Wacana KRL 24 Jam Mencuat: Kenapa Jadi Sorotan?
Ilustrasi KRL.(Dok. PT KAI Commuter)
09:04
27 November 2025

Wacana KRL 24 Jam Mencuat: Kenapa Jadi Sorotan?

Wacana pengoperasian kereta rel listrik atau KRL 24 jam penuh mencuat setelah muncul fenomena sejumlah penumpang menginap di stasiun akibat tertinggal perjalanan terakhir.

Dalam salah satu unggahan viral, terlihat pekerja malam dan penumpang berada di area pintu masuk Stasiun Cikarang.

Ini menunjukkan bahwa layanan KRL dianggap belum cukup untuk memenuhi kebutuhan perjalanan malam bagi sebagian pengguna.

Ilustrasi KRL Commuter Line.UNSPLASH/REYHAN AVISENO Ilustrasi KRL Commuter Line.

Karena situasi tersebut, wacana memperpanjang durasi operasional KRL 24 jam pun dibuka kembali, sebagai upaya memenuhi kebutuhan mobilitas warga terutama di wilayah Jabodetabek.

KAI sebut perlu hitung plus minus

PT Kereta Api Indonesia (Persero) menyatakan bahwa walaupun dari sisi pelayanan pelanggan pengoperasian 24 jam bisa dikatakan positif, keputusan ini tidak bisa diambil sembarangan.

Direktur Utama KAI, Bobby Rasyidin, menyebut ada sejumlah aspek teknis, terutama terkait perawatan sarana prasarana, yang harus dipertimbangkan matang-matang.

“Tentunya dari sisi pelayanan pelanggan, ini hal yang positif. Tapi tentunya kita harus hitung (plus minus), yang namanya pengoperasian kereta ini kan tidak simpel bahwa kita harus paksakan,” ujar Bobby di Stasiun Gambir, Jakarta, Selasa (25/11/2025).

Bobby menjelaskan bahwa jika KRL beroperasi 24 jam, maka tidak ada jendela waktu (window) untuk pengecekan rutin.

Ini termasuk pemeriksaan jalur rel, sistem elektrifikasi, dan keselamatan.

“Kalau aliran listriknya 24 jam, kapan kita ngecek kabelnya? Kan gitu,” tutur Bobby.

Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia (Persero) Bobby Rasyidin dalam Press Conference Persiapan Angkutan Nataru 2025/2026 di Stasiun Gambir, Jakarta (25/11/2025).KOMPAS.com/SAKINA RAKHMA DIAH SETIAWAN Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia (Persero) Bobby Rasyidin dalam Press Conference Persiapan Angkutan Nataru 2025/2026 di Stasiun Gambir, Jakarta (25/11/2025).

Lebih lanjut, Bobby menyinggung risiko gangguan seperti yang pernah terjadi pada layanan kereta cepat Whoosh, ketika ada layangan tersangkut dan menyebabkan penghentian operasional.

“Apalagi ini jaringannya jauh lebih panjang. Tentunya kita kaji, kita sudah berkoordinasi juga dengan Kementerian Perhubungan. Kita kaji, benar-benar kaji,” imbuhnya.

Dari sisi operasional, aspek kenyamanan pelanggan juga menjadi pertimbangan, bukan hanya ketersediaan layanan, tetapi juga keselamatan dan kualitas layanan jangka panjang.

Perspektif regulasi dan pelajaran dari masa lalu

Wacana operasional KRL 24 jam bukan hal baru. Pada 2015, Kementerian Perhubungan Republik Indonesia (Kemenhub) pernah menyatakan bahwa ide layanan nonstop 24 jam perlu dipertimbangkan lagi.

Mantan Menteri Perhubungan (Menhub) Ignasius Jonan menilai bahwa waktu antara pukul 24.00 sampai 05.00 lebih tepat digunakan untuk perawatan rel dan sarana KRL, daripada menjalankan layanan dengan pengguna minimal.

“Siapa yang mau naik malam-malam begitu, KRL terakhir pukul 23.30 setiap malam saya pikir sudah cukup,” kata Jonan saat itu.

Jonan dan pejabat di Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) juga menekankan bahwa penambahan jadwal tidak bisa dilakukan sembarangan karena jadwal KAI dan kapasitas operasional telah ditetapkan dan dievaluasi rutin setiap tahun.

Sebagai informasi, jadwal kereta dan kapasitas operasional dievaluasi rutin yang menghasilkan Grafik Perjalanan Kereta alias Gapeka.

Pengalaman masa lalu menunjukkan bahwa tanpa periode maintenance rutin, risiko gangguan teknis dan penurunan kualitas layanan akan meningkat, sesuatu yang menjadi pertimbangan penting dalam wacana 24 jam KRL saat ini.

Ilustrasi KRL Commuter Line.WIKIMEDIA COMMONS/DESTA231206 Ilustrasi KRL Commuter Line.

Kajian terbaru dan respons terhadap wacana KRL 24 jam

Bobby menyatakan bahwa wacana operasional 24 jam untuk layanan KRL sedang dikaji, bersama koordinasi dengan Kemenhub.

Menurut Bobby, pengoperasian KRL tidak bisa dilakukan secara instan. Ada sejumlah prasyarat teknis yang harus dipastikan aman sebelum memberikan layanan tanpa henti.

“Yang namanya pengoperasian kereta ini kan tidak simple bahwa kita harus paksakan. Kita harus hitung berapa lama window perawatannya. Kemudian bagaimana dari window, dari elektrifikasinya,” ucapnya.

Selama ini, perawatan sarana dan prasarana dilakukan terutama pada malam hari ketika layanan dihentikan. Jika layanan berlangsung 24 jam, maka jadwal perawatan harus diubah total.

Di tengah kajian ini, KAI juga mempertimbangkan tiga aspek penting, yakni keselamatan, perawatan prasarana, dan kenyamanan pelanggan, yang semuanya harus dijamin agar layanan 24 jam dapat dijalankan secara andal dan konsisten.

Sejumlah pihak menilai bahwa wacana ini relevan di tengah kebutuhan mobilitas warga metropolitan dan fenomena penumpang tertinggal kereta terakhir.

Namun, implementasi butuh kajian matang agar tidak menimbulkan trade-off baru berupa gangguan operasional, penurunan kualitas layanan, atau risiko keselamatan.

Bagaimana kota-kota besar dunia mengoperasikan kereta 24 jam?

Di berbagai kota besar dunia, layanan kereta 24 jam bukan hal baru. Namun, pola dan prasyarat operasionalnya berbeda-beda.

Berikut gambaran ringkas beberapa kota dengan layanan nonstop serta catatan penting yang dapat menjadi pertimbangan bagi Indonesia.

Layanan subway di New York City.PEXELS/STEVE CANCEL Layanan subway di New York City.

1. New York City Subway (Amerika Serikat)

Jaringan kereta bawah tanah di New York City beroperasi 24 jam penuh sejak tahun 1904, kecuali saat pandemi Covid-19 pada tahun 2020-2021.

Karakteristik sistem New York City Subway adalah jalur sangat banyak yang mencapai lebih dari 20 line dan infrastruktur tua tetapi memiliki jaringan kompleks yang memungkinkan perawatan bergilir.

Selain itu, setiap malam sebagian jalur ditutup sebagian atau diperlambat untuk perawatan, namun sistem tetap beroperasi karena banyaknya rute paralel.

2. London Underground - Tube (Inggris)

Operasional London Underground tidak 24 jam, tetapi sejak 2016 mempunyai Night Tube pada akhir pekan, yakni Jumat dan Sabtu malam.

Jaringan kereta London Tube tidak beroperasi 24 jam lantaran infrastruktur tua perlu window perawatan panjang. Selain itu, jalur terbatas sehingga tidak bisa maintenance jika operasional nonstop.

3. Paris Metro (Perancis)

Operasional Paris Metro tidak 24 jam, namun hanya diperpanjang jam operasinya pada malam tertentu, seperti Tahun Baru atau jika ada acara besar.

Sistem Paris Metro sangat intensif dalam hal maintenance atau perawatan, sehingga kebutuhan jeda malam wajib dipertahankan.

4. Berlin U-Bahn (Jerman)

Pada Senin sampai Kamis, operasional Berlin U-Bahn tidak 24 jam, berhenti pada dini hari untuk maintenance. Namun, pada Jumat dan Sabtu beroperasi 24 jam penuh.

Selain itu, sistem U-Bahn di Berlin didukung bus malam terintegrasi.

5. Madrid Metro (Spanyol)

Operasional Madrid Metro tidak 24 jam, tutup sekitar pukul 02.00 sampai 06.00.

Madrid pernah menolak usulan 24 jam karena biaya tambahan sekitar 120 juta hingga 150 juta euro per tahun, minimnya penumpang dini hari, serta kebutuhan maintenance besar.

Ilustrasi kereta rel listrik di Tokyo, Jepang.PEXELS/G N Ilustrasi kereta rel listrik di Tokyo, Jepang.

6. Tokyo Metropolitan Area (Jepang)

Status operasionalnya tidak 24 jam. Kereta berhenti sekitar pukul 00.30 sampai 05.00.

Alasannya adalah tingkat pemeliharaan sangat ketat. Jepang mengandalkan pekerjaan maintenance massal malam hari yang membutuhkan 3 sampai 4 jam.

Relevansi pelajaran dari kota-kota besar dunia dengan Indonesia

Berikut beberapa poin penting yang muncul dari praktik internasional:

1. Mayoritas kota tidak menjalankan kereta 24 jam setiap hari

Yang benar-benar 24 jam setiap hari hanya New York, Chicago L-Train (sebagian jalur), dan Kopenhagen Metro.

Sebagian besar kota lain hanya menerapkan layanan malam pada akhir pekan atau event besar.

2. Karakteristik kota yang keretanya beropasi 24 jam

  • Kota-kota yang mengoperasikan kereta 24 biasanya punya:
  • Jalur paralel, sehingga sebagian jalur bisa dimatikan untuk maintenance.
  • Sistem otomatis (driverless) yang lebih efisien dan murah.
  • Tingkat permintaan penumpang dini hari yang besar.
  • Investasi besar untuk keamanan malam.
  • Saat ini, Jabodetabek belum memiliki jalur paralel yang memungkinkan sistem seperti New York.

Ilustrasi KRL Commuter Line.WIKIMEDIA COMMONS/DAVEE JONESEY Ilustrasi KRL Commuter Line.

3. Maintenance adalah faktor kritis (mirip dengan KRL Indonesia)

Di Tokyo, Paris, Madrid, dan London, layanan kereta tidak bisa 24 jam karena:

  • Membutuhkan waktu maintenance 3 hingga 5 jam setiap malam
  • Maintenance dilakukan serentak dan masif, bukan bergilir.
  • Model ini mirip dengan KRL Commuter Line, yang juga membutuhkan window maintenance malam.

4. Alternatif paling realistis yang dipakai banyak kota

Beberapa alternatif realistis antara lain sebagai berikut.

  • Layanan malam akhir pekan (London, Berlin).
  • Perpanjangan jam pada malam tertentu (Paris, Tokyo).
  • Layanan bus malam terintegrasi untuk mengganti jadwal kereta (Berlin, Madrid).

Wacana KRL 24 jam mencerminkan tekanan dari kebutuhan mobilitas masyarakat, terutama mereka yang bekerja malam, pekerja shift, atau beraktivitas di luar jam reguler.

Jika dijalankan, layanan KRL 24 jam bisa memperluas akses transportasi publik, mengurangi ketergantungan pada kendaraan pribadi, dan mendukung agenda mobilitas urban di kawasan Jabodetabek.

Namun dari sisi operator dan regulator, tersedia tantangan besar, yakni memastikan sarana prasarana tak terkendala, memberi ruang perawatan, menjaga keselamatan, dan menjamin kenyamanan pelanggan.

Tanpa jendela waktu untuk maintenance, layanan nonstop bisa menyebabkan risiko teknis dan operasional serius.

Dalam konteks itu, wacana ini tidak bisa dipandang sebagai semata wacana populis, melainkan keputusan strategis yang memerlukan perhitungan matang, koordinasi antarlembaga, dan penyesuaian manajemen operasional.

Tag:  #wacana #mencuat #kenapa #jadi #sorotan

KOMENTAR