada pemegang polis yang terdampak, menyederhanakan persyaratan administratif bila memungkinkan, serta menyelesaikan klaim dalam kerangka waktu yang wajar setelah data lengkap.
AAUI juga menyatakan komitmen agar pembayaran klaim diselesaikan secepatnya, dengan target proses penyelesaian optimal (misalnya menyelesaikan pembayaran dalam 30 hari sejak kelengkapan klaim tercapai), sehingga hak pemegang polis terlindungi.
Catatan data klaim asuransi korban bencana Sumatera: angka masih bersifat dinamis
Suasana kampung Arman Zebua (25), di Lorong 4, Desa Hutanabolon, Kecamatan Tukka, Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara usai diterjang banjir dan longsor.
Semua angka potensi klaim dan estimasi kerugian yang dikutip di atas bersifat sementara dan dinamis.
Angka akan berubah seiring pendataan lapangan yang terus berjalan, proses verifikasi, dan laporan dari perusahaan asuransi.
AAUI menekankan angka awal bersifat sementara dan berpotensi berkembang sejalan dengan masuknya laporan-laporan klaim tambahan.
Pemerintah minta kementerian dan lembaga percepat pengajuan asuransi barang milik negara
Tidak cuma dari sisi masyarakat, Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa meminta seluruh Kementerian/Lembaga (K/L) untuk segera mengidentifikasi dan melakukan percepatan pengajuan asuransi Barang Milik Negara (BMN) yang terdampak bencana bencana di Sumatera
Hal ini disampaikan Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara sejalan dengan Surat Edaran (SE) dari Menteri Keuangan yang telah disalurkan kepada pemda terkait.
"Menkeu telah mengeluarkan SE kepada Kementerian/Lembaga (K/L) ini untuk segera mengidentifikasi dan melakukan percepatan pengajuan klaim asuransi BMN bagi K/L yang telah mengasuransikan BMN-nya," kata Suahasil dalam konferensi pers APBN KiTA di Jakarta, Kamis (18/12/2025).
Suahasil juga mengatakan, Kemenkeu juga akan segera melakukan koordinasi untuk bisa mempercepat klaim BMN.
Ke depan ia berharap seluruh BMN dapat diasuransikan, sehingga bisa menjadi mitigasi jika infrastruktur tersebut rusak akibat bencana.
"Ini adalah pengalaman baik untuk karena ke depan barang BMN sebaiknya kita asuransikan," ujar Suahasil.
"Jangan sampai ada bencana yang tidak kita inginkan maka risiko risiko kita sebagian bisa terkover asuransi. Koordinasi dengan OJK untuk melakukan relaksasi percepatan klaim asuransi BMN," tutupnya.
Tag: #klaim #asuransi #pascabencana #sumatera #angka #tantangan #respons #industri