RI Belum Bisa jadi Negara dengan Ekonomi Syariah Terbesar Dunia, Kenapa?
Ilustrasi ekonomi syariah, keuangan syariah.(SHUTTERSTOCK/IMRANKADIR)
16:28
3 November 2025

RI Belum Bisa jadi Negara dengan Ekonomi Syariah Terbesar Dunia, Kenapa?

- Indonesia belum mampu menjadi negara dengan ekonomi syariah terbesar di dunia.

Padahal, Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia.

Berdasarkan State of the Global Islamic Economy Report, ekonomi syariah Indonesia menempati peringkat ketiga, bersaing dengan Arab Saudi dan Malaysia sebagai tiga ekonomi syariah terbesar di dunia.

Besarnya pangsa ekonomi syariah Indonesia

Sektor modest fashion atau busana muslim Indonesia sudah menjadi nomor satu di dunia. Selain itu, Indonesia juga dikenal dengan pariwisata ramah muslim.

Data Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian menunjukkan, permintaan pakaian muslim mencapai sekitar 20 miliar dollar AS atau setara Rp 289 triliun.

Di industri makanan-minuman halal, Indonesia menjalankan kewajiban halal secara luas dengan nilai ekonomi, termasuk produksi dan value chain, sekitar 109 miliar dollar AS atau Rp 1.000 triliun.

Di sektor keuangan syariah, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan, aset sektor keuangan syariah mencapai Rp 3.030,73 triliun per Juli 2025. Dari jumlah tersebut, total aset perbankan syariah tercatat senilai Rp 965,15 triliun.

Terus meningkat, pangsa pasar perbankan syariah Indonesia

Adapun, pangsa pasar atau market share perbankan syariah juga terus meningkat dan kini telah mencapai 7,41 persen dari seluruh aset perbankan per Juli 2025. 

Ilustrasi keuangan syariah, ekonomi syariah.SHUTTERSTOCK/YURIY K Ilustrasi keuangan syariah, ekonomi syariah.

Meskipun meningkat, jumlah tersebut masih tertinggal dari negara lain.

Sebagai contoh, perbankan syariah di Malaysia dan Qatar mencatat market share masing-masing mencapai 29 persen dan 27 persen.

Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar menjelaskan, secara keseluruhan pangsa pasar sektor keuangan saat ini mencapai 11,63 persen dari total sektor ekonomi Indonesia.

Angka tersebut tidak hanya terdiri dari perbankan syariah tetapi juga dari industri keuangan non bank hingga pasar modal syariah seperti sukuk dan reksa dana syariah.

Di sisi lain, Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2025 menunjukkan literasi keuangan syariah tercatat sebesar 46,17 persen sementara inklusi atau sesuatu yang menggambarkan akses terhadap layanan syariah baru tercatat senilai 13,41 persen.

"Ini menunjukkan bahwa kesiapan masyarakat dengan pemahamannya yang dalam dan keinginan untuk menggunakan keuangan syariah itu besar sekali, tetapi keberadaan dan akses dari produk keuangan dan lembaga-lembaga jasa syariah harus ditingkatkan," kata dia dalam acara Indonesia Islamic Finance Summit 2025, Senin (3/11/2025).

Inklusi dan literasi keuangan syariah masih terbatas

Sementara itu, Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen OJK, Friderica Widyasari Dewi menuturkan, secara persentase inklusi dan literasi industri keuangan syariah mungkin masih relatif terbatas.

Namun demikian, wanita yang karib disapa Kiki itu bilang, mengingat banyaknya jumlah masyarakat Indonesia, pesentase tersebut menjadi signifikan karena mewakili data banyak orang.

Dengan potensi tersebut, dukungan para pemangku kepentingan dan pelaku industri menjadi penting untuk memajukan industri syariah.

"Jadi tidak mungkin sektor jasa keuangan syariah itu besar sendiri kalau tidak dia mendukung ekonomi syariahnya, jadi merupakan satu ekosistem," kata dia.

Ilustrasi bank.FREEPIK/PCH.VECTOR Ilustrasi bank.

Tantangan pengembangan perbankan syariah

Dalam kesempatan yang sama, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dian Ediana Rae mengatakan, industri keuangan syariah masih menghadapi tantangan mendasar.

Dian mengatakan, tantangan industri keuangan syariah tersebut bersifat struktural, persepsi, dan operasional.

"Terkait dengan struktur industrinya, banyak lembaga keuangan syariah masih pada skala permodalan yang rendah," kata dia dalam agenda yang sama.

Ia menambahkan, kondisi tersebut yang membuat daya saing lembaga keuangan syariah kurang memadai.

Lebih lanjut, pada sektor perbankan syariah kebijakan spin off atau pemisahan unit usaha syariah (UUS) diharapkan dapat memperkuat struktur industri.

Ia juga berharap dalam satu hingga dua tahun ke depan akan muncul 3 sampai 4 bank syariah besar lainnya yang skalanya bisa sama dengan PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI).

Kinerja perbankan syariah nasional

Sebelumnya, Direktur Pengaturan dan Pengembangan Perbankan Syariah OJK Nyimas Rohmah mengatakan, pembiayaan perbankan syariah tercatat senilai Rp 671 triliun hingga Agustus 2025.

Angka tersebut naik 8,13 persen (yoy) secara tahunan dibandingkan periode yang sama tahun lalu menjadi Rp 671 triliun.

Kemudian, dana pihak ketiga (DPK) meningkat 7,37 persen secara tahunan (yoy) menjadi Rp 757 triliun per Agustus 2025.

Ilustrasi Keuangan Syariah.Thinkstockphotos.com Ilustrasi Keuangan Syariah."Market share perbankan syariah juga terus meningkat dan kini telah mencapai 7,44 persen dari seluruh aset perbankan," kata dia dalam Media Gathering BCA Syariah, Jumat (31/10/2025).

Ia menambahkan, market share perbankan syariah tersebut masih didominasi oleh peningkatan aset dari 14 Bank Umum Syariah sebesar 67,6 persen.

Sementara 29,4 persen berasal dari 19 Unit Usaha Syariah yang dimiliki oleh Bank Umum Konvensional. Sisanya sebanyak 2,56 persen berasal dari 173 BPR Syariah yang ada di seluruh Indonesia.

"Pertumbuhan ini juga diikuti oleh permodalan yang kuat, likuiditas yang memadai, serta tren efisiensi dan profitabilitas yang semakin positif," imbuh dia.

Data OJK menunjukkan, aset industri perbankan syariah tercatat sebesar Rp 979 triliun hingga Agustus 2025. Capaian tersebut tumbuh 8,15 persen (yoy).

Peta jalan perbankan syariah nasional

Industri perbankan syariah nasional telah memiliki Roadmap Pengembangan dan Penguatan Perbankan Syariah Indonesia (RP3SI) 2023–2027.

Dalam peta jalan tersebut, terdapat dua fokus besar yang menjadi arah transformasi perbankan syariah ke depan.

1. Peningkatan ketahanan dan daya saing

Pertama, peta jalan tersebut mencakup peningkatan ketahanan dan daya saing industri. Upaya ini dilakukan melalui konsolidasi industri, penguatan resiliensi, inovasi produk, peningkatan efisiensi, serta penerapan tata kelola syariah yang kuat dan transparan.

2. Penguatan dampak sosial-ekonomi

IlustrasiShutterstock Ilustrasi

Kedua, pengembangan perbankan syariah akan difokuskan dengan penguatan dampak sosial-ekonomi.

Perbankan syariah tidak hanya berperan sebagai lembaga intermediasi keuangan, tetapi juga memiliki fungsi sosial yang besar.

Melalui optimalisasi instrumen Islamic social finance (keuangan sosial syariah) seperti zakat, infak, sedekah, dan wakaf, bank syariah dapat memperluas inklusi keuangan, mendukung UMKM yang unbankable, serta berkontribusi pada pembangunan ekonomi yang berkeadilan dan berkelanjutan.

Kesiapan ekosistem hingga kapasitas lembaga, kunci pertumbuhan ekonomi syariah

Ekonom sekaligus Ketua Center of Sharia Economics Development of Institute for Development of Economics and Finance (CSED INDEF Nur Hidayah menjelaskan, meskipun Indonesia memiliki populasi muslim terbesar di dunia dan potensi ekonomi syariah yang sangat besar, posisi Indonesia masih tertinggal dibanding negara seperti Arab Saudi, Uni Emirat Arab, dan Malaysia.

"Penyebab utamanya bukan pada aspek demand atau minat masyarakat, tetapi pada kesiapan eksositemnya (ecosystem readiness)," kata dia kepada Kompas.com.

Ia menjelaskan, ekosistem ekonomi syariah Indonesia masih menghadapi beberapa kendala seperti fragmentasi kelembagaan, lemahnya koordinasi lintas sektor (antara otoritas keuangan, industri riil, dan pendidikan), serta masih terbatasnya inovasi produk dan literasi keuangan syariah di masyarakat.

Selain itu, sektor riil halal seperti industri makanan, pariwisata, dan fashion belum sepenuhnya terintegrasi dengan sektor keuangan syariah, sehingga dampaknya terhadap perekonomian nasional belum maksimal.

"Kita sering mengatakan bahwa Indonesia memiliki potensi besar karena mayoritas penduduknya muslim. Namun potensi besar tanpa orkestrasi sistemik hanyalah retorika," terang dia.

Ilustrasi KPR syariah.SHUTTERSTOCK/PAEGAG Ilustrasi KPR syariah.

Menurut Nur, tantangan ekonomi syariah Indonesia bukan pada jumlah umat, tetapi pada kapasitas kelembagaan dan visi kebijakan.

Selama ini, ekonomi syariah masih ditempatkan sebagai subsistem, bukan pada arus utama (mainstream) dari strategi ekonomi nasional.

Pendekatan ekonomi syariah lebih sektoral daripada struktural.

Akibatnya, regulasi, insentif, dan kebijakan fiskal kita belum sepenuhnya berpihak pada penguatan ekosistem syariah yang produktif.

Ia menceritakan, Malaysia berhasil menjadi tolok ukur (benchmark) bukan karena lebih banyak umat Islam, tetapi karena sejak awal membangun arsitektur ekonomi syariah secara terintegrasi.

Hal itu berasal dari riset, regulasi, hingga industri halal yang terhubung langsung dengan keuangan syariah.

"Di Indonesia, kita masih sibuk memperdebatkan definisi dan kurang fokus pada desain sistem dan keberlanjutan," tutup dia.

Faktor tolong-menolong jadi daya tawar produk keuangan syariah

Meskipun belum bisa menjadi negara nomor satu di dunia, ekonomi syariah Indonesia tetap memiliki daya tarik untuk masyarakat.

Perencana keuangan Robby Christy mengatakan, faktor yang membuat orang tertarik layanan keuangan syariah adalah asas yang digunakan untuk tolong menolong, tanpa riba, transparan, dan prinsip bagi hasil.

Ilustrasi logo halal.SHUTTERSTOCK/METAMORWORKS Ilustrasi logo halal.

"Keunggulannya biayanya jelas di awal, tidak mengenal bunga, melainkan bagi hasil," kata dia ketika dihubungi Kompas.com.

Namun demikian, layanan keuangan syariah kadang dianggap hanya dapat digunakan oleh masyarakat muslim. Hal ini membuat orang non muslim kadang enggan menggunakan layanan syariah.

"Padahal kita tahu pusat syariah global ada di Inggris, jadi ini yang menjadi salah kaprah di Indonesia," imbuh dia.

Lebih lanjut, Robby juga menerangkan bahwa penggunaan layanan keuangan syariah sebenarnya tidak jauh berbeda.

Pertama, masyarakat perlu menentukan terlebih dahulu tujuan keuangannya. Beberapa jenis tujuan yang bisa difasilitasi oleh keuangan syariah misalnya untuk pembiayaan rumah, pembiayaan kendaraan, atau modal kerja.

"Dari situ baru kita melihat produk keuangan syariah yang relevan dengan kebutuhan kita, seperti KPR Syariah, KPM Syariah, hingga kartu kredit syariah juga ada saat ini," ungkap dia.

Sebagai informasi, pemerintah telah memiliki Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025–2045 yang menempatkan ekonomi syariah sebagai prioritas.

Strategi itu mencakup perluasan pasar keuangan syariah, pengoptimalan bullion bank, penguatan Kredit Usaha Rakyat (KUR) Syariah, dan digitalisasi sistem halal.

Pemerintah juga telah memfasilitasi empat kawasan industri halal (KIH) di Cikarang, Jawa Barat Serang, Banten Bintan, Kepulauan Riau dan Sidoarjo, Jawa Timur; serta telah berdiri Indonesia Islamic Financial Center (IIFC) sebagai sentral keuangan syariah nasional.

Tag:  #belum #bisa #jadi #negara #dengan #ekonomi #syariah #terbesar #dunia #kenapa

KOMENTAR